Friday, December 09, 2011
Central Maluku Regency
Central Maluku Regency is a regency of Maluku, Indonesia. The principal town lies at Masohi. This kebupaten is composed of the central part of the island of Seram, the Banda Island, Saparua,Haruku, and Nusa Laut.
This regency is both the largest in area among Malukan regencies, and the largest in population, including 23.59% of the province's population.
The regency consists of the following Kecamatan or districts:
Amahai
Banda
Kota Masohi
Leihitu
Leihitu Barat
Nusa Laut
Pulau Haruku
Sala Hutu
Saparua
Seram Utara
Seram Utara Barat
Tehoru
Teluk Elpaputih
Teon Nila Serua
Masohi Sudah Disiapkan Menggantikan Ambon
AMBON, KOMPAS.com —Wacana pemindahan ibu kota Maluku bukan hal baru. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri saat berkunjung ke Ambon, Maret 2010, pernah menyinggung masalah ini.
Menurut Magawati, saat itu, pemindahan ibu kota harus dilakukan karena keterbatasan lahan di Ambon. Selain itu juga amanah dari ayahnya, mantan Presiden Soekarno saat membentuk Provinsi Maluku tahun 1945, yang meminta agar nantinya Masohi menjadi ibu kota Maluku. Masohi sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Maluku Tengah di Pulau Seram.
Bupati Maluku Tengah Abdullah Tuas Ikal mengatakan, Masohi sudah lama disiapkan sebagai ibu kota Maluku menggantikan Ambon. Berbagai infrastruktur, termasuk lahan, sudah disiapkan untuk rencana itu. "Jika jadi pindah ke Pulau Seram, manfaatnya tidak hanya mengurangi kepadatan di Ambon, tetapi juga membuat pertumbuhan ekonomi menyebar ke tiga kabupaten di Seram," katanya.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Syaid Muzakir Assagaf mengatakan, beberapa kali diskusi internal DPRD sudah membahas masalah ini. Bahkan, sejumlah anggota DPRD sudah ke Maluku Utara untuk mempelajari pemindahan ibu kota Maluku Utara dari Ternate ke Sofifi.
"Pemindahan ibu kota memang suatu kebutuhan yang harus dilakukan Maluku karena kian padatnya Ambon," ujarnya.
Pulau Seram, menurut Syaid, juga yang paling berpotensi sebagai ibu kota Maluku yang baru karena lahannya yang luas dan masih banyak yang kosong sehingga penataannya akan lebih mudah. Selain itu, Seram juga lebih dekat dengan Ambon yang akan menjadi pusat perekonomian setelah ibu kota dipindah dari Ambon.
"Studi kelayakan wilayah harus segera dilakukan pemerintah dan dimasukkan dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten ataupun provinsi sehingga tidak tumpang tindih saat pemindahan ibu kota direalisasikan," tutur Syaid.
Friday, September 30, 2011
Sejarah Benteng Victoria, Ambon
Benteng Victoria terletak di Kecamatan Sirimau, Kotamadya Ambon, Provinsi Maluku.
Karena terletak tepat di tengah kota, maka pengunjung dapat langsung jalan kaki ke arah timur sejauh 300 meter dari Terminal Mardika.
Di depan benteng terdapat kafe-kafe tenda yang menjual berbagai makanan kecil khas Ambon.
Benteng Victoria merupakan tempat bersejarah yang terletak tepat di pusat kota Ambon. Benteng tertua di Ambon ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1775, yang selanjutnya diambil alih oleh Belanda. Belanda kemudian menjadikan benteng ini sebagai pusat pemerintahan untuk mengeruk harta kekayaan masyarakat pribumi, berupa rempah-rempah yang melimpah di bumi Maluku.
Di dalam benteng dapat ditemui sisa-sisa meriam berukuran raksasa. Di beberapa kamar terdapat patung berukir terbuat dari kayu pilihan, peta perkembangan kota Ambon dari abad XVII hingga abad IX, dan beberapa koleksi lukisan para administratur Belanda di Maluku. Dengan melihat peninggalan ini pengunjung dapat merekam sejarah lahir dan berkembangnya kota Ambon.
Sedangkan ruas jalan di sisi depan benteng atau yang disebut “Boulevard Victoria” menghubungkan langsung ke arah bibir Pantai Honipopu. Tepat di depan benteng, dapat langsung menyaksikan Teluk Ambon yang sangat indah di saat senja hari, khususnya ketika matahari mulai tenggelam.
Sejarah
Pada masa pemerintahan Belanda, benteng ini berfungsi strategis, yakni sebagai pusat pemerintahan kolonial. Di depan benteng terdapat pelabuhan yang digunakan sebagai jalur perhubungan laut antar pulau. Melalui pelabuhan ini pula kapal-kapal Belanda mengangkut hasil rempah-rempah untuk didistribusikan ke beberapa negara di benua Eropa. Bersebelahan dengan benteng ini, juga terdapat pasar yang menjadi tempat untuk mempertemukan komunitas para pedagang pribumi. Benteng ini juga digunakan sebagai tempat pertahanan dari berbagai serangan masyarakat pribumi yang melakukan perlawanan. Dan, tepat di depan benteng inilah pahlawan nasional bernama Pattimura digantung, yakni pada tanggal 6 Desember 1817.
Pada tanggal 25 April 1950, golongan separatis yang dipimpin oleh DR. Robert Steven Soumokil memproklamasikan “Republik Maluku Selatan” (RMS). Uluran tangan pemerintah untuk mencari penyelesaian secara damai ditolak oleh pihak RMS. Karena itu pemerintah RI melancarkan operasi militer ke Maluku yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Pendaratan pertama dilakukan di Namlea, Pulau Buru pada tanggal 14 Juli 1950. Sesudah itu diduduki Pulau Tanimbar, kepulauan Aru Kei dan pulau-pulau kecil lainnya. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan mendarat di pulau Ambon. Dalam pertempuran jarak dekat untuk merebut benteng Nieuw Victoria pada tanggal 3 Nopember 1950 di kota Ambon, Group pimpinan Letnan II Kolonel Slamet Riyadi gugur, tetapi seluruh kota dapat di kuasai Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Dengan jatuhnya kota Ambon, kekuatan pokok RMS berhasil dipatahkan [wikipedia].
Karena terletak tepat di tengah kota, maka pengunjung dapat langsung jalan kaki ke arah timur sejauh 300 meter dari Terminal Mardika.
Di depan benteng terdapat kafe-kafe tenda yang menjual berbagai makanan kecil khas Ambon.
Benteng Victoria merupakan tempat bersejarah yang terletak tepat di pusat kota Ambon. Benteng tertua di Ambon ini dibangun oleh Portugis pada tahun 1775, yang selanjutnya diambil alih oleh Belanda. Belanda kemudian menjadikan benteng ini sebagai pusat pemerintahan untuk mengeruk harta kekayaan masyarakat pribumi, berupa rempah-rempah yang melimpah di bumi Maluku.
Di dalam benteng dapat ditemui sisa-sisa meriam berukuran raksasa. Di beberapa kamar terdapat patung berukir terbuat dari kayu pilihan, peta perkembangan kota Ambon dari abad XVII hingga abad IX, dan beberapa koleksi lukisan para administratur Belanda di Maluku. Dengan melihat peninggalan ini pengunjung dapat merekam sejarah lahir dan berkembangnya kota Ambon.
Sedangkan ruas jalan di sisi depan benteng atau yang disebut “Boulevard Victoria” menghubungkan langsung ke arah bibir Pantai Honipopu. Tepat di depan benteng, dapat langsung menyaksikan Teluk Ambon yang sangat indah di saat senja hari, khususnya ketika matahari mulai tenggelam.
Sejarah
Pada masa pemerintahan Belanda, benteng ini berfungsi strategis, yakni sebagai pusat pemerintahan kolonial. Di depan benteng terdapat pelabuhan yang digunakan sebagai jalur perhubungan laut antar pulau. Melalui pelabuhan ini pula kapal-kapal Belanda mengangkut hasil rempah-rempah untuk didistribusikan ke beberapa negara di benua Eropa. Bersebelahan dengan benteng ini, juga terdapat pasar yang menjadi tempat untuk mempertemukan komunitas para pedagang pribumi. Benteng ini juga digunakan sebagai tempat pertahanan dari berbagai serangan masyarakat pribumi yang melakukan perlawanan. Dan, tepat di depan benteng inilah pahlawan nasional bernama Pattimura digantung, yakni pada tanggal 6 Desember 1817.
Pada tanggal 25 April 1950, golongan separatis yang dipimpin oleh DR. Robert Steven Soumokil memproklamasikan “Republik Maluku Selatan” (RMS). Uluran tangan pemerintah untuk mencari penyelesaian secara damai ditolak oleh pihak RMS. Karena itu pemerintah RI melancarkan operasi militer ke Maluku yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Pendaratan pertama dilakukan di Namlea, Pulau Buru pada tanggal 14 Juli 1950. Sesudah itu diduduki Pulau Tanimbar, kepulauan Aru Kei dan pulau-pulau kecil lainnya. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan mendarat di pulau Ambon. Dalam pertempuran jarak dekat untuk merebut benteng Nieuw Victoria pada tanggal 3 Nopember 1950 di kota Ambon, Group pimpinan Letnan II Kolonel Slamet Riyadi gugur, tetapi seluruh kota dapat di kuasai Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS). Dengan jatuhnya kota Ambon, kekuatan pokok RMS berhasil dipatahkan [wikipedia].
Saturday, August 13, 2011
Alternatif-alternatif rute perjalanan menuju TNM
1. Dari Ambon ke Saleman-Wahai dapat ditempuh dengan menggunakan kapal motor yang memakan waktu 24 jam. Kapal motor ini memiliki jadwal perjalanan 3 kali seminggu. Perjalanan dari Wahai ke lokasi taman nasional dapat ditempuh dengan jalan kaki.
2. Lewat pantai selatan, TNM ditempuh melalui kota Ambon ke Tehoru-Saunulu-Mosso dengan kapal motor yang memakan waktu 9 jam. Jadwal kapal motor berjalan adalah 4 kali dalam seminggu. Perjalanan selanjutnya ke lokasi taman nasional hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki.
3. Perjalanan lewat darat dapat dilakukan dari Ambon ke Tulehu dengan waktu tempuh 45 menit. Selanjutnya dari Tulehu ke Amahai dapat dicapai dengan long boat cepat yang memerlukan waktu 1 jam 45 menit. Perjalanan dari Amahai ke Tehoru dilakukan lewat jalan darat selama 3 jam selanjutnya diteruskan dengan speed boat ke Saunulu/Mosso selam 30-60 menit. Pengunjung dapat pula memilih rute perjalanan darat menuju taman nasional bagian utara. Rute ini ditempuh dari Amahai ke Saleman melewati Masohi yang membutuhkan waktu 3 jam dilanjutkan dengan speed boat menuju Wahai yang memakan waktu 2 jam
4. Perjalanan memasuki TNM dari Saunulu/Mosso dilakukan dengan jalan kaki melalui jalan setapak dan mendaki tebing-tebing pegunungan sehingga pemandu dan pembawa barang sangat diperlukan.
5. Dari sisi utara, kawasan TNM dapat ditempuh melalui jalan trans-Seram dari Wahai ke Sasarata. Rute ini dapat dilalui roda empat. Selanjutnya dari Sasarata menuju kawasan taman nasional bagian tengah/selatan dapat ditempuh dengan jalan kaki menuju jalan setapak yang menghubungkan Kaloa-Hatuolo Maraina, dan Manusela. Perjalanan ini memerlukan waktu kurang lebih 2 hari.
6. Apabila pengunjung membawa kendaraan roda empat, perjalanan dilakukan dari Ambon ke Liang dengan waktu tempuh ± 1,5 jam. Selanjutnya dari Liang ke Kairatu ditempuh selama ± 2 jam dengan menggunakan ferry. Dari Kairatu ke Saka ditempuh dengan jalan darat selama ± 3,5 jam.
7. Rute terbaru untuk menuju Taman Nasional bagian utara yaitu dari Ambon bisa langsung menggunakan pesawat Merpati jenis twin otter Menuju ke Wahai, dari Wahai ke Sasarata dan selanjutnya perjalanan dilakukan dengan jalan kaki menuju kawasan.
2. Lewat pantai selatan, TNM ditempuh melalui kota Ambon ke Tehoru-Saunulu-Mosso dengan kapal motor yang memakan waktu 9 jam. Jadwal kapal motor berjalan adalah 4 kali dalam seminggu. Perjalanan selanjutnya ke lokasi taman nasional hanya dapat ditempuh dengan jalan kaki.
3. Perjalanan lewat darat dapat dilakukan dari Ambon ke Tulehu dengan waktu tempuh 45 menit. Selanjutnya dari Tulehu ke Amahai dapat dicapai dengan long boat cepat yang memerlukan waktu 1 jam 45 menit. Perjalanan dari Amahai ke Tehoru dilakukan lewat jalan darat selama 3 jam selanjutnya diteruskan dengan speed boat ke Saunulu/Mosso selam 30-60 menit. Pengunjung dapat pula memilih rute perjalanan darat menuju taman nasional bagian utara. Rute ini ditempuh dari Amahai ke Saleman melewati Masohi yang membutuhkan waktu 3 jam dilanjutkan dengan speed boat menuju Wahai yang memakan waktu 2 jam
4. Perjalanan memasuki TNM dari Saunulu/Mosso dilakukan dengan jalan kaki melalui jalan setapak dan mendaki tebing-tebing pegunungan sehingga pemandu dan pembawa barang sangat diperlukan.
5. Dari sisi utara, kawasan TNM dapat ditempuh melalui jalan trans-Seram dari Wahai ke Sasarata. Rute ini dapat dilalui roda empat. Selanjutnya dari Sasarata menuju kawasan taman nasional bagian tengah/selatan dapat ditempuh dengan jalan kaki menuju jalan setapak yang menghubungkan Kaloa-Hatuolo Maraina, dan Manusela. Perjalanan ini memerlukan waktu kurang lebih 2 hari.
6. Apabila pengunjung membawa kendaraan roda empat, perjalanan dilakukan dari Ambon ke Liang dengan waktu tempuh ± 1,5 jam. Selanjutnya dari Liang ke Kairatu ditempuh selama ± 2 jam dengan menggunakan ferry. Dari Kairatu ke Saka ditempuh dengan jalan darat selama ± 3,5 jam.
7. Rute terbaru untuk menuju Taman Nasional bagian utara yaitu dari Ambon bisa langsung menggunakan pesawat Merpati jenis twin otter Menuju ke Wahai, dari Wahai ke Sasarata dan selanjutnya perjalanan dilakukan dengan jalan kaki menuju kawasan.
Potensi objek wisata Taman Nasional Manusela
TNM dikenal sebagai objek wisata alam dengan daya tarik tersendiri dengan pemandangan alam yang indah dan menarik serta topografi berbukit-bukit di antaranya tepi Markele, lembah Manusela, tepi Kobipoto, dataran Mual sebelah utara dan lembah Wae Kawa di sebelah selatan. Atraksi yang bisa dinikmati adalah menjelajah hutan, panjat tebing, pengamatan satwa/tumbuhan.
Kawasan TNM banyak memiliki keunikan dan kekhasan, seperti lembah Manusela dengan pemandangan alamnya yang menarik dan keadaan iklimnya yang segar dan menyenangkan, lembah Piliana yang kaya akan jenis kupu-kupu, Sawai dengan aneka karang lautnya yang indah sangat cocok untuk kegiatan snorkeling dan diving disamping itu di daerah Sawai dan sekitarnya juga dapat dinikmati pemandangan tebing sawai yang indah atau wisata tirta yang dapat dinikmati dengan menggunakan fasilitas kapal cepat dan longboat milik Balai TN. Manusela. Pusat informasi TN. Manusela juga terdapat di Negeri Sawai tepatnya di sekitar Dusun Masihulan. Pengelolaan wisata alam di Sawai dan sekitarnya melibatkan multipihak seperti LSM (Yayasan Wallacea yang mengelola PRS Masihulan), Pemerintahan Negeri Sawai sebagai perwakilan Pemerintahan Daerah Maluku dan pihak masyarakat atau pengusaha yang berperan aktif dalam mengembangkan kegiatan wisata alam di daerah Sawai dan sekitarnya , air panas di Tehoru serta kegiatan safari rusa di padang Pasahari.
Di kawasan TNM banyak ditemukan bunga anggrek, bunga bangkai (Rafflesia sp.), hutan yang khas dan indah, vegetasi alpin dan pakis endemik yang sangat disukai rusa karena merupakan pakan rusa yang enak. Selain itu, TNM dapat dimanfaatkan sebagai sarana/tempat penelitian lapangan karena keanekaragaman flora dan fauna langka dan endemik, penelitian farmasi (jenis tanaman obat-obatan) serta penelitian jenis tanaman yang merupakan makanan alternatif bagi masyarakat.
Selain itu, di luar kawasan TNM pada daerah penyangga pada beberapa objek wisata seperti penginapan terapung di Teluk Sawai, budi daya mutiara, sumber air panas (Geiser) di Tehoru, jembatan tali dan menara pengintai secara alam dan tali-temali hutan di Piliana dan Masihulan, serta wisata budaya berupa adat istiadat kebudayaan dan upacara suku asli Pulau Seram di sekitar TNM.
Musim kunjungan terbaik adalah bulan Mei s.d Oktober setiap tahunnya.
Kawasan TNM banyak memiliki keunikan dan kekhasan, seperti lembah Manusela dengan pemandangan alamnya yang menarik dan keadaan iklimnya yang segar dan menyenangkan, lembah Piliana yang kaya akan jenis kupu-kupu, Sawai dengan aneka karang lautnya yang indah sangat cocok untuk kegiatan snorkeling dan diving disamping itu di daerah Sawai dan sekitarnya juga dapat dinikmati pemandangan tebing sawai yang indah atau wisata tirta yang dapat dinikmati dengan menggunakan fasilitas kapal cepat dan longboat milik Balai TN. Manusela. Pusat informasi TN. Manusela juga terdapat di Negeri Sawai tepatnya di sekitar Dusun Masihulan. Pengelolaan wisata alam di Sawai dan sekitarnya melibatkan multipihak seperti LSM (Yayasan Wallacea yang mengelola PRS Masihulan), Pemerintahan Negeri Sawai sebagai perwakilan Pemerintahan Daerah Maluku dan pihak masyarakat atau pengusaha yang berperan aktif dalam mengembangkan kegiatan wisata alam di daerah Sawai dan sekitarnya , air panas di Tehoru serta kegiatan safari rusa di padang Pasahari.
Di kawasan TNM banyak ditemukan bunga anggrek, bunga bangkai (Rafflesia sp.), hutan yang khas dan indah, vegetasi alpin dan pakis endemik yang sangat disukai rusa karena merupakan pakan rusa yang enak. Selain itu, TNM dapat dimanfaatkan sebagai sarana/tempat penelitian lapangan karena keanekaragaman flora dan fauna langka dan endemik, penelitian farmasi (jenis tanaman obat-obatan) serta penelitian jenis tanaman yang merupakan makanan alternatif bagi masyarakat.
Selain itu, di luar kawasan TNM pada daerah penyangga pada beberapa objek wisata seperti penginapan terapung di Teluk Sawai, budi daya mutiara, sumber air panas (Geiser) di Tehoru, jembatan tali dan menara pengintai secara alam dan tali-temali hutan di Piliana dan Masihulan, serta wisata budaya berupa adat istiadat kebudayaan dan upacara suku asli Pulau Seram di sekitar TNM.
Musim kunjungan terbaik adalah bulan Mei s.d Oktober setiap tahunnya.
Friday, August 05, 2011
Potensi Flora&Fauna Taman Nasional MANUSELA
Potensi FaunaKekayaan flora yang dimiliki TNM berupa 187 jenis/genus dari 55 famili diantaranya 97 jenis anggrek dan 598 jenis paku-pakuan (pakis), dimana terdapat jenis endemik paku binaya (Cyathea binayana).
Jenis vegetasi yang ada di TNM mPapua. Jenis flora zona Australia yang terdapat dalam kawasan ini antara lain Eucalyptus spp., sedangkan jenis flora khas Asia meliputi Shorea selanica (Dipterocarpacea) yaitu jenis meranti yang pertumbuhannya paling timur Indonesia, nyamplung (Calophyllum inophyllum), langsat hutan (Aglaia argentea), durian (Durio spp.) dan lain-lain.
Jenis-jenis vegetasi yang ada di TNM terdiri merupakan keturunan flora Asia/Sulawesi yang mempunyai beberapa unsur Australia-dari hutan mangrove dan hutan pantai (0-5 m dpl), hutan dataran rendah (5-100 m dpl), hutan hujan primer dataran rendah (100-500 m dpl), hutan hujan primer pegunungan (500-2.500 m dpl), lumut (2.500-2.600 m dpl).
Vegetasi hutan mangrove ditandai oleh jenis pedada (Sonneratia alba), bakau (Rhizophora apiculata), bidu (Bruguiera sexangula), api-api (Avicennia officianalis) dan nipah (Nypa fruticans). Vegetasi ini letaknya tepat di belakang pantai berpasir yang agak tinggi dan merupakan jalur sempit. Perkembangan terbaiknya berada di sekitar tanjung Wae Mual dan sungai Wae Isal. Dibelakang jalur mangrove pada rawa dataran rendah terdapat jenis-jenis butun darat (Barringtonia recemosa), beringin (Ficus nodosa) dan pulai (Alstonia scholaris).
Perkembangan terbaik vegetasi hutan pantai di sepanjang pantai bagian utara dengan jenis-jenis yang mendominir antara lain tapak kuda/katang-katang (Ipomoea pescaprae), rumput jara-jara (Spinifex littoralis), ketapang (Terminalia catappa), pandan (Pandanus sp.), dan cemara laut (Casuariana equisetifolia).
Potensi Fauna
Manusela_brg dephutgoidPulau Seram hanya memiliki delapan jenis mamalia terestrial yang asli Seram terdiri dari tiga jenis Marsupial, yaitu bandicoot/mapea (Rhyncomeles prattorum), Kusu/Kuskus (Spilocuscus maculatus dan Phalanger orientalis) dan lima jenis Rodensia, yaitu Melomys aerosus, Melomys fulgens, Melomys fraterculus, Rattus ceramicus dan Rattus feliceus.
Di Taman Nasional Manusela dapat dijumpai jenis mamalia yang lebih besar seperti Rusa (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa dan S. Celebebsis), anjing liar (Canis familiar), kucing liar (Felis catus) dan musang (Paradoxurus hermaphroditus, Vivera tangulunga).
Ada 26 jenis kelelawar di kawasan Taman Nasional Manusela antara lain Rousettus amplixicaudus, Pteropus melaopogon, Pteropus ocularis dan Macroglossus minimus (Macdenald et al., 1993).
Manusela_cuscus dephutgoidPenelitian tentang burung di pulau Seram sudah dimulai sejak abad 17. Bowler dan Taylor (1993) menguraikan dengan jelas perkembangan penelitian tersebut. Pada saat ini kekayaan jenis burung Seram sudah diketahui sebanyak 196 species burung, 124 spesies diantaranya merupakan jenis menetap sedangkan 72 spesies adalah jenis burung migran. Sebanyak 13 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Seram
Birdlife International Indonesia Programme telah menetapkan Daerah Burung Endemik (DBE) Seram yang mencakup pulau Seram dan pulau-pulau kecil di sekitarnya (Ambon, Saparua, Boano, dan Haruku). 30 Jenis merupakan burung dengan sebaran terbatas, yakni burung yang penyebaran berbiaknya kurang dari 50.000 km², 14 diantaranya endemik (Sujatnika et al., 1995). Jenis burung sebaran terbatas di pulau Seram ada 28 jenis, dimana 8 jenis diantaranya adalah jenis burung endemik. Kasturi tengkuk ungu (Lorius domicella) dan Kakatua Maluku (Cacatua moluccensis) kondisinya sekarang terancam punah, karena adanya penangkapan untuk diperdagangkan (Shannaz et al., 1995). selain dua jenis di atas, terdapat jenis burung endemik lain seperti Diacrum vulneratum, raja udang (Halycon lazuli, H.sancta dan Alcedo atthis), Nuri Raja/Nuri Ambon (Alisterus amboinensis), Nuri Kepala Hitam (Lorius domicella), burung madu besar (Philemon subcorniculatus), serta Kasuari (Casuarius casuarius) .
Studi tentang reptilia di pulau Seram masih jarang. Penelitian yang dilakukan pada Ekspedisi Operation Raleigh di kawasan Taman Nasional Manusela menemukan 46 jenis reptilia, terdiri dari kura-kura air tawar (1 jenis), penyu laut (4 jenis), buaya (1 jenis), kadal (24 jenis) dan ular (17 jenis) (Edgar dan Lilley, 1993).
Tingkat endemisme reptil di pulau Seram termasuk rendah, hanya satu jenis kadal endemik Seram, yaitu Dibamus seramensis. Terdapat pula Soa-soa (Hydrosaurus amboinensis), Dua jenis ular Calamaria ceramensis dan Thyphlops kraai walaupun sedikit ditemukan juga di pulau-pulau sekitarnya. Buaya (Crocodylus porousus) sering dijumpai di sungai Wae Toluarang dan Wae Mual.
Dalam kawasan Taman Nasional Manusela terdapat 8 jenis amphibia yang tergolong dalam famili Ranidae, Hylidae dan Microhylidae. Jenis-jenis yang termasuk dalam famili :
*
Ranidae adalah Platymantis papuensis, Rana modesta dan Rana grisea ceramensis
*
Hylidae adalah Litoria vagabunda, Litoria sp. (Bicolor group), Litoria amboinesis, Litoria infrafenate
*
Microhylidae adalah Phrynomantis fusca
Jenis kupu-kupu yang terdapat dalam Taman Nasional Manusela diperkirakan sebanyak 90 jenis (FAO, 1981), antara lain famili :
*
Papilionidae yaitu Ornithoptera priamus, Ornithoptera goliathorocus, Papilio ulysses, Papilio fuscusfuscus, Grafthium stresemani.
*
Pieridae yaitu Si cantik Delias manuselensis, Delias sp., Hebomoia leucippe leucippe, Valeria jobaea eisa, Enaema candida candida.
*
Danidae yaitu Idea idea, Danaus chovsippus, Danaus hanata nigra, Eupolea ciimena melina, Eupolea sp.
Ada beberapa jenis kupu-kupu endemik Seram yaitu Epimastidia staudingeri dan Hypochrysops dolechallii
Potensi biota perairan baik di sungai maupun di air laut belum dilakukan penelitian secara mendetail, walaupun secara umum dapat dikatakan bahwa di sepanjang pantai utara antara Sasarata sampai dengan Pasahari maupun di Tanjung Sawai memiliki potensi yang sangat baik.
Kondisi Topografi
Kawasan Taman Nasional Manusela yang mencakup 20% dari keseluruhan luas pulau Seram, keadaan topografinya sebagian besar bergelombang dan lahannya merupakan pegunungan kapur. Topografi yang ada ini mulai dari dataran(dataran Mual) di bagian utara, bergelombang sedang- berbukit sampai bergunung-gunung dengan ketinggian 0 – 3027 meter di atas permukaan laut.
Kemiringan berkisar antara 30 – 60 % mulai dari gunung Markele sampai gunung Binaya yang merupakan puncak tertinggi. Sebagian besar kawasan ini memiliki kelerengan yang sangat terjal dengan lembah-lembah yang dalam. Bagian yang relatif landai terletak di bagian utara sekitar Wahai dan Sasarata serta bagian selatan di daerah Hatumete, Hatu dan Woke.
Berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan laut, kawasan Taman Nasional Manusela dapat dibedakan menjadi empat kategori, yaitu:
a. Dataran rendah di bawah ketinggian 500 meter dpl
b. Dataran tinggi antara 500 – 1500 meter dpl
c. Daerah pegunungan dengan ketinggian antara 1500-2500 meter dpl
d. Zona sub alpin dengan ketinggian antara 2500 – 3027 meter dpl
Taman Nasional Manusela
Taman Nasional Manusela merupakan kawasan konservasi dengan luas 189.000 Ha,dan merupakan taman nasional tipe B. Kawasan ini merupakan gabungan dari 2 cagar alam yaitu Cagar Alam Wae Nua dan Cagar Alam Wae Mual dan ditambah dengan perluasan wilayah Cagar Alam Wae Nua dan Cagar Alam Wae Mual. Secara administratif kawasan TNM termasuk di wilayah Kecamatan Seram Utara yang berkedudukan di Wahai dan Kecamatan Seram Selatan di Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.
Taman Nasional Manusela secara ekologis memiliki tujuh tipe vegetasi, yaitu berturut-turut dari pantai ke puncak gunung Binaya adalah sebagai berikut:
>Hutan mangrove (mangrove formation) Vegetasi mangrove merupakan jalur sempit, letaknya tepat di belakang pantai berpasir yang agak tinggi di sepanjang pantai utara. Perkembangan terbaik terdapat di sepanjang Tanjung Mual dan Muara Wai Isal. Jenis tumbuhan dominan antara lain Tancang (Sonneratia alba), Bakau-bakauan (Rhyzopora acuminata, Rhyzopora mucronata), Bruguiera sexangula, Api-api ( Avicenia sp) dan Nipah (Nypa fructicans).
>Vegetasi pantai ( beach formation) Vegetasi di Taman Nasional Manusela berkembang dengan baik di sepanjang pantai utara yang berpasir. Di daerah pesisir bagian selatan (walaupun di luar kawasan) sudah jarang ditemukan vegetasi pantai alami. Jenis-jenis tumbuhan yang dominan adalah Ipomea pescaprea, Svinivax litoralis, Terminalia cattapa, Pandanus sp, Casuarina equisetifolia .
>Hutan rawa dataran rendah (lowland swamp forest) Formasi ini merupakan kelompok-kelompok kecil yang perkembangannya kurang baik, letaknya di belakang hutan mangrove di pantai Utara. Jenis-jenis tumbuhan yang dominan adalah Nauclea sp, Ficus nodosa, Baringtonia racemosa, Eugenia sp, Callophyllum soulatri, Callophyllum inophyllum, Alstonia scholaris, Anthocephalus cadamba. Daerah ini, khususnya di sekitar Wai Isal dan Wai Mual. Pada musim kemarau yang berkepanjangan daerah ini sangat rawan kebakaran.
>Vegetasi tebing sungai (riverbank vegetation) Tipe vegetasi ini perkembangannya sangat baik di sepanjang sungai-sungai utama: Wai Mual dan lembah Wai Kawa. Jenis-jenis yang ditemukan di daerah ini antara lain: benuang ( Octomeles sumatrana), Ficus sp, Litsea sp, Eugenia spp, Diospyros sp, Vitex gofasus dan Alstonia spectabilis.
>Hutan hujan dataran rendah (lowland rain forest) Tipe vegetasi ini menutupi sebagian besar dataran rendah Wai Mual dan lembah wai Kawa di bagian utara sampai dengan ketinggian 500 meter dpl. Jenis-jenis penyusunnya antara lain meranti (Shorea seilanica, Shorea montigena), kayu kapur (Hopea spp), kayu raja (Koompassia malaccensis), kenari (Canarium spp), bintanggur (Callophyllum inophyllum), merbau (Intsia bijuga), pala hutan (Myristica succdaea, Myristica aromatea), dan Podocarpus spp.
>Hutan hujan pegunungan (mountain rain forest) Tipe vegetasi ini dijumpai di seluruh pegunungan Murkele, dan gunung Kobipoto, pada ketinggian antara 500 – 1.500 mdpl. Jenis-jenis yang ditemukan adalah Agathis alba, Agathis phillipinensis, Casuarina montana, Duabanga moluccana, Diospyros sp, Pterocarpus blumeii.
>Hutan hujan pegunungan juga kaya akan jenis-jenis rotan dan liana, tetapi secara umum dapat dikatakan hutannya dengan tumbuhan bawahnya yang jarang. Pada tempat yang lebih tinggi tumbuhan bawahnya bertambah dengan perdu dari jenis Impatens sp, Dianella sp, Brumania sp, Dacrydium sp, Phyllocladus sp, dan Podocarpus sp
>Hutan lumut (alpine/moss forest) Hutan lumut terletak di atas ketinggian 1.500 meter dpl, dan ditandai dengan pohon-pohonnya yang berukuran kecil dengan berbagai bentuk yang tertutup dengan lumut dan paku-pakuan yang biasanya tumbuh di atas tanah atau sebagai epifit. Tumbuhan utama antara lain Rhododendron sp dan Angiostris sp.
Taman Nasional Manusela secara ekologis memiliki tujuh tipe vegetasi, yaitu berturut-turut dari pantai ke puncak gunung Binaya adalah sebagai berikut:
>Hutan mangrove (mangrove formation) Vegetasi mangrove merupakan jalur sempit, letaknya tepat di belakang pantai berpasir yang agak tinggi di sepanjang pantai utara. Perkembangan terbaik terdapat di sepanjang Tanjung Mual dan Muara Wai Isal. Jenis tumbuhan dominan antara lain Tancang (Sonneratia alba), Bakau-bakauan (Rhyzopora acuminata, Rhyzopora mucronata), Bruguiera sexangula, Api-api ( Avicenia sp) dan Nipah (Nypa fructicans).
>Vegetasi pantai ( beach formation) Vegetasi di Taman Nasional Manusela berkembang dengan baik di sepanjang pantai utara yang berpasir. Di daerah pesisir bagian selatan (walaupun di luar kawasan) sudah jarang ditemukan vegetasi pantai alami. Jenis-jenis tumbuhan yang dominan adalah Ipomea pescaprea, Svinivax litoralis, Terminalia cattapa, Pandanus sp, Casuarina equisetifolia .
>Hutan rawa dataran rendah (lowland swamp forest) Formasi ini merupakan kelompok-kelompok kecil yang perkembangannya kurang baik, letaknya di belakang hutan mangrove di pantai Utara. Jenis-jenis tumbuhan yang dominan adalah Nauclea sp, Ficus nodosa, Baringtonia racemosa, Eugenia sp, Callophyllum soulatri, Callophyllum inophyllum, Alstonia scholaris, Anthocephalus cadamba. Daerah ini, khususnya di sekitar Wai Isal dan Wai Mual. Pada musim kemarau yang berkepanjangan daerah ini sangat rawan kebakaran.
>Vegetasi tebing sungai (riverbank vegetation) Tipe vegetasi ini perkembangannya sangat baik di sepanjang sungai-sungai utama: Wai Mual dan lembah Wai Kawa. Jenis-jenis yang ditemukan di daerah ini antara lain: benuang ( Octomeles sumatrana), Ficus sp, Litsea sp, Eugenia spp, Diospyros sp, Vitex gofasus dan Alstonia spectabilis.
>Hutan hujan dataran rendah (lowland rain forest) Tipe vegetasi ini menutupi sebagian besar dataran rendah Wai Mual dan lembah wai Kawa di bagian utara sampai dengan ketinggian 500 meter dpl. Jenis-jenis penyusunnya antara lain meranti (Shorea seilanica, Shorea montigena), kayu kapur (Hopea spp), kayu raja (Koompassia malaccensis), kenari (Canarium spp), bintanggur (Callophyllum inophyllum), merbau (Intsia bijuga), pala hutan (Myristica succdaea, Myristica aromatea), dan Podocarpus spp.
>Hutan hujan pegunungan (mountain rain forest) Tipe vegetasi ini dijumpai di seluruh pegunungan Murkele, dan gunung Kobipoto, pada ketinggian antara 500 – 1.500 mdpl. Jenis-jenis yang ditemukan adalah Agathis alba, Agathis phillipinensis, Casuarina montana, Duabanga moluccana, Diospyros sp, Pterocarpus blumeii.
>Hutan hujan pegunungan juga kaya akan jenis-jenis rotan dan liana, tetapi secara umum dapat dikatakan hutannya dengan tumbuhan bawahnya yang jarang. Pada tempat yang lebih tinggi tumbuhan bawahnya bertambah dengan perdu dari jenis Impatens sp, Dianella sp, Brumania sp, Dacrydium sp, Phyllocladus sp, dan Podocarpus sp
>Hutan lumut (alpine/moss forest) Hutan lumut terletak di atas ketinggian 1.500 meter dpl, dan ditandai dengan pohon-pohonnya yang berukuran kecil dengan berbagai bentuk yang tertutup dengan lumut dan paku-pakuan yang biasanya tumbuh di atas tanah atau sebagai epifit. Tumbuhan utama antara lain Rhododendron sp dan Angiostris sp.
Thursday, July 14, 2011
Pantai Sawai
Pantai Sawai ini berada di pulau Sawai kawasan kepulauan Seram Maluku.Di sekitar Pulau Seram terdapat beberapa pulau kecil yang menarik untuk dikunjungi antara lain Pulau Sawai dan Pulau Raja yang berada di lepas pantai di dekat Sawai ada sebuah desa yang berada di kawasan pantai utara Pulau Seram. Desa Sawai di pesisir utara Pulau Seram ini merupakan tujuan wisata utama yang potensial di Maluku. Desa ini merupakan desa nelayan yang sebagian besar rumah penduduknya dibangun di atas laut. Sebelah Selatan desa berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Manusela yang merupakan kawasan wisata alam dengan keragaman flora dan faunanya.
Wednesday, July 13, 2011
TRADISI PUKUL SAPU: Warisan Telukabessy di Negeri Seribu Bukit
Sebanyak 40 pria berbadan kekar berjalan tegap memasuki arena di pelataran Masjid Besar Morella diiringi teriakan penonton. Mereka bertelanjang dada, hanya mengenakan celana pendek dan ikat kepala merah serta menggenggam seikat lidi enau.
Mereka adalah petarung yang akan menghadirkan jejak perjuangan Kapitan Telukabessy melalui atraksi pukul sapu.
Tradisi pukul sapu digelar sekali setahun pada 7 Syawal. Tahun ini digelar pada 8 Oktober. Budaya yang telah bertahan ratusan tahun ini berakar pada perjuagan Kapitan Telukabessy yang memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan VOC tahun 1636-1646. Setelah dikalahkan , Kapitan Telukabessy dihukum mati . Pasukannya kemudian membubarkan diri dengan cara pukul sapu.
Tradisi ini kemudian bertahan hingga kini di Desa Morella dan Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku . Para pemuda dan lelaki dewasa ikut dalam pukul sapu di Morella dan Mamala. Ikut pukul sapu merupakan kebanggaan dan ujian kejantanan sebagai seorang laki-laki.
Acara itu ditonton oleh ribuan warga Maluku dan beberapa wisatawan mancanegara. Peserta dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing terdiri dari 20 orang. Tiap petarung berdiri berhadapan dengan petarung dari kelompok lain di tengah arena berukuran lapagan bola kaki. Tiap orang memegang batang lidi enau untuk disabetkan. Lidi diganti baru jika rusak atau patah.
Kelompok yang mendapat giliran memukul, mundur beberapa langkah untuk mengambil jarak sebatang lidi. Peserta dari kelompok lawan berdiri sambil mengangkat lidi di atas kepala dan membiarkan bagian tubuhnya untuk disabet lidi. Saat wasit meniup pluit, para peserta menyabetkan lidi ke tubuh lawan diiringi teriakan penggugah semangat.
Sabetan lidi meninggalkan bilur-bilur pada kulit pinggang, dada, dan punggung. Darah keluar dari kulit yang robek. Kerenyitan menahan sakit tampak di wajah para peserta. Giliran memukul berganti setelah lawan mundur terpojok kedekat penonton yang mengelilingi arena.
“Dalam tradisi ini tidak ada dendam, karena pukul sapu merupakan simbol persaudaraan. Para pejuang dari berbagai daerah di Maluku, Gowa (Sulawesi Selatan) dan Mataram (Jawa) pernah bersatu melawan penjajah di sini, “ tutur Abdul Kadir Latukau, Raja Negeri Morella.
Luka-luka di tubuh peserta pukul sapu merupakan simbol untuk mengenang persatuan para pejuang di bawah pimpinan Kapitan Telukabessy.
Perang Kapahaha
Dalam buku acara dipaparkan, perang berawal dari pengepungan Benteng Kapahaha milik warga Maluku dan pendirian markas VOC di Teluk Sawatelu pada tahun 1636. Pada puncak perang yang terjadi tujuh hari tujuh malam, para pejuang terdesak karena diserang dari darat dan tembakan meriam kapal-kapal VOC, Benteng Kapahaha akhirnya dikuasai Belanda, tetapi Kapitan Telukabessy lolos.
Pejuang yang tertangkap ditawan di Teluk Sawatelu dan sebagian dibawa ke Batavia. Telukabessy diberi pilihan, menyerahkan diri atau para tawanan dibunuh. Pada 19 Agustus 1946, Telukabessy menyerahkan diri ke Komandan Verheijden. Ia dihukum gantung oleh Gubernur Amboina Gerard Demmer di Benteng Victoria Ambon pada 13 September 1946.
Para tawanan yang ditawan selama tiga bulan dibebaskan pada 27 Oktober 1946. Para pejuang kemudian pulang ke daerah asal masing-masing. Pada upacara pelepasan, selain terian adat dan lagu-lagu daerah , juga dilakukan acara pukul sapu oleh para pemuda Kapahaha.
Atraksi budaya ini menarik wisatawan mancanegara. Dua wisatawan dari Inggris dan Belanda ikut dalam acara pukul sapu di Mamala. Mereka merasakan sabetan lidi enau dan diobati oleh minyak mamala.
“Rasanya tidak terlalu sakit. Ini luar biasa bisa ikut acara ini. Semoga minyak mamala bisa menyembuhkan luka-luka ini,” ujar Tom William (65) dari Inggris.
Menurut seorang pemuda Mamala, Hanfry (26), rasa sakitnya seperti terkena setrum listrik. Setelah diolesi minyak mamala, rasanya hangat walau sakitnya tetap terasa. Setelah tiga hari, luka akan kering dan sembuh.
Minyak mamala terbuat dari minyak kelapa yang diberi doa-doa secara Islam oleh para tetua adat dan pemuka agama di rumah Raja Mamala. Di Morella, luka sabetan diobati dengan getah jarak.
Tradisi pukul sapu penuh dengan petuah untuk saling menjaga persatuan dan persaudaraan. Petuah yang tercantum dalam kapata (syair) kuno di Mamala dan Morella itu diharapkan bisa menyatukan setiap anak negeri di wilayah penuh bukit itu. Kerukunan diharapkan akan memajukan daerah pengjasil ikan , pala, cengkeh, coklat, dammar, rotan, dan sagu itu.
Mereka adalah petarung yang akan menghadirkan jejak perjuangan Kapitan Telukabessy melalui atraksi pukul sapu.
Tradisi pukul sapu digelar sekali setahun pada 7 Syawal. Tahun ini digelar pada 8 Oktober. Budaya yang telah bertahan ratusan tahun ini berakar pada perjuagan Kapitan Telukabessy yang memimpin perjuangan rakyat Maluku melawan VOC tahun 1636-1646. Setelah dikalahkan , Kapitan Telukabessy dihukum mati . Pasukannya kemudian membubarkan diri dengan cara pukul sapu.
Tradisi ini kemudian bertahan hingga kini di Desa Morella dan Mamala, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku . Para pemuda dan lelaki dewasa ikut dalam pukul sapu di Morella dan Mamala. Ikut pukul sapu merupakan kebanggaan dan ujian kejantanan sebagai seorang laki-laki.
Acara itu ditonton oleh ribuan warga Maluku dan beberapa wisatawan mancanegara. Peserta dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing terdiri dari 20 orang. Tiap petarung berdiri berhadapan dengan petarung dari kelompok lain di tengah arena berukuran lapagan bola kaki. Tiap orang memegang batang lidi enau untuk disabetkan. Lidi diganti baru jika rusak atau patah.
Kelompok yang mendapat giliran memukul, mundur beberapa langkah untuk mengambil jarak sebatang lidi. Peserta dari kelompok lawan berdiri sambil mengangkat lidi di atas kepala dan membiarkan bagian tubuhnya untuk disabet lidi. Saat wasit meniup pluit, para peserta menyabetkan lidi ke tubuh lawan diiringi teriakan penggugah semangat.
Sabetan lidi meninggalkan bilur-bilur pada kulit pinggang, dada, dan punggung. Darah keluar dari kulit yang robek. Kerenyitan menahan sakit tampak di wajah para peserta. Giliran memukul berganti setelah lawan mundur terpojok kedekat penonton yang mengelilingi arena.
“Dalam tradisi ini tidak ada dendam, karena pukul sapu merupakan simbol persaudaraan. Para pejuang dari berbagai daerah di Maluku, Gowa (Sulawesi Selatan) dan Mataram (Jawa) pernah bersatu melawan penjajah di sini, “ tutur Abdul Kadir Latukau, Raja Negeri Morella.
Luka-luka di tubuh peserta pukul sapu merupakan simbol untuk mengenang persatuan para pejuang di bawah pimpinan Kapitan Telukabessy.
Perang Kapahaha
Dalam buku acara dipaparkan, perang berawal dari pengepungan Benteng Kapahaha milik warga Maluku dan pendirian markas VOC di Teluk Sawatelu pada tahun 1636. Pada puncak perang yang terjadi tujuh hari tujuh malam, para pejuang terdesak karena diserang dari darat dan tembakan meriam kapal-kapal VOC, Benteng Kapahaha akhirnya dikuasai Belanda, tetapi Kapitan Telukabessy lolos.
Pejuang yang tertangkap ditawan di Teluk Sawatelu dan sebagian dibawa ke Batavia. Telukabessy diberi pilihan, menyerahkan diri atau para tawanan dibunuh. Pada 19 Agustus 1946, Telukabessy menyerahkan diri ke Komandan Verheijden. Ia dihukum gantung oleh Gubernur Amboina Gerard Demmer di Benteng Victoria Ambon pada 13 September 1946.
Para tawanan yang ditawan selama tiga bulan dibebaskan pada 27 Oktober 1946. Para pejuang kemudian pulang ke daerah asal masing-masing. Pada upacara pelepasan, selain terian adat dan lagu-lagu daerah , juga dilakukan acara pukul sapu oleh para pemuda Kapahaha.
Atraksi budaya ini menarik wisatawan mancanegara. Dua wisatawan dari Inggris dan Belanda ikut dalam acara pukul sapu di Mamala. Mereka merasakan sabetan lidi enau dan diobati oleh minyak mamala.
“Rasanya tidak terlalu sakit. Ini luar biasa bisa ikut acara ini. Semoga minyak mamala bisa menyembuhkan luka-luka ini,” ujar Tom William (65) dari Inggris.
Menurut seorang pemuda Mamala, Hanfry (26), rasa sakitnya seperti terkena setrum listrik. Setelah diolesi minyak mamala, rasanya hangat walau sakitnya tetap terasa. Setelah tiga hari, luka akan kering dan sembuh.
Minyak mamala terbuat dari minyak kelapa yang diberi doa-doa secara Islam oleh para tetua adat dan pemuka agama di rumah Raja Mamala. Di Morella, luka sabetan diobati dengan getah jarak.
Tradisi pukul sapu penuh dengan petuah untuk saling menjaga persatuan dan persaudaraan. Petuah yang tercantum dalam kapata (syair) kuno di Mamala dan Morella itu diharapkan bisa menyatukan setiap anak negeri di wilayah penuh bukit itu. Kerukunan diharapkan akan memajukan daerah pengjasil ikan , pala, cengkeh, coklat, dammar, rotan, dan sagu itu.
Wisata Bahari Laut BANDA
Kegiatan pelancong wisata bahari di perairan Banda beraneka ragam, seperti melihat taman laut dari atas perahu, menyelam, memancing ikan tuna dan cakalang, melihat ikan paus, lumba-lumba, burung laut dan menyaksikan Arombai Manggurebe (Lomba Belang atau balap perahu).
Wisata bahari ini dapat dilakukan pada musim teduh (musim laut tidak berombak), yang terjadi pada bulan Maret, April, Mei, September. Oktober dan Nopember. Berwisata di sini benar-benar mengasikkan karena wisatawan dapat mencoba sendiri menggunakan alat pancing untuk menangkap ikan tuna dan cakalang.
Keistimewaan
Taman Laut Banda memiliki 350 spesies biota laut, termasuk berbagai jenis kerang purba yang saat ini hampir punah. Keindahan taman laut yang di dalamnya terdapat berbagai macam ikan, akan semakin memanjakan para penyelam.
Lokasi
Lokasi taman laut Banda terletak di antara Pulau Neira, Pulau Gunung Api, Pulau Ai, Pulau Sjahrir dan Pulau Hatta. Tepatnya terletak di Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.
Akses
Untuk menuju lokasi dapat ditempuh dengan menumpang kapal feri dari Kota Ambon selama satu malam dengan harga tiket Rp 80.000.
Tiket
Setiap pengunjung tidak dikenakan biaya masuk ke lokasi.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Jasa pelayanan guide dapat membantu wisatawan untuk menggunakan alat-alat pancing, sekaligus menjelaskan proses penangkapan ikan cakalang yang dilakukan oleh nelayan.
Di Pulau Banda terdapat banyak toko yang menjual berbagai souvenir, seperti miniatur kapal dalam botol, anyaman bambu alat memetik pala dan benda-benda replika peninggalan Belanda dan Portugis. Terdapat pula beberapa guest house yang disewakan untuk menginap.
Wisata bahari ini dapat dilakukan pada musim teduh (musim laut tidak berombak), yang terjadi pada bulan Maret, April, Mei, September. Oktober dan Nopember. Berwisata di sini benar-benar mengasikkan karena wisatawan dapat mencoba sendiri menggunakan alat pancing untuk menangkap ikan tuna dan cakalang.
Keistimewaan
Taman Laut Banda memiliki 350 spesies biota laut, termasuk berbagai jenis kerang purba yang saat ini hampir punah. Keindahan taman laut yang di dalamnya terdapat berbagai macam ikan, akan semakin memanjakan para penyelam.
Lokasi
Lokasi taman laut Banda terletak di antara Pulau Neira, Pulau Gunung Api, Pulau Ai, Pulau Sjahrir dan Pulau Hatta. Tepatnya terletak di Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku.
Akses
Untuk menuju lokasi dapat ditempuh dengan menumpang kapal feri dari Kota Ambon selama satu malam dengan harga tiket Rp 80.000.
Tiket
Setiap pengunjung tidak dikenakan biaya masuk ke lokasi.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Jasa pelayanan guide dapat membantu wisatawan untuk menggunakan alat-alat pancing, sekaligus menjelaskan proses penangkapan ikan cakalang yang dilakukan oleh nelayan.
Di Pulau Banda terdapat banyak toko yang menjual berbagai souvenir, seperti miniatur kapal dalam botol, anyaman bambu alat memetik pala dan benda-benda replika peninggalan Belanda dan Portugis. Terdapat pula beberapa guest house yang disewakan untuk menginap.
Profil Kabupaten Maluku Tengah
Kabupaten Maluku Tengah beribukota di Masohi ini memiliki luas wilayah secara keseluruhan 11.595,57 km2 terbagi menjadi 11 Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Laut Seram di sebelah utara, Laut Banda di sebalah selatan, Kabupaten Buru di sebelah barat, serta Provinsi Papua di sebelah timur. Aktivitas perdagangan lebih mendominasi kegiatan perekonomian dan hanya bisa diungguli oleh aktivitas pertanian dalam arti luas: pertanian tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Di Maluku Tengah terdapat 10 pasar dengan pusat kegiatan tersier ini berada di Pasar Binaya di Kecamatan Kota Masohi, pasar ini melayani perdagangan besar dan eceran meliputi kebutuhan pokok hingga elektronika dengan distribusi barang-barang ke berbagai pulau di Kabupaten yang 92,4 persen wilayahnya berupa laut. Komoditas unggulan perkebunan daerah ini berupa cengkeh juga dikirim ke luar kabupaten untuk memasok kebutuhan industri rokok. Daerah penghasil cengkeh seperti Kecamatan Amahe, Kairatu, Seram Barat, Bula, Taniwel, Seram Utara, Werinama, Leihtu, Salahutu, pulau Haruku, Saparua, Nusa Laut, dan Tehoru. Komoditas unggulan perkebunan lainnya berupa pala dan fuli ini ditanam di Kecamatan Seram Timur, Leihitu, dan Saparua. Kelancaran angkutan disertai peningkatan keamanan telah mendorong ekspor komoditas hasil alam dapat semakin lancar dikirimkan ke berbagai negara tujuan. Produk ekspor terbesar Kabupaten yang bermotto Pamahanu Nusa yang berarti membangun nusa dan bangsa adalah akyu lapis hasil olahan dari hutan di Pulau Seram, selain itu juga terdapat kayu gergajian, kayu bulat, dan arang kayu diekspor ke Jepang, Belanda, Belgia, Aljazair, dan negara-negara di Timur Tengah. Hasil alam lain yang laku di luar negeri adalah ikan tuna dan udang dalam keadaan beku, kabupaten bergaris pantai 2.230 Km ini memang memiliki potensi besar dalam usaha perikanan.
Daerah ini juga memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan yang dapat memberikan pemasukan bagi kas daerah ini, obyek wisata yang beragam mulai dari pantai, goa, danau, air panas, taman laut, wisata budaya, hingga wisata ssejarah berupa rumah yang dahulu pernah ditempati oleh para pahlawan nasional dapat dikunjungi. Di sektor pertambangan, daerah ini juga memiliki potensi tambang berupa emas, mika hitam, gas bumi, batu bara, dan piryt akan membantu meningkatkan perekonomian daerah menyusul eksploitasi minyak bumi di Kecamatan Bula oleh perusahaan asing asal Australia bekerja sama dengan Pertamina dengan produksi 515 barrel per hari.
Daerah ini juga memiliki potensi wisata yang bisa dikembangkan yang dapat memberikan pemasukan bagi kas daerah ini, obyek wisata yang beragam mulai dari pantai, goa, danau, air panas, taman laut, wisata budaya, hingga wisata ssejarah berupa rumah yang dahulu pernah ditempati oleh para pahlawan nasional dapat dikunjungi. Di sektor pertambangan, daerah ini juga memiliki potensi tambang berupa emas, mika hitam, gas bumi, batu bara, dan piryt akan membantu meningkatkan perekonomian daerah menyusul eksploitasi minyak bumi di Kecamatan Bula oleh perusahaan asing asal Australia bekerja sama dengan Pertamina dengan produksi 515 barrel per hari.
Tuesday, June 21, 2011
Iklim
Iklim di Kota Ambon adalah iklim laut tropis dan iklim musim, karena letak pulau Ambon di kelilinggi oleh laut. Oleh karena itu iklim di sini sangat dipengaruhi oleh lautan dan berlangsung bersamaan dengan iklim musim, yaitu musim Barat atau Utara dan musim Timur atau Tenggara. Pergantian musim selalu diselingi oleh musim Pancaroba yang merupakan transisi dari kedua musim tersebut. Musim Barat umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan April merupakan masa transisi ke musim Timur dan musim Timur berlangsung dari bulan Mei sampai dengan bulan Oktober disusul oleh masa pancaroba pada bulan Nopember yang merupakan transisi ke musim Barat.
Pakaian Baju Cele Kain Salele
Baju cele ini bermotif garis-garis geometris/berkotak-kotak kecil. Baju cele ini biasanya dikombinasikan dengan kain sarung yang warnanya tidak terlalu jauh berbeda, harus seimbang dan serasi.
Baju cele ini dipakai juga dalam upacara-upacara adat (acara pelantikan raja, acara cuci negeri, acara pesta negeri, acara panas pela dll.) dan di kombinasi dengan kain yang pelekat yang disalele yaitu disarung dari luar dilapisi sampai batas lutut dan dipakai lenso (sapu tangan yang diletakan di pundak).
Pakaian ini dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai selop. Konde/sanggul yaitu konde bulan yang diperkuat lagi dengan tusukan konde yang disebut haspel yang terbuat dari emas atau perak.
Baju cele ini dipakai juga dalam upacara-upacara adat (acara pelantikan raja, acara cuci negeri, acara pesta negeri, acara panas pela dll.) dan di kombinasi dengan kain yang pelekat yang disalele yaitu disarung dari luar dilapisi sampai batas lutut dan dipakai lenso (sapu tangan yang diletakan di pundak).
Pakaian ini dipakai tanpa pengalas kaki atau boleh juga pakai selop. Konde/sanggul yaitu konde bulan yang diperkuat lagi dengan tusukan konde yang disebut haspel yang terbuat dari emas atau perak.
Wednesday, June 15, 2011
Administrative divisions
The Maluku Islands were a single province since Indonesian independence, until they were split into North Maluku and Maluku in 1999.
North Maluku province
* Ternate, the site of the provincial capital
* Tidore
* Bacan
* Halmahera, at 20,000 km2 the largest of the Maluku Islands
* Morotai
* Obi Islands
* Sula Islands
Maluku province
* Ambon, the site of the provincial capital
* Aru Islands
* Babar Islands
* Banda Islands
* Buru
* Kai Islands
* Kisar
* Leti Islands
* Seram, and adjacent islands
* Sermata Islands
* Tanimbar Islands
* Wetar
North Maluku province
* Ternate, the site of the provincial capital
* Tidore
* Bacan
* Halmahera, at 20,000 km2 the largest of the Maluku Islands
* Morotai
* Obi Islands
* Sula Islands
Maluku province
* Ambon, the site of the provincial capital
* Aru Islands
* Babar Islands
* Banda Islands
* Buru
* Kai Islands
* Kisar
* Leti Islands
* Seram, and adjacent islands
* Sermata Islands
* Tanimbar Islands
* Wetar
Monday, May 23, 2011
Sagu Lempeng
Sagu lempeng adalah salah satu jenis makanan yang proses pemasakannay dengan cara dibakar di dalam cetakan yang terbuat dari batu atau tanah liat yang disebut dengan forna. Sehingga menghasilkan lempengan sagu berwarna kecokelatan.
Tapi kini sagu lempeng tidak hanya berwarna kecokelatan saja, tapi ada juga yang berwarna merah muda agar tampilannya lebih menarik. Sagu lempeng biasanya dimakan sebagai camilan ringan bersama dengan kopi atau pun teh. Rasanya agak sedikit keras, jadi berhati-hatilah bagi Anda yang tak bisa makan-makanan yang keras!
Tapi kini sagu lempeng tidak hanya berwarna kecokelatan saja, tapi ada juga yang berwarna merah muda agar tampilannya lebih menarik. Sagu lempeng biasanya dimakan sebagai camilan ringan bersama dengan kopi atau pun teh. Rasanya agak sedikit keras, jadi berhati-hatilah bagi Anda yang tak bisa makan-makanan yang keras!
Tuesday, May 17, 2011
Papeda
Papeda atau bubur sagu, merupakan makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua. Makanan ini terdapat di hampir semua daerah di Maluku dan Papua.
Papeda dibuat dari tepung sagu. Pembuatnya para penduduk di pedalaman Papua. Tepung sagu dibuat dengan cara menokok batang sagu. Pohon yang bagus untuk dibuat sagu adalah pohon yang berumur antara tiga hingga lima tahun.
Mula-mula pokok sagu dipotong. Lalu bonggolnya diperas hingga sari patinya keluar. Dari sari pati ini diperoleh tepung sagu murni yang siap diolah. Tepung sagu kemudian disimpan di dalam alat yang disebut tumang.
Papeda biasanya disantap bersama kuah kuning, yang terbuat dari ikan tongkol atau ikan mubara dan dibumbui kunyit dan jeruk nipis.
Papeda dibuat dari tepung sagu. Pembuatnya para penduduk di pedalaman Papua. Tepung sagu dibuat dengan cara menokok batang sagu. Pohon yang bagus untuk dibuat sagu adalah pohon yang berumur antara tiga hingga lima tahun.
Mula-mula pokok sagu dipotong. Lalu bonggolnya diperas hingga sari patinya keluar. Dari sari pati ini diperoleh tepung sagu murni yang siap diolah. Tepung sagu kemudian disimpan di dalam alat yang disebut tumang.
Papeda biasanya disantap bersama kuah kuning, yang terbuat dari ikan tongkol atau ikan mubara dan dibumbui kunyit dan jeruk nipis.
Monday, May 16, 2011
Mesjid Wapauwe
Mesjid Tua Wapauwe, menyimpan sejarah peradaban agama-agama dunia, Provinsi Seribu Pulau, Maluku juga menyimpan peninggalan sejarah Islam yang masih ada dan tidak lekat dimakan zaman. Di utara Pulau Ambon, tepatnya di Negeri (desa) Kaitetu Kecamatan, Leihitu Kabupaten, Maluku Tengah, berdiri Masjid Tua Wapauwe. Umurnya mencapai tujuh abad. Masjid ini dibangun tahun 1414 Masehi. Masih berdiri kokoh dan menjadi bukti sejarah Islam masa lampau.
Untuk mencapai Negeri Kaitetu dimana Masjid Tua Wapauwe berada, dari pusat Kota Ambon kita bisa menggunakan transportasi darat dengan menempuh waktu satu jam perjalanan. Bertolak dari Kota Ambon ke arah timur menuju Negeri Passo. Di simpang tiga Passo membelok ke arah kiri melintasi jembatan, menuju arah utara dan melewati pegunungan hijau dengan jalan berbelok serta menanjak. Sepanjang perjalanan kita bisa
menikmati pemandangan alam pegunungan, dengan sisi jalan yang terkadang memperlihatkan jurang, tebing, atau hamparan tanaman cengkih dan pala hijau
menyejukkan mata.
Sebelum mencapai Kaitetu, kita terlebih dahulu bertemu Negeri Hitu, yang terletak sekitar 22 kilometer dari Ambon. Sebuah ruas jalan yang menurun, mengantarkan kita memasuki Hitu. Pada ruas jalan tersebut kita disuguhi panorama pesisir pantai Utara Pulau Ambon yang indah dengan hamparan pohon kelapa dan bakau. Dari situ juga, kita dapat melihat dengan jelas Selat Seram dengan lautnya yang tenang.
Tiba di simpang empat Hitu, kita harus membelokkan kendaraan ke arah kiri, atau menuju arah barat menyusuri pesisir Utara Jazirah Hitu. Baru setelah kita menempuh 12 kilometer perjalanan dari situ, kita akan menemukan Negeri Kaitetu.
Masjid yang masih dipertahankan dalam arsitektur aslinya ini, berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu dalam bentuk yang sangat sederhana. Konstruksinya berdinding gaba-gaba (pelepah sagu yang kering) dan beratapkan daun rumbia tersebut, masih berfungsi dengan baik sebagai tempat ber-shalat Jumat maupun shalat lima waktu, kendati
sudah ada masjid baru di desa itu.
Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Typologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar. Bangunan asli pada saat pendiriannya tidak mempunyai serambi. Meskipun kecil dan sederhana, masjid ini mempunyai beberapa keunikan yang jarang dimiliki masjid lainnya, yaitu konstruksi bangunan induk dirancang tanpa memakai paku atau pasak kayu pada setiap sambungan kayu.
Hal lainnya yang bernilai sejarah dari masjid tersebut yakni tersimpan dengan baiknya Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.
Imam Muhammad Arikulapessy adalah imam pertama Masjid Wapauwe. Sedangkan Nur Cahya adalah cucu Imam Muhammad Arikulapessy. Mushaf hasil kedua orang ini pernah
dipamerkan di Festival Istiqlal di Jakarta, tahun 1991 dan 1995.
Selain Alquran, karya Nur Cahya lainnya adalah: Kitab Barzanzi atau syair puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sekumpulan naskah khotbah seperti Naskah Khutbah
Jumat Pertama Ramadhan 1661 M, Kalender Islam tahun 1407 M, sebuah falaqiah (peninggalan) serta manuskrip Islam lain yang sudah berumur ratusan tahun.
Kesemuanya peninggalan sejarah tadi, saat ini merupakan pusaka Marga Hatuwe yang masih tersimpan dengan baik di rumah pusaka Hatuwe yang dirawat oleh Abdul Rachim Hatuwe, Keturunan XII Imam Muhammad Arikulapessy. Jarak antara rumah pusaka Hatuwe dengan Masjid Wapauwe hanya 50 meter.
RENOVASI
Masjid ini direnovasi pertama kali oleh pendirinya, Jamilu pada tahun 1464, tanpa merubah bentuk aslinya. Meski pernah mengalami dua kali pemindahan, bangunan inti masjid ini tetap asli. Bangunan ini mengalami renovasi kedua kali pada tahun 1895 dengan penambahan
serambi di depan atau bagian timur masjid.
Masjid berkali-kali mengalami renovasi sekunder setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1959, atap masjid mulai menggunakan semen PC yang sebelumnya masih berkerikil. Setelah itu terjadi dua kali renovasi besar-besaran, yaitu pada Desember 1990-Januari 1991 dengan pergantian 12 buah tiang sebagai kolom penunjang dan balok penopang atap. Pada tahun 1993 dilakukan pergantian balok penadah kasau dan bumbungan, dengan tidak mengganti empat buah tiang sebagai kolom utama.
Pada tahun 1997, atap masjid yang semula menggunakan seng diganti dengan bahan (semula) dari nipah. Atap nipah diganti setiap lima tahun sekali. Meski pernah direnovasi berkali-kali, masjid ini tetap asli karena tidak merubah bentuk inti masjid sama sekali. Sehingga, dapat dikatakan bahwa masjid ini sebagai masjid tertua di tanah air yang masih terpelihara keasliannya hingga kini. Maret 2008 lalu, Masjid ini direnovasi kembali. Struktur atap yang terbuat dari pelepah sagu diganti yang baru.
WARISAN SEJARAH
Bukan suatu kebetulan, Masjid Wapauwe berada di daerah yang mengandung banyak peninggalan purbakala. Sekitar 150 meter dari masjid ke arah utara, di tepi jalan raya
terdapat sebuah gereja tua peninggalan Portugis dan Belanda. Kini gereja itu telah hancur akibat konflik agama yang meletus di Ambon tahun 1999 lalu. Selain itu, 50 meter dari gereja ke utara, berdiri dengan kokoh sebuah benteng tua “New Amsterdam”. Benteng peninggalan Belanda yang mulanya adalah loji Portugis. Benteng New Amsterdam terletak di bibir pantai ini dan menjadi saksi sejarah perlawanan para pejuang Tanah Hitu melalui Perang Wawane (1634-1643) serta Perang Kapahaha (1643-1646).
“Masjid ini memiliki nilai historis arkeologis yang penting. Didalamnya terpancar budaya masa lalu sehingga perlu kita lestarikan,” kata Pejabat Negeri Kaitetu, Yamin Lumaela, di rumah Raja Negeri Kaitetu. Lumalea berharap, keberadaan Masjid Wapauwe beserta
beberapa peninggalan sejarah Islam lainnya yang sudah tua, bisa menjadi salah satu wilayah atau daerah tujuan wisata di Kepulauan Maluku.
“Sebelum kerusuhan banyak wisatawan yang datang kemari. Kondisinya berubah saat konflik. Sekarang pengunjungnya sangat kurang,” ungkapnya. Berdirinya Masjid Wapauwe di Negeri Kaitetu tidak terlepas dari hikayat perjalanan para mubaligh Islam yang datang dari Timur Tengah membawa ciri khas kebudayaannya ke dalam tatanan kehidupan masyarakat yang mendiami bagian utara Pulau Ambon, yakni jazirah Hitu yang dikenal dengan sebutan Tanah Hitu. Ciri khas ini kemudian melahirkan satu peradaban yang bernuansa Islam dan masih bertahan dilingkungan masyarakat setempat hingga saat ini seperti, budaya kesenian (hadrat), perkawinan, dan khitanan.
Mulanya Masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Kedatangan Perdana Jamilu ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M, yakni untuk mengembangkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly, yang sebelumnya sudah dibawa oleh
mubaligh dari negeri Arab.
Masjid ini mengalami perpindahan tempat akibat gangguan dari Belanda yang menginjakkan kakinya di Tanah Hitu pada tahun 1580 setelah Portugis di tahun 1512. Sebelum pecah Perang Wawane tahun 1634, Belanda sudah mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 kilometer sebelah timur Wawane. Kondisi tempat pertama masjid ini berada yakni di Lereng Gunung Wawane, dan sekarang ini sudah menyerupai
kuburan. Dan jika ada daun dari pepohonan di sekitar tempat itu gugur, secara ajaib tak satupun daun yang jatuh diatasnya. Tempat kedua masjid ini berada di suatu daratan dimana banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu yang dalam bahasa Kaitetu disebut Wapa. Itulah sebabnya masjid ini diganti namanya dengan sebutan Masjid Wapauwe, artinya masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.
Pada tahun 1646 Belanda akhirnya dapat menguasai seluruh Tanah Hitu. Dalam rangka kebijakan politik ekonominya, Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan tidak terkecuali penduduk kelima negeri tadi. Proses pemindahan lima negeri ini terjadi pada tahun 1664, dan tahun itulah ditetapkan kemudian sebagai tahun berdirinya Negeri Kaitetu.
PINDAH SECARA GAIB
Menurut cerita rakyat setempat, dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid Wapauwe masih berada di dataran Tehala. Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya
masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya. “Menurut kepercayaan kami (masyarakat Kaitetu, red) masjid ini berpindah secara gaib. Karena menurut cerita orang tua-tua kami, saat masyarakat bangun pagi ternyata masjid sudah ada,” kata Ain Nukuhaly, warga
Kaitetu. Sementara itu, kondisi Mushaf Nur Cahya beserta manuskrip tua lainnya tampak terawat meskipun sudah mengalami sedikit kerusakan seperti berlobang kecil, sebagian seratnya terbuka dan tinta yang pecah akibat udara lembab.
Menurut Rahman Hatuwe, ahli waris Mushaf Nur Cahya, kerusakan tersebut akibat faktor kertasnya yang sudah tua, debu, kelembaban udara serta insek (hewan) kertas. Dia menambahkan, pihaknya pernah mendapat obat serbuk (tidak disebutkan namanya) untuk menjaga keawetan manuskrip-manuskrip tua ini, hanya saja obat tersebut sudah habis.
“Alquran Nur Cahya ini masih jelas, dan waktu-waktu tertentu saya masih sering membaca (ayat-ayat suci Alquran dari Mushaf ini, red) seperti pada waktu Ramadan sekarang ini,” kata Rahman yang adalah keturunan VIII Imam Muhammad Arikulapessy [jakarta45.wordpress]
Untuk mencapai Negeri Kaitetu dimana Masjid Tua Wapauwe berada, dari pusat Kota Ambon kita bisa menggunakan transportasi darat dengan menempuh waktu satu jam perjalanan. Bertolak dari Kota Ambon ke arah timur menuju Negeri Passo. Di simpang tiga Passo membelok ke arah kiri melintasi jembatan, menuju arah utara dan melewati pegunungan hijau dengan jalan berbelok serta menanjak. Sepanjang perjalanan kita bisa
menikmati pemandangan alam pegunungan, dengan sisi jalan yang terkadang memperlihatkan jurang, tebing, atau hamparan tanaman cengkih dan pala hijau
menyejukkan mata.
Sebelum mencapai Kaitetu, kita terlebih dahulu bertemu Negeri Hitu, yang terletak sekitar 22 kilometer dari Ambon. Sebuah ruas jalan yang menurun, mengantarkan kita memasuki Hitu. Pada ruas jalan tersebut kita disuguhi panorama pesisir pantai Utara Pulau Ambon yang indah dengan hamparan pohon kelapa dan bakau. Dari situ juga, kita dapat melihat dengan jelas Selat Seram dengan lautnya yang tenang.
Tiba di simpang empat Hitu, kita harus membelokkan kendaraan ke arah kiri, atau menuju arah barat menyusuri pesisir Utara Jazirah Hitu. Baru setelah kita menempuh 12 kilometer perjalanan dari situ, kita akan menemukan Negeri Kaitetu.
Masjid yang masih dipertahankan dalam arsitektur aslinya ini, berdiri di atas sebidang tanah yang oleh warga setempat diberi nama Teon Samaiha. Letaknya di antara pemukiman penduduk Kaitetu dalam bentuk yang sangat sederhana. Konstruksinya berdinding gaba-gaba (pelepah sagu yang kering) dan beratapkan daun rumbia tersebut, masih berfungsi dengan baik sebagai tempat ber-shalat Jumat maupun shalat lima waktu, kendati
sudah ada masjid baru di desa itu.
Bangunan induk Masjid Wapauwe hanya berukuran 10 x 10 meter, sedangkan bangunan tambahan yang merupakan serambi berukuran 6,35 x 4,75 meter. Typologi bangunannya berbentuk empat bujur sangkar. Bangunan asli pada saat pendiriannya tidak mempunyai serambi. Meskipun kecil dan sederhana, masjid ini mempunyai beberapa keunikan yang jarang dimiliki masjid lainnya, yaitu konstruksi bangunan induk dirancang tanpa memakai paku atau pasak kayu pada setiap sambungan kayu.
Hal lainnya yang bernilai sejarah dari masjid tersebut yakni tersimpan dengan baiknya Mushaf Alquran yang konon termasuk tertua di Indonesia. Yang tertua adalah Mushaf Imam Muhammad Arikulapessy yang selesai ditulis (tangan) pada tahun 1550 dan tanpa iluminasi (hiasan pinggir). Sedangkan Mushaf lainnya adalah Mushaf Nur Cahya yang selesai ditulis pada tahun 1590, dan juga tanpa iluminasi serta ditulis tangan pada kertas produk Eropa.
Imam Muhammad Arikulapessy adalah imam pertama Masjid Wapauwe. Sedangkan Nur Cahya adalah cucu Imam Muhammad Arikulapessy. Mushaf hasil kedua orang ini pernah
dipamerkan di Festival Istiqlal di Jakarta, tahun 1991 dan 1995.
Selain Alquran, karya Nur Cahya lainnya adalah: Kitab Barzanzi atau syair puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sekumpulan naskah khotbah seperti Naskah Khutbah
Jumat Pertama Ramadhan 1661 M, Kalender Islam tahun 1407 M, sebuah falaqiah (peninggalan) serta manuskrip Islam lain yang sudah berumur ratusan tahun.
Kesemuanya peninggalan sejarah tadi, saat ini merupakan pusaka Marga Hatuwe yang masih tersimpan dengan baik di rumah pusaka Hatuwe yang dirawat oleh Abdul Rachim Hatuwe, Keturunan XII Imam Muhammad Arikulapessy. Jarak antara rumah pusaka Hatuwe dengan Masjid Wapauwe hanya 50 meter.
RENOVASI
Masjid ini direnovasi pertama kali oleh pendirinya, Jamilu pada tahun 1464, tanpa merubah bentuk aslinya. Meski pernah mengalami dua kali pemindahan, bangunan inti masjid ini tetap asli. Bangunan ini mengalami renovasi kedua kali pada tahun 1895 dengan penambahan
serambi di depan atau bagian timur masjid.
Masjid berkali-kali mengalami renovasi sekunder setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1959, atap masjid mulai menggunakan semen PC yang sebelumnya masih berkerikil. Setelah itu terjadi dua kali renovasi besar-besaran, yaitu pada Desember 1990-Januari 1991 dengan pergantian 12 buah tiang sebagai kolom penunjang dan balok penopang atap. Pada tahun 1993 dilakukan pergantian balok penadah kasau dan bumbungan, dengan tidak mengganti empat buah tiang sebagai kolom utama.
Pada tahun 1997, atap masjid yang semula menggunakan seng diganti dengan bahan (semula) dari nipah. Atap nipah diganti setiap lima tahun sekali. Meski pernah direnovasi berkali-kali, masjid ini tetap asli karena tidak merubah bentuk inti masjid sama sekali. Sehingga, dapat dikatakan bahwa masjid ini sebagai masjid tertua di tanah air yang masih terpelihara keasliannya hingga kini. Maret 2008 lalu, Masjid ini direnovasi kembali. Struktur atap yang terbuat dari pelepah sagu diganti yang baru.
WARISAN SEJARAH
Bukan suatu kebetulan, Masjid Wapauwe berada di daerah yang mengandung banyak peninggalan purbakala. Sekitar 150 meter dari masjid ke arah utara, di tepi jalan raya
terdapat sebuah gereja tua peninggalan Portugis dan Belanda. Kini gereja itu telah hancur akibat konflik agama yang meletus di Ambon tahun 1999 lalu. Selain itu, 50 meter dari gereja ke utara, berdiri dengan kokoh sebuah benteng tua “New Amsterdam”. Benteng peninggalan Belanda yang mulanya adalah loji Portugis. Benteng New Amsterdam terletak di bibir pantai ini dan menjadi saksi sejarah perlawanan para pejuang Tanah Hitu melalui Perang Wawane (1634-1643) serta Perang Kapahaha (1643-1646).
“Masjid ini memiliki nilai historis arkeologis yang penting. Didalamnya terpancar budaya masa lalu sehingga perlu kita lestarikan,” kata Pejabat Negeri Kaitetu, Yamin Lumaela, di rumah Raja Negeri Kaitetu. Lumalea berharap, keberadaan Masjid Wapauwe beserta
beberapa peninggalan sejarah Islam lainnya yang sudah tua, bisa menjadi salah satu wilayah atau daerah tujuan wisata di Kepulauan Maluku.
“Sebelum kerusuhan banyak wisatawan yang datang kemari. Kondisinya berubah saat konflik. Sekarang pengunjungnya sangat kurang,” ungkapnya. Berdirinya Masjid Wapauwe di Negeri Kaitetu tidak terlepas dari hikayat perjalanan para mubaligh Islam yang datang dari Timur Tengah membawa ciri khas kebudayaannya ke dalam tatanan kehidupan masyarakat yang mendiami bagian utara Pulau Ambon, yakni jazirah Hitu yang dikenal dengan sebutan Tanah Hitu. Ciri khas ini kemudian melahirkan satu peradaban yang bernuansa Islam dan masih bertahan dilingkungan masyarakat setempat hingga saat ini seperti, budaya kesenian (hadrat), perkawinan, dan khitanan.
Mulanya Masjid ini bernama Masjid Wawane karena dibangun di Lereng Gunung Wawane oleh Pernada Jamilu, keturunan Kesultanan Islam Jailolo dari Moloku Kie Raha (Maluku Utara). Kedatangan Perdana Jamilu ke tanah Hitu sekitar tahun 1400 M, yakni untuk mengembangkan ajaran Islam pada lima negeri di sekitar pegunungan Wawane yakni Assen, Wawane, Atetu, Tehala dan Nukuhaly, yang sebelumnya sudah dibawa oleh
mubaligh dari negeri Arab.
Masjid ini mengalami perpindahan tempat akibat gangguan dari Belanda yang menginjakkan kakinya di Tanah Hitu pada tahun 1580 setelah Portugis di tahun 1512. Sebelum pecah Perang Wawane tahun 1634, Belanda sudah mengganggu kedamaian penduduk lima kampung yang telah menganut ajaran Islam dalam kehidupan mereka sehari-hari. Merasa tidak aman dengan ulah Belanda, Masjid Wawane dipindahkan pada tahun 1614 ke Kampung Tehala yang berjarak 6 kilometer sebelah timur Wawane. Kondisi tempat pertama masjid ini berada yakni di Lereng Gunung Wawane, dan sekarang ini sudah menyerupai
kuburan. Dan jika ada daun dari pepohonan di sekitar tempat itu gugur, secara ajaib tak satupun daun yang jatuh diatasnya. Tempat kedua masjid ini berada di suatu daratan dimana banyak tumbuh pepohonan mangga hutan atau mangga berabu yang dalam bahasa Kaitetu disebut Wapa. Itulah sebabnya masjid ini diganti namanya dengan sebutan Masjid Wapauwe, artinya masjid yang didirikan di bawah pohon mangga berabu.
Pada tahun 1646 Belanda akhirnya dapat menguasai seluruh Tanah Hitu. Dalam rangka kebijakan politik ekonominya, Belanda kemudian melakukan proses penurunan penduduk dari daerah pegunungan tidak terkecuali penduduk kelima negeri tadi. Proses pemindahan lima negeri ini terjadi pada tahun 1664, dan tahun itulah ditetapkan kemudian sebagai tahun berdirinya Negeri Kaitetu.
PINDAH SECARA GAIB
Menurut cerita rakyat setempat, dikisahkan ketika masyarakat Tehala, Atetu dan Nukuhaly turun ke pesisir pantai dan bergabung menjadi negeri Kaitetu, Masjid Wapauwe masih berada di dataran Tehala. Namun pada suatu pagi, ketika masyarakat bangun dari tidurnya
masjid secara gaib telah berada di tengah-tengah pemukiman penduduk di tanah Teon Samaiha, lengkap dengan segala kelengkapannya. “Menurut kepercayaan kami (masyarakat Kaitetu, red) masjid ini berpindah secara gaib. Karena menurut cerita orang tua-tua kami, saat masyarakat bangun pagi ternyata masjid sudah ada,” kata Ain Nukuhaly, warga
Kaitetu. Sementara itu, kondisi Mushaf Nur Cahya beserta manuskrip tua lainnya tampak terawat meskipun sudah mengalami sedikit kerusakan seperti berlobang kecil, sebagian seratnya terbuka dan tinta yang pecah akibat udara lembab.
Menurut Rahman Hatuwe, ahli waris Mushaf Nur Cahya, kerusakan tersebut akibat faktor kertasnya yang sudah tua, debu, kelembaban udara serta insek (hewan) kertas. Dia menambahkan, pihaknya pernah mendapat obat serbuk (tidak disebutkan namanya) untuk menjaga keawetan manuskrip-manuskrip tua ini, hanya saja obat tersebut sudah habis.
“Alquran Nur Cahya ini masih jelas, dan waktu-waktu tertentu saya masih sering membaca (ayat-ayat suci Alquran dari Mushaf ini, red) seperti pada waktu Ramadan sekarang ini,” kata Rahman yang adalah keturunan VIII Imam Muhammad Arikulapessy [jakarta45.wordpress]
Monday, May 02, 2011
Pantai Liang
Pantai Hunimua, Desa Liang, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), biasa disebut Pantai Liang, menempati peringkat pertama sebagai terindah di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Badan PBB yang mengurusi pembangunan global, (UNDP) tahun 1990.
"Keindahan Pantai Hunimua mengalahkan Bunaken yang berada pada peringkat ketiga atau pantai-pantai lainnya di Indonesia," kata Wakil Gubernur (Wagub), Said Assagaff, di sela acara Pagelaran Seni dan Budaya antara dua negeri bersaudara Liang dan Waai di pantai tersebut, Sabtu (1/5).
Menurut Wagub, Pantai Hunimua atau Pantai Liang menempati urutan tertinggi karena memiliki panorama bawah laut yang sangat memikat. "Bagi anda yang gemar diving (menyelam) bisa menikmati keindahan bawah laut (terutama pada lokasi) 50 meter dari tepi pantai," katanya.
Dia mengimbau masyarakat setempat mendukug upaya pembangunan obyek wisata tersebut, agar tidak tertinggal jauh dibandingkan Pantai Bunaken.
Dulu, menurut Wagub, niat Jepang mengembangkan wilayah itu terkendala konflik internal antarmasyarakat Liang, menyebabkan pengusaha negeri sakura itu akhirnya berinvestasi di Bunaken.
"Masyarakat kita di sini tidak siap. Mereka saling klaim soal tanah sehingga menyebabkan Jepang mengalihkan investasinya ke Bunaken yang masyaratnya lebih siap," kata Wagub.
Wagub lalu mengajak masyarakat di dua negeri adat itu, khususnya Liang, bersatu membangun negeri terutama untuk menyambut kegiatan pelayaran bertaraf internasional Sail Banda 2010, yang akan berlangsung pada Juli-Agustus 2010.
"Pantai ini juga disertakan sebagai daerah tujuan wisata Sail Banda. Itu sebabnya kita harus bersatu membangun daerah ini. Saya yakin, suatu ketika kawasan ini akan berkembang pesat," katanya.
Dijelaskannya, Pemerintah Provinsi Maluku sedang menggalakkan pertumbuhan pembangunan di berbagai sektor yang bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, serta membangun perdamaian sejati di daerah bekas konflik ini.
"Keindahan Pantai Hunimua mengalahkan Bunaken yang berada pada peringkat ketiga atau pantai-pantai lainnya di Indonesia," kata Wakil Gubernur (Wagub), Said Assagaff, di sela acara Pagelaran Seni dan Budaya antara dua negeri bersaudara Liang dan Waai di pantai tersebut, Sabtu (1/5).
Menurut Wagub, Pantai Hunimua atau Pantai Liang menempati urutan tertinggi karena memiliki panorama bawah laut yang sangat memikat. "Bagi anda yang gemar diving (menyelam) bisa menikmati keindahan bawah laut (terutama pada lokasi) 50 meter dari tepi pantai," katanya.
Dia mengimbau masyarakat setempat mendukug upaya pembangunan obyek wisata tersebut, agar tidak tertinggal jauh dibandingkan Pantai Bunaken.
Dulu, menurut Wagub, niat Jepang mengembangkan wilayah itu terkendala konflik internal antarmasyarakat Liang, menyebabkan pengusaha negeri sakura itu akhirnya berinvestasi di Bunaken.
"Masyarakat kita di sini tidak siap. Mereka saling klaim soal tanah sehingga menyebabkan Jepang mengalihkan investasinya ke Bunaken yang masyaratnya lebih siap," kata Wagub.
Wagub lalu mengajak masyarakat di dua negeri adat itu, khususnya Liang, bersatu membangun negeri terutama untuk menyambut kegiatan pelayaran bertaraf internasional Sail Banda 2010, yang akan berlangsung pada Juli-Agustus 2010.
"Pantai ini juga disertakan sebagai daerah tujuan wisata Sail Banda. Itu sebabnya kita harus bersatu membangun daerah ini. Saya yakin, suatu ketika kawasan ini akan berkembang pesat," katanya.
Dijelaskannya, Pemerintah Provinsi Maluku sedang menggalakkan pertumbuhan pembangunan di berbagai sektor yang bertujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, serta membangun perdamaian sejati di daerah bekas konflik ini.
Benteng Amsterdam
Terletak di desa Hila, kira-kira 1 jam dengan mobil dari Ambon
Benteng Amsterdam merupakan bangunan tua yang sudah berusia ratusan tahun, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah penguasaan VOC di Ambon. Benteng ini terletak di tepi pantai yang sangat tenang dan indah, atapnya sudah terpasang rapi. Warna merahnya mencorok. Kontras dengan laut biru di belakang benteng. Itu bukan atap asli. Yang masih asli peninggalan Belanda dalam benteng ini adalah lantai batunya, tembok semen, dan kayu-kayu penopang beserta tangga menuju lantai atas. Juga teras kayu di lantai dua.
Benteng Amsterdam menurut Francois Valentijn dalam buku ‘Beschrijving van Amboina’ (Tulisan tentang Ambon). Gambar inilah yang jadi acuan renovasi benteng. benteng ini dulu dibangun oleh Portugis pada tahun 1512 kemudian diambil alih oleh Belanda pada abad ke-17.
Menurut booklet ‘Ambon Island’ , dikatakan bahwa benteng ini merupakan benteng kedua yang dibangun oleh Belanda, setelah benteng Kasteel Van Verre di dekat Seith hancur.
Benteng Amsterdam didirikan pada masa perdagangan rempah-rempah di awal abad ke – 17, setelah VOC – Vereenigde Oost Indische Compagnie – dibentuk oleh Heeren Zeventien di Belanda. G.E. Rumphius pernah tinggal di benteng ini, menulis buku-buku tentang flora dan fauna Ambon.
Georg Everhard Rumphius adalah seorang naturalis dan ahli sejarah dari Jerman (1627 – 1702). Selain menulis tentang flora dan fauna Ambon, ia juga menulis tentang gempa dan tsunami yang melanda Maluku dalam bukunya yang berjudul ‘ Waerachtigh Verhael Van de Schrickelijcke Aerdbevinge’. Gempa dan tsunami itu terjadi pada tanggal 17 Februari 1674, mengakibatkan kerusakan parah desa-desa di pesisir utara Pulau Ambon dan bagian selatan Pulau Seram. Buku-buku karya G.E. Rumphius bisa kita lihat di Perpustakaan Rumphius yang dikelola oleh Andreas Petrus Cornelius Sol MSC di komplek Pastoran Paroki Santo Franciscus Xaverius, Ambon.
Memasuki benteng, di dekat pintu masuk kita akan menemui prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Prasasti tersebut bertuliskan :
BENTENG AMSTERDAM
Mulai Dibangun Oleh : GERARD DEMMER Pada Tahun 1642
Kemudian diperluas dan diperbesar oleh : ARNOLD De VLAMING Van OUDS HOORN
Pada Tahun 1649 hingga Tahun 1656
Benteng Amsterdam merupakan bangunan tua yang sudah berusia ratusan tahun, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah penguasaan VOC di Ambon. Benteng ini terletak di tepi pantai yang sangat tenang dan indah, atapnya sudah terpasang rapi. Warna merahnya mencorok. Kontras dengan laut biru di belakang benteng. Itu bukan atap asli. Yang masih asli peninggalan Belanda dalam benteng ini adalah lantai batunya, tembok semen, dan kayu-kayu penopang beserta tangga menuju lantai atas. Juga teras kayu di lantai dua.
Benteng Amsterdam menurut Francois Valentijn dalam buku ‘Beschrijving van Amboina’ (Tulisan tentang Ambon). Gambar inilah yang jadi acuan renovasi benteng. benteng ini dulu dibangun oleh Portugis pada tahun 1512 kemudian diambil alih oleh Belanda pada abad ke-17.
Menurut booklet ‘Ambon Island’ , dikatakan bahwa benteng ini merupakan benteng kedua yang dibangun oleh Belanda, setelah benteng Kasteel Van Verre di dekat Seith hancur.
Benteng Amsterdam didirikan pada masa perdagangan rempah-rempah di awal abad ke – 17, setelah VOC – Vereenigde Oost Indische Compagnie – dibentuk oleh Heeren Zeventien di Belanda. G.E. Rumphius pernah tinggal di benteng ini, menulis buku-buku tentang flora dan fauna Ambon.
Georg Everhard Rumphius adalah seorang naturalis dan ahli sejarah dari Jerman (1627 – 1702). Selain menulis tentang flora dan fauna Ambon, ia juga menulis tentang gempa dan tsunami yang melanda Maluku dalam bukunya yang berjudul ‘ Waerachtigh Verhael Van de Schrickelijcke Aerdbevinge’. Gempa dan tsunami itu terjadi pada tanggal 17 Februari 1674, mengakibatkan kerusakan parah desa-desa di pesisir utara Pulau Ambon dan bagian selatan Pulau Seram. Buku-buku karya G.E. Rumphius bisa kita lihat di Perpustakaan Rumphius yang dikelola oleh Andreas Petrus Cornelius Sol MSC di komplek Pastoran Paroki Santo Franciscus Xaverius, Ambon.
Memasuki benteng, di dekat pintu masuk kita akan menemui prasasti dengan lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Prasasti tersebut bertuliskan :
BENTENG AMSTERDAM
Mulai Dibangun Oleh : GERARD DEMMER Pada Tahun 1642
Kemudian diperluas dan diperbesar oleh : ARNOLD De VLAMING Van OUDS HOORN
Pada Tahun 1649 hingga Tahun 1656
Friday, April 22, 2011
Martha Christina Tiahahu
Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Wednesday, April 20, 2011
Biografi Kapitan Pattimura
Kapitan Pattimura
Nama Asli: Thomas Matulessy
Lahir: Negeri Haria, Pulau Saparua-Maluku, tahun 1783
Meninggal: Benteng Victoria, Ambon, 16 Desember 1817
Karir Militer: Mantan Sersan Militer Inggris
Kapitan Pattimura yang bernama asli Thomas Matulessy, ini lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku tahun 1783. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya.
Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.
Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.
Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Desember 1817, eksekusi pun dilakukan.
Kapitan Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini.
Kapitan Pattimura
Kapitan Pattimura (lahir di Hualoy, Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), memiliki nama asli Thomas Matulessy atau Thomas Matuless.
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
ISTILAH "KAPITAN"
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
ISTILAH "KAPITAN"
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula
Wisata Alam Pulau Marsegu
Pulau Marsegu terletak di bagian barat Pulau Seram (Nusa Ina / Pulau Ibu) yang terkenal memiliki Taman Nasional Manusela. Secara Administratif pulau Marsegu termasuk dalam Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Pulau ini diberikan nama oleh masyarakat sebagai “Pulau Marsegu” karena mempunyai satwa Kelelawar yang begitu banyak. Kata Marsegu berasal dari bahasa daerah yang berarti Kelelawar. Dalam pikiran pasti terlintas seperti tokoh menyeramkan yaitu “Drakula” penghisap darah, manusia yang menjelma menjadi kelelawar. Tapi pulau ini tidak menyeramkan bahkan berbagai keindahan dapat ditemui disana, sebagai tempat rekreasi dan tempat mengembangkan ilmu pengetahuan tidak perlu diragukan lagi.
Selain Kelelawar dapat ditemui juga satwa-satwa yang dilindungi seperti Burung Gosong Megaphodius reinwardtii (Maleo) dan Kepiting Kelapa (Birgus latro) atau yang bahasa daerahnya disebut "kepiting kenari". Masih banyak satwa burung lain yang menjadikan pulau ini sebagai habitat makan, bermain dan tidur.
Pulau Marsegu atau pulau kelelawar merupakan Kawasan hutan lindung yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 10327/Kpts-II/2002, tanggal 30 Desember 2002, luasnya 240,20 Ha. Wilayah lautnya merupakan Taman Wisata Alam Laut seluas 10.000 Ha ditetapkan dengan SK Menhutbun No. 114/Kpts-II/1999, tanggal 05 Maret 1999. Potensi sumberdaya alam laut yang cukup besar, terumbu karang beraneka warna yang dapat disaksikan keindahannya. Berbagai corak kehidupan laut dengan ikan karang yang beraneka ragam bentuk dan ukuran.
Untuk yang gemar makanan laut (seafood) dapat menikmati sepuasnya di pulau ini. Mau memancing sendiri atau dapat juga membeli dari masyarakat di sekitar pulau ini yang penghidupannya bersumber dari laut.
Di Pulau Marsegu dapat ditemukan berbagai komunitas hutan diantaranya: Hutan Sekunder yang merupakan hasil tindakan dari masyarakat sebagai lahan untuk berkebun. Komunitas hutan sekunder ini merupakan hutan yang tumbuh di atas batu karang, secara bertahap telah terjadi proses pelapukan. Dahulunya daerah ini merupakan Hutan Primer dengan diameter pohon lebih dari 100 cm, tetapi telah ditebang dan dijadikan lahan untuk menanam umbi-umbian sebagai bahan makanan.
Setengah dari Pulau ini merupakan daerah hutan mangrove dengan jenis-jenis mangrove yang juga terdapat pada daerah lain, seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Brugueira gymnorrhiza, Brugueira sexangula, Ceriops tagal, Xylocarpus mollucensis, Xylocarpus granatum, Heritiera littoralis, Lumnitzera littorea, Aegiceras corniculatum, Excoecaria agallocha, Pemphis acidula dan Scyphiphora hydrophyllacea.
Zone terluar dari daerah mangrove adalah Rhizophora mucronata kemudian bercampur dengan Rhizophora apiculata dan dibagian tengah adalah Brugueira gymnorrhiza, Brugueira sexangula, Ceriops tagal, Xylocarpus mollucensis dan Xylocarpus granatum.
Di bagian timur dari Pulau Marsegu terdapat vegetasi hutan pantai yang mempunyai pantai pasir putih sepanjang 1600 meter. Jenis vegetasi yang terdapat pada zone ini adalah Cordia subcordata, Pongamia pinnata, Terminalia catappa dan Baringtonia asiatica. Di bagian utara pantai pasir putih terdapat zone Ipomea pescaprae yang didominasi oleh rumput angin (Spinifex littoreus) dan Katang-katang (Ipomea pescaprae). Lokasi ini merupakan tempat wisata yang menarik untuk menikmati pemandangan laut serta menghirup udara pantai yang segar.
Untuk yang mau berkemah atau tinggal beberapa hari di pulau ini, tersedia 2 (dua) buah sumur sebagai sumber air tawar yang biasanya juga dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk air minum, mandi dan cuci.
Selain Kelelawar dapat ditemui juga satwa-satwa yang dilindungi seperti Burung Gosong Megaphodius reinwardtii (Maleo) dan Kepiting Kelapa (Birgus latro) atau yang bahasa daerahnya disebut "kepiting kenari". Masih banyak satwa burung lain yang menjadikan pulau ini sebagai habitat makan, bermain dan tidur.
Pulau Marsegu atau pulau kelelawar merupakan Kawasan hutan lindung yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 10327/Kpts-II/2002, tanggal 30 Desember 2002, luasnya 240,20 Ha. Wilayah lautnya merupakan Taman Wisata Alam Laut seluas 10.000 Ha ditetapkan dengan SK Menhutbun No. 114/Kpts-II/1999, tanggal 05 Maret 1999. Potensi sumberdaya alam laut yang cukup besar, terumbu karang beraneka warna yang dapat disaksikan keindahannya. Berbagai corak kehidupan laut dengan ikan karang yang beraneka ragam bentuk dan ukuran.
Untuk yang gemar makanan laut (seafood) dapat menikmati sepuasnya di pulau ini. Mau memancing sendiri atau dapat juga membeli dari masyarakat di sekitar pulau ini yang penghidupannya bersumber dari laut.
Di Pulau Marsegu dapat ditemukan berbagai komunitas hutan diantaranya: Hutan Sekunder yang merupakan hasil tindakan dari masyarakat sebagai lahan untuk berkebun. Komunitas hutan sekunder ini merupakan hutan yang tumbuh di atas batu karang, secara bertahap telah terjadi proses pelapukan. Dahulunya daerah ini merupakan Hutan Primer dengan diameter pohon lebih dari 100 cm, tetapi telah ditebang dan dijadikan lahan untuk menanam umbi-umbian sebagai bahan makanan.
Setengah dari Pulau ini merupakan daerah hutan mangrove dengan jenis-jenis mangrove yang juga terdapat pada daerah lain, seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Brugueira gymnorrhiza, Brugueira sexangula, Ceriops tagal, Xylocarpus mollucensis, Xylocarpus granatum, Heritiera littoralis, Lumnitzera littorea, Aegiceras corniculatum, Excoecaria agallocha, Pemphis acidula dan Scyphiphora hydrophyllacea.
Zone terluar dari daerah mangrove adalah Rhizophora mucronata kemudian bercampur dengan Rhizophora apiculata dan dibagian tengah adalah Brugueira gymnorrhiza, Brugueira sexangula, Ceriops tagal, Xylocarpus mollucensis dan Xylocarpus granatum.
Di bagian timur dari Pulau Marsegu terdapat vegetasi hutan pantai yang mempunyai pantai pasir putih sepanjang 1600 meter. Jenis vegetasi yang terdapat pada zone ini adalah Cordia subcordata, Pongamia pinnata, Terminalia catappa dan Baringtonia asiatica. Di bagian utara pantai pasir putih terdapat zone Ipomea pescaprae yang didominasi oleh rumput angin (Spinifex littoreus) dan Katang-katang (Ipomea pescaprae). Lokasi ini merupakan tempat wisata yang menarik untuk menikmati pemandangan laut serta menghirup udara pantai yang segar.
Untuk yang mau berkemah atau tinggal beberapa hari di pulau ini, tersedia 2 (dua) buah sumur sebagai sumber air tawar yang biasanya juga dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk air minum, mandi dan cuci.
Monday, April 18, 2011
Panorama Keindahan Pantai Natsepa, Ambon
Pantai Natsepa sebagai salah satu objek wisata di Pulau Ambon, dapat dinikmati di Desa Suli Kecamatan Salahutu Kabupaten Maluku Tengah, merupakan lokasi wisata yang sangat dikenal di Kota Ambon. Pantai yang terletak sekitar 18 km dari pusat Kota Ambon tersebut sering menjadi pilihan warga Kota yang ingin menikmati hari liburnya.
Akses untuk mencapai pantai yang berpasir putih ini sangat mudah. Jika Dari Terminal Besar di Kota Ambon, bisa memilih angkutan penumpang atau orang Ambon bilang “otto” jurusan Suli dengan ongkos Rp 5.000 sekali jalan. Atau jika dari arah Bandara Pattimura, kita bisa menggunakan “otto” jurusan kota, kemudian turun di pertigaan Passo dengan ongkos Rp 5.000 dan dilanjutkan dengan otto yang kearah Pantai Natsepa (bisa menggunakan angkutan bertuliskan Suli, Darussalam, Tulehu) dengan ongkos Rp 2000 sekali jalan. Dalam tempo sekitar setengah jam, Anda sudah tiba di lokasi Pantai Natsepa. Kendaraan umum ini mulai beroperasi dari pukul 05.00-19.00 WIT. Jika memakai kendaraan sendiri, hanya butuh waktu sekitar 20 menit dari Kota Ambon karena jaraknya hanya sekitar 18 km dari pusat kota.
Setelah sampai disana, untuk masuk ke dalam objek wisata tersebut cukup merogoh kocek Rp 2000 untuk tiket masuk pengunjung dewasa. Jika Anda membawa kendaraan sendiri, kendaraan Anda hanya perlu membayar Rp 2.500 untuk sekali parkir. Dan jika Anda dengan sepeda motor, biaya masuk motor adalah Rp 1.500.
Bagi pengunjung yang berasal dari luar kota terutama dari Pulau Jawa, pasti akan takjub, melihat panorama keindahan alam pantai Natsepa, dengan kejernihan air dan keasrian lingkungan yang masih terjaga di pantai ini. Pasir putih menghampar luas di tepian pantai ini. Garis pantai yang cenderung lurus mengisyaratkan bahwa pantai tersebut merupakan pantai yang berarus dan berombak kecil. Pantai tersebut terhalang Teluk Baguala sehingga ombak yang masuk pun tidak terlalu besar. Situasi yang demikian membuat pengunjung tidak akan lupa mengabadikan momen-momen berharga ini.
Burrow-burrow biota laut
Kurang pas rasanya jika pergi ke pantai tidak nyemplung ke dalam air, air yang sangat jernih bahkan dikedalaman 50 cm saja kaki kita masih bisa terlihat dengan jelas, ikan-ikan kecil pun berlarian kesana kemari membuat hati ini ingin menangkapnya. Burrow-burrow bekas biota laut yang sangat jelas tampak tersapu oleh guguran ombak kecil. Bahkan masih sering ditemukan biota-biota laut yang hidup di pinggir-pinggir pantai, ini sangat jarang sekali ditemukan di pantai lain khususnya Jawa. Dan beberapa batuan dan material sedimen hasil transportasi pun terlihat jelas dipinggir pantai yang juga di bayang-bayangi oleh air yang jernih. Batuan dan material sedimen diperkirakan terbawa oleh arus dan ombak dari asalnya.
Hamparan pasir putih yang luas dengan tepian beberapa mangrove tumbuh disekitar pantai. Keindahan panorama tersebut dimanfaatkan penduduk sekitar untuk mendirikan villa-villa. Banyak wisatawan-wisatawan asing yang tinggal dan menginap disitu.
Kesegaran buah-buahan dalam 'Rujak Natsepa'
Rujak Natsepa
Hari semakin siang, udara terasa semakin terik, waktu pulang pun segera datang. Upsss, teringat pesan orang bahwa kalau ke Pantai Natsepa belum mencicipi Rujak, itu namanya belum ke Natsepa. Ya,,,’Rujak Natsepa’ atau juga disebut dengan ‘Rujak Suli’ merupakan makanan khas dari sini. Rujak yang berisi buah-buahan segar dengan bumbu kacang yang di-uleg masih kasar membuat wisatawan ingin segera menyantapnya. 1 porsi rujak berharga Rp 7000 – Rp 10.000. Jika sudah menikmati 1 porsi rujak tersebut berasa ingin nambah lagi hehehe
Akses untuk mencapai pantai yang berpasir putih ini sangat mudah. Jika Dari Terminal Besar di Kota Ambon, bisa memilih angkutan penumpang atau orang Ambon bilang “otto” jurusan Suli dengan ongkos Rp 5.000 sekali jalan. Atau jika dari arah Bandara Pattimura, kita bisa menggunakan “otto” jurusan kota, kemudian turun di pertigaan Passo dengan ongkos Rp 5.000 dan dilanjutkan dengan otto yang kearah Pantai Natsepa (bisa menggunakan angkutan bertuliskan Suli, Darussalam, Tulehu) dengan ongkos Rp 2000 sekali jalan. Dalam tempo sekitar setengah jam, Anda sudah tiba di lokasi Pantai Natsepa. Kendaraan umum ini mulai beroperasi dari pukul 05.00-19.00 WIT. Jika memakai kendaraan sendiri, hanya butuh waktu sekitar 20 menit dari Kota Ambon karena jaraknya hanya sekitar 18 km dari pusat kota.
Setelah sampai disana, untuk masuk ke dalam objek wisata tersebut cukup merogoh kocek Rp 2000 untuk tiket masuk pengunjung dewasa. Jika Anda membawa kendaraan sendiri, kendaraan Anda hanya perlu membayar Rp 2.500 untuk sekali parkir. Dan jika Anda dengan sepeda motor, biaya masuk motor adalah Rp 1.500.
Bagi pengunjung yang berasal dari luar kota terutama dari Pulau Jawa, pasti akan takjub, melihat panorama keindahan alam pantai Natsepa, dengan kejernihan air dan keasrian lingkungan yang masih terjaga di pantai ini. Pasir putih menghampar luas di tepian pantai ini. Garis pantai yang cenderung lurus mengisyaratkan bahwa pantai tersebut merupakan pantai yang berarus dan berombak kecil. Pantai tersebut terhalang Teluk Baguala sehingga ombak yang masuk pun tidak terlalu besar. Situasi yang demikian membuat pengunjung tidak akan lupa mengabadikan momen-momen berharga ini.
Burrow-burrow biota laut
Kurang pas rasanya jika pergi ke pantai tidak nyemplung ke dalam air, air yang sangat jernih bahkan dikedalaman 50 cm saja kaki kita masih bisa terlihat dengan jelas, ikan-ikan kecil pun berlarian kesana kemari membuat hati ini ingin menangkapnya. Burrow-burrow bekas biota laut yang sangat jelas tampak tersapu oleh guguran ombak kecil. Bahkan masih sering ditemukan biota-biota laut yang hidup di pinggir-pinggir pantai, ini sangat jarang sekali ditemukan di pantai lain khususnya Jawa. Dan beberapa batuan dan material sedimen hasil transportasi pun terlihat jelas dipinggir pantai yang juga di bayang-bayangi oleh air yang jernih. Batuan dan material sedimen diperkirakan terbawa oleh arus dan ombak dari asalnya.
Hamparan pasir putih yang luas dengan tepian beberapa mangrove tumbuh disekitar pantai. Keindahan panorama tersebut dimanfaatkan penduduk sekitar untuk mendirikan villa-villa. Banyak wisatawan-wisatawan asing yang tinggal dan menginap disitu.
Kesegaran buah-buahan dalam 'Rujak Natsepa'
Rujak Natsepa
Hari semakin siang, udara terasa semakin terik, waktu pulang pun segera datang. Upsss, teringat pesan orang bahwa kalau ke Pantai Natsepa belum mencicipi Rujak, itu namanya belum ke Natsepa. Ya,,,’Rujak Natsepa’ atau juga disebut dengan ‘Rujak Suli’ merupakan makanan khas dari sini. Rujak yang berisi buah-buahan segar dengan bumbu kacang yang di-uleg masih kasar membuat wisatawan ingin segera menyantapnya. 1 porsi rujak berharga Rp 7000 – Rp 10.000. Jika sudah menikmati 1 porsi rujak tersebut berasa ingin nambah lagi hehehe
Friday, April 15, 2011
Nama Marga Ambon
A
Abednego, Abel, Abarua/Abaroea, Abraham, Abrahams, Abrahamsz, Acher, Ademiar, Adeo, Adjahary, Adolf, Adonis, Adrian, Adrianz, Adrians, Adriaansz, Adrianus, Adtjas, Afaratu, Afdan, Affifudin, Afflu, Afitu, Aghogo, Agudjir, Agustinus, Agustis, Agustyen, Ahab, Ahad, Ahar, Ahiyate, Ahlaro, Ahnary, Ahudora, Ahver, Aihery, Ailerbitu, Ailerkora, Ainoli, Aipassa, Airory, Aitonam, Akasian, Akbar, Akel, Akerina, Akhir, Akiaar, Akiary, Akihary, Akipu, Aklafin, Akohillo, Akollo, Akse, Aktalora, Akyuwen (baca:Akiwen), Al, Albram, Al Chatib, Alain, Alakaman, Alamon, Alaslan, Alatubir, Alberthus, Albram, Aldama, Alexander, Alfanay, Alfaris, Alfons, Alicaris, Aliputty, Alkatiri, Alkoteri, Allo, Ally, Aloon (baca:Alon), Alopy, Aloumoly, Alputila, Altin, Alvarisi, Alviaro, Alwen, Alwer, Alwy, Alyeru, Alyona, Alyoha, Amahoru, Amamaran, Aman, Amahorseya, Amanapunyo, Amaral, Amarduan, Ambar, Amboki, Amergebi, Amesz, Ameth, Amorhosea, Amos, Ambrosilla, Amunnopunjo, Amuntoda, Anakotta, Anakotapary, Anamova, Anas, Andea, Andies, Andino, Andres, Andrias, Andries, Angelbert, Angels, Angganois, Anggoda, Angkotta, Angkotamony (baca:Angkotamoni), Angkotasan, Angky, Angwarmase, Anidla, Aninjola, Anjarang, Ansiga, Ansora, Anthonio, Anthony, Antormase, Apalem, Apalen, Apanath, Apang, Apeworen, Apitula, Apituley, Aponno, Apopits, Aprian, Aramuda, Arba, Arbaben, Arbol, Arends, Argueble, Aries, Aristarkus, Arjesam, Armando, Arnes, Arnold, Arlooy (baca:Arloy), Aronds, Aropa, Aroran, Artafella, Arts, Arun, Asbay, Aschab, Asohorty, Asry, Assegaf, Assel, Astan, Asthenu, Aswaly, Asyeram, Atapary, Atbar, Atiby, Atihuta, Attamimi, Aucheyeny, Augustyn, Aunalal, Auratu, Aurima, Aurmartin, Awear, Awirano, Ayal, Ayawaila, Ayhery, Ayhuan, Ayuba
B
Bachta, Baco, Bacory, Badelwair, Badmas, Baersady, Bager, Bahasoan, Bachmid, Bain, Bairatnissa, Bairo, Bakarbessy, Bakhwereez, Bakker, Bakridi, Ballan, Ballo, Bally, Balryan, Balsala, Balseran, Balthazar, Balvid, Bamatrao, Bämfer, Bandahera, Baora, Baragain, Baransano, Barao, Barek, Barendz, Bareto, Barfeny, Barger, Barkeij, Barlola, Barloy, Barmella, Barnabas, Barons, Baros, Barry, Bartolomeus, Barutressy, Barza, Basafin, Basalamah, Bayan, Basry, Bassay, Basteirn, Bastian, Batawi, Batceran, Batcori, Batdjedelik, Batfeny, Batfian, Batfin, Batfyor, Batho, Batidas, Batkunde, Batlajery, Batlayeri, Batlyel, Batlyeware, Batserin, Batsira, Batsyory, Battisina, Batto, Batwael, Batuwael, Batyefwal, Bazar, Bazari, Bazergan, Beay, Beffers, Beilohy, Beisilla, Bejarano, Belay, Belder, Belegur, Belen, Belena, Beljaky, Beljeur, Belmin, Belmondo, Belnard, Belseran, Belson, Belwain, Benlas, Benaino, Benamen, Benedijk, Beneto, Benjamin, Benson, Bento, Benyernakor, Berhitoe atau Berhitu, Bernadus, Bernhard, Bernard, Bernts, Bersaby, Bersalei, Beruat, Besan, Bessy, Betaubun, Betoky, Bianchi, Bicoli, Biet, Bilahmar, Bille, Bin Agiel, Binbaso, Binnendijk, Bin Sulaiman, Binsye, Bin Umar, Birahy, Bision, Blijlevens, Blukora, Bobero, Bobeto, Boca, Bochi, Boften, Boger, Bohoekoe Nam Radja, Boina, Boinsera, Boky, Bolisara, Bonara, Bonsalya, Boogart, Borges, Boritnaban, Borlak, Bormassa, Boroson, Borrel, Borolla, Borut, Bosko, Bothmir, Botter, Boufakar, Bouwens, Breekland, Bremeer, Bria, Bruhns, Bruigom, Buano, Buarlely, Buchaer, Bugal, Builder, Buiswarin, Bukop, Buloglatna, Buloroy, Bunjanan, Burnama, Bwariat, Buarnirun.
C
Caarsten, Caian, Callahan, Calvari, Camerling, Cao, Capobianco, Carelsz, Carliano, Carmiago, Carolus, Castera, Castillo, Castro, Cecene, Ceda, Chadiman, Chakenota, Chatib, Cheiongers, Chello, Chera, Chevais, Chostantinus, Chrisaldo, Christabel, Christen, Christiaan, Christo, Christoffel, Christopher, Chuleyevo, Cie, Claus, Cobis, Coendraad, Cohen, Collins, Cols, Coly, Comul, Conoras, Consina, Corputty, Corneille, Cornelis, Correa, Courbois, Coveka, Cramer, Crola, Cuana, Cupoano
D
da Costa, da Gomez, da Queljoe (atau de Quelju), Dahoklory, Damava, Dandel, Dando, Daniel, Daniels, Darany, Darato, Dario, Darisera, Darkay, Darmau, Darsantor, Dasfordate, Dasletty, Dasmasela, Dasola, da Silva, da Sousa, Dates, Dally, Dadiara, Datty, Dauole, David, Davidz, Dawan, Day, Dayan, Dayera, Deay, Debanche, Deil, de Barrito, de Bell, de Boer, de Bree, de Britto, de Brund, de Carvalho, de Eng, de Elie, de Feniks, de Flart, Defnada, de Fretes, de Gier, de Graaf, de Gruiter, de Haas, de Haart, de Houtman, Deis, de Jesus, de Jong (atau de Yong), de Joseph, de Kates, de Keyzer, de Klerek, de Kleric, de Kooc, de Kock, de Kroes, de la Luz, de la Rosa, de Leeuw, del Gado, del Viga, de Lima, Delly, de Lopez, de Lozari, de Ornay, Demataco, de Mesquitta, Demny, den Brave, Denwaklera, Deny, Deo, de Powes, Deraukin, Dercu, Deres, Derun, Derhaag, Deriksen, Derikson, Derlauw, Derlen, Derman, de Retna, Dery, de Rooij, de Rozary, de Silo, de Sily, de Sirat, de Soysa, Devenubun, de Vette, Devo, de Vreede, de Wanna, Dewis, de Zwaart, Dhia, Diasz (atau Dias), Diaz, di Crus, Digison, Dikroes, Dilago, Dilear, Dileer, Diller, Dino, Dinuth, Diover, Dirk, Dirklalean, Dirksz, Dirlyenune, Disera, Ditiomase, Dagang, Djafry, Djawa, Djakaria, Djamdjik, Djelagay, Djelau, Djengkel, Djervui, Djermor, Djerol, Djetul, Djibrael, Djilarpoin, Djonler, do Amaral, do Andres, Dobred, Dohasair, Dolhalewan, Domingus, Domlay, Dobbert, Dobertd, Dolaitery, Doles, Dolita, Dolkapi, Doludy, Dolwoy, Dominggos, Dompeipen, Dopiando, Doppert, Doren, Dorseis, dos Reis, dos Santos, Doter, Dousee, Drachman, Drees, Drimol, Drost, Duarmas, Dula, Dumatubun, Dumgair, Duparlira, Dwicaprie,
E
Ealpis, Edberth, Edward, Effelewn, Effroean (baca:Efruan), Efluar, Efraim, Egberth, Eideul, Eirumkuy, Eiwury, Ekram, El, Elake, Elaury, Eleujaan, Eleuwarin, Elier, Elmas, Elanor, Elath, El-Betan, Eliesen, Elkel, Elle, Ellias, Elfarin, Elminero, Elsiba, Elsoin, Elsunan, Eluwart, Elte, Elwarin, Ely, Elly, Ellys, Elyaan, Embisa, Emola, Emor, Empra, Emray, Engel, Engko, England, Engro, Enrico, Enos, Entamoin, Entaren, Entero, Enus, Eoch, Erbabley, Eremerd, Erlely, Erloor, Ernas, Eropley, Ersaprosy, Erwanno, Esomar, Esrev, Esron, Esserey, Essy, Eteva, Etha, Etiory, Etlegar, Etrial, Ette, Etwiory, Eugara, Evaay, Evamutan, Evert, Ewaldo, Eyale, Eykendorp, Ezauw
F
Fader, Fadersair, Fador, Faifet, Falaici, Falauf, Falera, Falermury, Falesco, Falikres, Fallen, Famas, Famney, Fanbrene, Fanumbi, Fanlay, Fangohoy, Faraknimella, Farly, Farneubun, Farsin, Fasse, Fatbinan, Fatfora, Fatlalona, Fatlira, Fatrua, Fatsey, Fatubun, Fauth, Febby, Febesal, Felara, Felay, Feldbrugge, Felndity, Fenes, Feninlambir, Fendjalang, Fenlop, Fenyapwain, Feoh, Fer, Ferlin, Ferdinandus, Fernandez, Fernando, Fernayan, Ferreira, Fasanlaw, Fesanrey, Fifaona, Fillips, Filmort, Firanty, Firley, Firloy, Fitron, Fiumdity, Flohr, Flontin, Flora, Floris, Flory, Fofid, Fol, Folatfindu, Foor, Foraly, Forfan, Forinti, Formes, Forno, Forwet, Fower, Frabes, Frainuny, Francis, Franciz, Frandescolli, Frans, Franciscus, Franssisco, Fransz, Frare, Freely, Freitas, Froim, Fuarisin, Fuller, Fun, Fursima, Futraun, Futural, Futuray,
G
Gabian, Gabriel, Gaflomi, Gafrin, Gahetto, Gahinsa, Gaite, Gaitian, Gamar, Gamgenora, Ganay, Ganobal, Ganor, Ganza, Garbim, Gardjalay, Gardjey, Garedja, Garera, Garium, Garlay, Garlora, Garpenassy, Garsiana, Garsina, Gasa, Gasko, Gaspar, Gasper, Gaspersz, Gassam, Gathal, Gato, Gelagoy, Gelfara, Genno, George, Geraldi, Geras, Geresi, Gerrits, Geslauw, Ghosaloi, Gigengack, Gill, Gisberthus, Gisedemo, Geassa, Gedoa, Geers, Gerrits, Gerson, Giay, Gilbert, Gimon, Ginzel, Gitler, Giop, Giovani, Givano, Gobuino, Godlieb, Godlief, Goeslaw, Gogerino, Gogus, Gohao, Gohir, Goain, Goleo, Golf, Goliho, Golle, Golorem, Gomies, Gommies (atau Gommis), Gonia, Gonimasela, Gonsalves, Gonzales, Gordan, Gorfan, Gosain, Gosem, Gosjen, Goszal, Gotterys, Goulaf, Graf, Granada, Grasselly, Greni, Griapon, Grisel, Grobbe, Guraici, Gudam, Gurgurem, Gurium, Guslao, Gustam, Gwedjor,
H
Habel, Habibu (atau Habibuw), Hadler, Hahijary, Haikutty, Hair, Hahury, Hakamuly, Hakapaä, Halamury, Halapiry, Halattu, Halawane, Halawet, Halirat, Hallatu, Haltere, Haliwela, Hallauw, Halos, Haluly, Haluna, Haluruk, Hamangau, Hambaly, Hameda, Hamel, Hamdun, Hammar, Han, Hanavi, Hanca, Hanegraaf, Hanorsian, Haprekkunarey, Haratilu, Harbel, Harbelubun, Hardenberg, Haris, Harlen, Harmen, Harmusial, Harnia, Hartala, Hartety, Hartog, Hartsteen, Hasbers, Haspers, Hassanussy, Hatalaibessy, Hatane, Hatapayo, Hataul, Hatharua, Hathelhela, Hatlessy, Hatsama, Hattu (atau Hatu),Hatuala, Hatuleli, Hatuluayo, Hatumena, Hatumessen, Hatuopar, Hatusupy, Hatusupit, Haulussy, Haumahu, Haumalaha, Haumase, Haurissa, Hauwert, Havelaar, Havterheus, Hawaä, Hayat, Hayer, Hayon, Heart, Heatubun, Helaha, Hehalatu, Hehalissa, Hehamahua, Hehamoni, Hehanussa (atau Hehanusa), Hehareuw, Heharu, Heideman, Heikoop, Heipary, Helaha, Heldernisse, Helermuri, Heleryoka, Helewend, Heljanan, Helma, Helnia, Helokil, Helola, Heluth, Helwed, Helweldery, Hemar, Hemas, Henamony, Henan, Henaulu, Hendrick, Hendriks, Hendriksz, Hendrikus, Hendry, Henera, Hengkessa, Hengst, Hengtz, Henriques, Herana, Herbawal, Herekly, Heremkuy, Herin, Heriola, Herling, Herluly, Herman, Hermanus, Hermarna, Hermeling, Hernauw, Herpiou, Herus, Hetharie, Hetharia, Hetharion, Hetharua, Hetiahubessy (atau Hitahubessy), Heumasse, Heumassy, Heuvelman, Heyer, Hgairtety, Hiamor, Hiariej, Hidioniki, Hilaul, Hiola, Hiteler, Hitalessy, Hitijahubessy (atau Hetiahubessy), Hitipeuw, Hitiyambessy, Hitrihon, Hitto, Hilaul, Hiskia, Hitalesiakwany, Hitirissa, Hiulruur, Hiwy, Hlacronarey, Hnyeur, Hoamoal, Hoffmeester, Hogendorp, Hokeyate, Holeino, Hong, Holatila, Holika, Holle, Hollereer, Holthuisen, Homalessy,Homase, Hommy, Hong, Honorsian, Hoor, Hoppus, Horaszon, Hordembun, Horeyaam, Horhoruw, Horosio, Horts, Horsael, Horsair, Horst, Horu, Hosea, Host, Hotjum, Huath, Hüffner, Huibers, Huik, Huily, Huka, Hukom, Hukumahu, Hukunala, Hulkiawar, Hully, Hulihulis, Huliselan, Huniake, Hunila, Huninhatu, Hunitetu, Hunsam, Hurasan, Hurlean, Hurry, Hursepuny, Hursina, Hursup, Hurta, Hurwiora, Husen, Husein, Hutubessy, Hutuely, Huwaa, Huwae, Hehahia
I
Ibkar, Icona, Ihalauw (atau Ihalahu), Ilella, Ilely, Ilery, Imasuly, Imea, Imkorle, Imlabla, Immink, Imoliana, Imsula, Imuly, Inanosa, Intopiana, Ipaenem, Ipol, Irapanussa, Iraratu, Irkey, Iriley, Irloy, Irmuply, Isaac, Iscandario, Ischa, Ishak, Iskiwar, Ismael, Isran, Istia, Isto, Italilpessy, Itamar, Itapaty, Itramury, Iwamony, Iwane, Iwar, Iyarmasse, Iyay, Iyon, Izaach, Izack
J
Jacob, Jacobs, Jacobus, Jadera, Jaflaun, Jaftoran, Jahya, Jallo, Jalmav, Jamangun, Jambormias, Jamco, Jamrewav, Jamsaref, Jan, Jansay, Jansen, Janser, Janwarin, Japanjatty, Jaolath, Jasso, Jeflely, Jekriel, Jellira, Jempormiasse, Jempormase, Jennia, Jerfatin, Jermias, Jeremias, Jeroos, Jesayas, Jethro, Jeviwra, Jheo, Jilpupin, Jimando, Jimenez, Jirlay, Jochems, Joel, Johan, Johands, Johansz, Johannes, Johannis, Jojano, Joktimera, Joltuwu, Jonain, Jonathan, Jones, Jongker, Jooce, Joostensz, Joris, Jorna, Joseph, Jotlely, Jozias, Juarsa, Julian, Julis, Jurben, Jurcales, Jurley, Justinus,
K
Kaary, Kabalessy, Kabilaha, Kabrahan, Kadmaer, Kadtabal, Kafroly, Kahaela, Kahyoru, Kaibobo, Kaidél, Kaihatu, Kaihena, Kailey, Kaillem, Kailola , Kailolo, Kailuhu, Kaimahrela, Kainama, Kaipatty, Kaiterlomin, Kaitjlapatay, Kaitjily, Kajihi, Kakerissa (atau Kakarissa), Kakiailatu, Kakay, Kakiay, Kakihena, Kakisina, Kalabory, Kaliky, Kallaij, Kalqutny, Kamclane, Kamerkay, Kamsy, Kamuala, Kamukalawae, Kanaitang, Kanawa, Kannety, Kanony, Kaplale, Kappuw, Kappy, Kapressy, Karafe, Karanelan, Karatem, Karatlauw, Kareis, Karel, Karelaw, Karels, Karesina, Karit, Kariuw, Karmezach, Karolis, Karoni, Karepesina, Karsten, Kartensz, Karual, Karuna, Kary, Karyoma, Kasale, Kasamilale, Kasihiw, Kasihuw, Kasmanus, Kassirsz, Kassiuw, Kastanta, Kastanya, Kastella, Kasten, Kastera, Kastero, Kastra, Kasturian, Katayane, Katipana, Kautjil, Kay, Kaya, Kayadoe atau Kayadu, Kayapa, Kayhatu, Kdise, Kedalil, Keddah, Kefbarin, Keikuhu, Keilalilota, Keisera, Kelanit, Kelderak, Keledar, Keliobas, Kelilauw, Kelirey, Keljasa, Keljombar, Kelmaskov, Kelrey, Keltoten, Kelwarany, Kelyaum, Kempa, Keppy, Karjapy, Kerthy, Keegel, Kerisoma, Kermite, Kerty, Kesaulya, Ketno, Keumasse, Key, Keyer, Khaliqy, Kharie, Kheral, Khoe, Khomaro, Khouw, Khongred, Khurnalla, Kifta, Kikalessy, Kikilaitetty, Kilanresy, Kilbaren, Kilkoda, Killay, Killy, Kilywe, Kilmas, Kilwalaga, Kilwouw, Kipuw, Kirans, Kiriwenno, Kirlelya, Kirwelak, Kisenrat, Kissya, Kivert, Klauw, Klavert, Kleden, Klerock, Kloer, Klopfleisch, Knatmera, Kniesmeijer, Knyarilay, Knyarpilta, Kobbloy, Koenoe(baca:Kunu), Kofit, Kohinsafun, Kohumarua, Kohunussa, Koimer, Koisine, Koknussa, Kolahatu, Kolahuwey, Kolakvera, Kolathena, Kolatveka, Kolelsy, Kolessy, Kolibunso, Kolohuwey, Kols, Komas, Komnaris, Komrey, Komsary, Konhud, Konoralma, Kooiman, Kooistra, Koraag, Koranelao, Korisen, Koritelu, Korlefura, Korlooy, Kormasella, Kornamne, Kornelis, Kornpauw, Korsely, Kortefura, Kortman, Koryesen, Korytelu, Koslout, Kostantin, Kosten, Kota, Kotadiny, Kotahatuhaha, Kotalawa, Kotarumalos, Kratat, Krawain, Krestian, Kriekhoff, Krisop, Krois, Kromes, Kronenberg, Kruytzer, Kuara, Kudmas, Kudusia, Kufla, Kuhuail, Kuhuparuw, Kuhuwael, Kuhurima, Kuhurupun, Kulaleen, Kumbansila, Kundre, Kurais, Kursam, Kusaly, Kusapy, Kustely, Kuswara, Kuvla, Kuypers, Kwakernaak, Kwalomine, Kwanander, Kwarmona,
L
Laäle, Labalen, Labery, Labobar, Labok, Ladisary, Lafina, Lafuur, Lakburlawal, Lagraduay, Laguhi, Lahale, Lahallo, Laian, Laicerewy, Laidillona, Laikyer, Lailossa, Lailro, Laimesian, Laimeheriwa, Laimena, Laimera, Laimuslo, Lainata, Lainsamputty, Laisina, Laisouw, Laitera, Laiterkuhy, Laitety, Laitjatamu, Laitupa, Lakavin, Lakawael, Lakburlawar, Lakes, Lakfo, Lakuteru, Lakwen, Lala'ar, Lalihitu, Lalopua, Lamany, Lamawitaq, Lambartir, Lambertus, Lamderts, Lameky, Lamera, Lamers, Lamere, Lamerkabel, Lampira, Lendisyem, Langer, Langoru, Lanith, Lanjkatyela, Laodendulukh, Lapia, Laplelo, Lappy, Laratmase, Larjela, Larjerau, Larmokas, Larope, Larser, Larsoba, Larwuy, Laryana, Lasaaly, Lasamahu, Lasano, Lasatira, Lasera, Lasiomina, Lassol, Lastory, Latarissa, Latekay,Lating, Latsira, Lattan, Latuael, Latuamury, Latuapraja, Latuasan, Latuary, Latubadina, Latuconsina, Latuconsinay, Latue, Latuharhary, Latuheru, Latuhihin, Latuihamallo, Latukaisupy, Latukau, Latukolam, Latukolan, Latulenawael, Latuny, Latupella, Latul, Latulanit, Latulola, Laturua, Latumaelissa, Latumaerissa, Latumahina, Latumairissa, Latumakulita, Latumalea, Latumanuwey, Latumanuseite, Latumapina, Latumeten, Latununuwe, Latupapua, Latupeirissa, Latupella, Latuperissa, Latupraja, Latuputty, Latusia, Lattu, Laturake, Laturette, Laturputty, Latus, Latuserimala, Latusina, Latusinay, Latusallo, Latuwael, Latusuay, Latutubaka, Lauhenapessy, Lauhvy, Laukon, Launuru, Laurens, Laurika, Lausepa, Lausiry, Lauterboom, Lavina, Lavuy, Lawalatta, Lawansuka, Lawery, Lay, Layabar, Lealessy, Leasa, Leansamputty, Leanwoar, Learity, Leasa, Leasiwal, Leatemia, Leatomu, Lebelauw, Lefmurmuri, Lefta, Leften, Lefteuw, Lefuga, Lefumonay, Lefuray, Legajir, Legrans, Leikawa, Leimeheriwa, Leis, Leitemia, Leihitu, Leimena, Leipary, Leirissa, Leisisel, Leiwakabesy, Leiwier, Leite, Leivitar, Lekahatu, Lekahena, Lekairua, Lekal, Lekalaet, Lekalisa, Lekan, Lekatompessy, Lekawael, Lekenila, Lekerupy, Lekiohapy, Lekiora, Lekipiouw, Lekitto, Lekky, Lekransy, Leksair, Leksona, Lelapary, Leleulya, Leleury, Leliak, Leliweary, Leliyemin, Lelsury, Lellola, Lellortery, Lemosol, Lenahatu, Lendersz, Lendert, Lenna, Lentana, Leohena, Leomuda, Leonadal, Leonard, Leonardus, Leonary, Leonlina, Lepertery, Lepith, Lermer, Lerrech, Lernaya, Lerrick, Lerik, Lesbassa, Lesbata/Lesbatta, Lescona, Lesel, Lesiasel, Lesiela, Lesilolo, Lesimanuaya, Lesirollo, Lesnussa, Lesomar, Lesputty, Lessian, Lessidi, Lessil, Lessiputty, Lessituny, Lessy, Lestaluhu, Lesteru, Lestuny, Lestussin, Leisubun, Letelay, Lethulur, Let-Lei, Letlet, Letlora, Letsoin, Letty, Letwar, Letwory, Leuhena, Leuhery, Leulier, Leundra, Leunufna, Leunura, Leurima, Leuwol, Levi atau Levy, Lewaherilla, Lewahopa, Lewankiky, Lewansorna, Lewantour, Lewaru, Leweheri, Lewenussa, Lewerissa, Lewery, Lewibaker, Lewier, Lewna, Lhaikelota, Lico, Lidiperu, Lieando, Lienatha, Liesay, Ligo, Liklikwatil, Likumahua, Liliefna, Liligoly, Lilihata, Lilisula, Lilinger, Lilipaly, Lilipory, Limaheluw, Limarloy, Limba, Limbers, Limehuwey, Limirubus, Limor, Linanséra, Lindray, Linson, Liptey, Lipury, Lirrey, Lisaholeth, Lisapaly, Lisnario, Listeru, Litaay, Litamahuputi, Litilohy, Litwart, Liufeto, Lobemato, Lobwaer, Loby, Lobya, Lodar, Lodarmase, Lodrigus, Loemalesil, Lohy, Loilar, Loimalitna, Loimehiapy, Loirouw, Loisa, Loisoklay, Loiurro, Loka, Lokarleky, Lokollo, Lokra, Lolinwafan, Lomera, Lomesliden, Londer, Londin, Longaris, Loomeyer, Looy, Lopes, Loppies, Lopuhaä, Lopulalan, Lopulissa, Lopumeten, Loran, Loreabelo, Lorenzo, Lores, Lorwens, Loropatty, Loros, Lorwens, Losepta, Loswetar, Lotsepta, Lotusyera, Louhenapessy, Louhanapessy, Louhatapessy, Louhattu, Louhery, Loukasi, Louirro, Louis, Loulolia, Loupatty, Loupias, Lourensz, Louth, Loutwaviokar, Louw, Lowaer, Loyra, Luamasse, Luanmasar, Luanubun, Lucas, Ludimera, Lufkey, Luhu, Luhukay, Luhulima, Lukmetiabla, Lukukay, Luis, Lukas, Lumamuly, Lumanon, Lumapooy, Lumatalale, Lumatenine, Lumoly, Lumona, Lumor, Lumuly, Lumyar, Lundberg, Lurika, Lusikooy, Lusnarnera, Luther, Luturdas, Luturlean, Luturmas, Luturkey, Luturya, Luturyali
M
Maäda’el, Maäil, Maähury, Maälette, Maänary, Maäsuly, Maätita, Matusea, Maätitaputty, Maätitawaer, Maätoke, Maäturwey, Maäwara, Machmara, Macora, Macsurella, Madelis, Madethen, Madrach, Madubun, Madura, Maelissa, Maerissa, Mahali, Ma'foloi, Mafinanik, Maghyn, Magista, Magistroy, Magoher, Mahakena, Mahoklory, Mahu, Mahubessy, Mahudin, Mahulete atau Mahulette, Mahupale, Mahwil, Maici, Maifor, Maigoda, Maiheuw, Maihoram, Maik, Mailera, Mailissa, Mailoa, Mailopuw, Mailuhu, Maimena, Mainake, Mainaky, Mainasse, Mainasy, Maintor, Maipau, Mairera, Mirima, Mairuhu, Maitale, Maitha, Maitimu, Maituni, Makahinda, Makalew, Makalaypessy, Makapuan, Makarawe, Makasenda, Makatey, Makatita, Makeralo, Makewe, Makooy, Malagwar, Malaihollo, Malaka, Malakauseya, Malaluhon, Malawat, Malawau(w), Male, Maleas, Malesi, Malinder, Malioy, Malirafin, Malirmasele, Malkus, Malloly, Mallur, Maloas, Maloka, Maloky, Malonsilly, Mamaga, Mamisa, Manaha, Manahera, Manait, Manakane, Manay, Mancino, Mandalise, Manderos, Mandessy, Mandry, Manduapessy, Mangar, Mangera, Mangidano, Manginsela, Manila, Manilet, Manintamahu, Manipa, Manina, Manlany, Manoppo, Mansanaris, Mansilety, Mantauw, Manthol, Mantouw, Mantulameten, Manuel, Manuhutu, Manufury, Manukelle, Manukiley, Manukily, Manupassa, Manuputti atau Manuputty, Manusama, Manusiwa, Manzari, Maollo, Mapussa, Mapusate, Maraje, Marangkey, Marantika, Marantha, Marasabessy, Marcus, Mardia, Mardjan, Marer, Mareray, Maressy, Maretray, Marian, Marguly, Mariaveny, Marino, Maris, Marlay, Marolan, Maromon, Marloune, Marlovolin, Maros, Marsela, Marthens, Martora, Maruapey, Maryanan, Marlissa, Marmusial, Maromon, Marshall, Marsolo, Marthen, Marthinus, Marthius, Maruanaja atau Maruanaya, Maraunuela, Marwa, Maryate, Masado, Masbait, Masbaitubun, Masella, Masesua, Masiglat, Masloman, Masnifit, Maspaitella, Masriat, Masrikat, Masrukhan, Massa, Massen, Mas'ud, Matahelumual, Matahurilla, Matakena, Matakupan, Matalatta, Matalatua, Matanassy, Matapere, Matatula, Matauseya, Materay, Matena, Matero, Matheis, Matheos, Matheus, Matinahoruw, Matitahmeten, Matimau, Matmey, Matinahoru, Matital, Matitaputty, Matloa, Matly, Matruthe, Matrutty, Mattale, Mattinahotuw, Matuahitimahu, Matulesia, Matualessy atau Matulessy, Matusea, Matuanakotta, Matumona, Matulty, Maturan, Maturbongs, Matuwalatupauw, Matwear, Mauauth, Mauberg, Maudara, Mauhema, Maulanny, Maulias, Mauressy, Maurits, Maussa, Mautheis, Mauweng, Mawara, Mawetarsz, Mayahy, Mayano, Mayaut, Mayers, Mayor, Mawa, Meckel, Mehedila, Mehen, Mehiwarleky, Mehmorlay, Mehmory, Meifarth, Meikdely, Meilenzun, Melaira, Meliezer, Melmambessy, Melsadalim, Melsasail, Melwaer, Menahem, Mendes, Mendoza, Menora, Merdio, Merweer, Mesack, Mesdila, Mesfer, Mesliden, Mesloy, Messa, Metalmely, Metaloby, Metanleru, Metekohij, Metekohy, Metehelemual, Metiary, Metihary, Metiora, Metjikit, Metrian, Meturan, Meute, Meyano, Meyer, Mezack, Michael, Milasintia, Mina, Minaelt, Minanlarat, Minaely, Mioch, Miog, Mirlauw, Miru, Mirulewan, Missy, Moeri, Moers, Mofun, Moksen, Molana, Moll, Mollé, Molly, Momou, Monaten, Mondjil, Moneay, Moniharapon, Monipola, Monny, Montefalcon, Mora, Moreo, Mores, Morette, Morgan, Morios, Morsen, Moryaan, Mosez, Mosse, Mouren, Mouw, Mbouw, Mozes, Mual, Muges, Mulud, Mularen, Mulder, Muller, Munster, Muriolkossu, Murjani, Musaad, Musi, Musila, Muskita, Muskitta, Mustamu, Mustany, Mutlay, Muya, Musly,
N
Nafali, Naflery, Nahaklay, Nahakleky, Nahumarury, Nahumuri atau Nahumury (atau Tuanahumury), Nahumarusy, Nahusuly, Nahusona, Nahuway, Naim, Nalhonam, Nampasnea, Namserna, Namuru, Nanariain, Nendissa, Nanlessy, Nanlohy, Nanulaitta, Nanuru, Nanusella, Naraya, Narayaman, Nares, Naressy, Narmo, Naroly, Narua, Narwadan, Narwawan, Naryemin, Nasela, Naskay, Nasarany, Natan, Natar, Natasian, Natjikit, Natlayer, Natten, Natro, Nauwe, Navan, Nebar, Nederoepoen, Nettana, Nicolaas, Nicolay, Niker, Nitakessy, Nitalessy, Nelson, Nife, Nikodemus, Nindatu, Ninkeula, Nisaf, Nital, Nendissa, Nengkuela, Nengkuelya, Nererain, Nerwel, Nesar, Neva, Neyte, Ngelyaratan, Ngabalin, Ngaderman, Ngaja, Ngamel/Ngamelubun, Nifmaskossu, Nicijuluw (baca:Nikiyulu), Nirahua, Nisdoam, Nivaan, Noach, Noble, Nokpay, Nonmafa, Norimarna, Norwens, Notty, Nova, Novira, Noya (atau Noija, baca: Noiya), Nugracia, Nuhuyanan, Nukuhehe, Nuniary, Nunlehu, Nunuetta, Nunumete, Nurlatu, Nurlette, Nurtanio, Nurue, Nusaly, Nussy, Nusatjasi, Nusawakan, Nyawikuhy (baca: Niawikuhi) Nuriata
O
Obhetan, Octavians, Oefy, Oersepuny, Ofan, Ohello, Ohoilean, Ohoiledjaan, Ohoiledwarin, Ohoimar, Ohoiner, Ohoira, Ohoirenan, Ohoitavun, Ohoiulun (baca: ohoi-ulun), Ohoiwirin, Ohoitenan, Ohoiyuf, Ohorella, Ohman, Oikuasta, Oilira, Oita, Oktosea, Okra, Oladasi, Olamando, Olczweski, Olinger, Olislager, Oliver, Olivier, Oliviera, Olkteseja, Omaratan, Omega, Onaola, Onardo, Onarely, Onarloy, Ondy, Ongels, Ongirwalu, Ongkers, Onoly, Oosterhuis, Oppier atau Opir, Oraile, Oranje, Oraplawal, Oraplean, Oratmangun, Orindalim, Orno, Orun, Ory, Oryoin, Oshaer, Osleky, Ospara, Oszaer, Otmudy, Otta, Oudshoorn, Oybur, Owandity
P
Paaijs atau Paays, Paca, Pahar, Paija, Paihra, Pairhy, Paisina, Pakaila, Pakaless, Pakay, Pakkel, Pakniany, Paknianmewan, Palain, Palajo, Palapessy, Palpialy, Palencar, Paliaky, Palias, Palica, Palijama atau Palyama, Palijate, Palipus, Palisoa, Palpia, Pamounda, Panco, Panjaito, Panpalares, Papilaya (atau Papilaja), Parera, Parety, Parewang, Pariama, Pariela, Parihala, Parinama, Parintah, Parinussa, Pariuri atau Pariury, Parjer, Paron, Parura, Pary, Passahary, Pasalbessy, Pasanea, Paselima atau Passelima, Pasinau, Pasla, Passa, Passal, Passau, Passumain, Patawaria, Patehaduan, Patjanan, Patras, Patrouw, Pattalala, Pattawala, Patti, Pattianakota, Pattiapon, Pattiata, Pattiiha, Pattihahuan, Pattiheuwean, Pattikairatu, Pattikawa, Pattileamonia, Pattilekasapia, Pattileraonia, Pattileuw, Pattilima, Pattilouw, Pattimahu, Pattimaipauw, Pattimukay, Pattinama, Pattinasarani atau Pattinasarany atau Pattinaserany, Pattinaya, Pattinussa, Pattipawaej, Pattipeilohi atau Pattipeilohy atau Pattipilohy, Pattipeiluhu, Pattirajawane, Pattirane, Pattirousamal, Pattiruhu, Pattisahusiwa, Pattisamalo, Pattisapacoly, Pattiselanno, Pattiserliun, Pattiasina, Pattisinay, Pattisia, Pattisina, Patsina, Pattiwael, Pattiwaelapia atau Pattiwaellapia, Pattimura, Pattiusen, Pattotmen, Patty, Pattynama, Paturia, Paul, Paulain, Paulus, Paulusz, Paunno, Payara, Pay, Payapo,Payer, Payessy, Pea atau Peea, Peca, Pehino, Peilouw, Peimahul, Peisina, Pelamonia, Pelapelapon, Pelapory, Pelasula, Pelaury, Peletimu, Pellata, Pellaupessy, Pello, Pelman, Pelmelay, Pelu, Pelupessy, Penny, Pentura, Pentury, Penu, Perdijk, Peres, Perez, Perkaly, Perklay, Perley, Perloy, Persulessy, Pertafun, Pertuack, Perulu, Peseletehahan, Pesireron, Pesiwarissa, Pesilette, Pessi atau Pessy, Pesoelima atau Pesolima, Pesurnay, Pesuwarissa, Peta atau Petta, Petrof, Petrusz, Peuohaq, Peweloy, Peyzer, Phillips, Philippus, Pical, Picanussa, Picarima, Picasouw, Picaul, Picaulima atau Piculima, Picauria, Piél, Pieter atau Pieters, Pieterst, Pietersz, Pieris, Pieritsz, Pikason, Pilando, Pinoa, Piris, Piries, Pirsouw, Pisarahu, Pitna, Pitoty, Pitries, Pocerattu, Pocomase, Pohirey, Pohwain, Poipessy, Pokar, Pokomasse, Pokrena, Polari, Polhaupessy, Pollatu, Polanunu(Polnunu), Polnaya, Polpoke, Polsiary, Polway, Polyn, Pomeo, Poniskory, Pony, Popla, Pooroe, Porce, Porfchy, Porkily, Porlary, Porloy, Pormes, Porsche, Porsiana, Porsisa, Porudara, Porulery, Porwaila, Porway, Postema, Postma, Potoruw, Prans, Pronk, Proprey, Prossy, Proym, Pruat, Puiledway, Puimera, Pulumahuny, Pupella, Purimahua, Putinela, Putiheruw, Putirulan, Puttileihalat, Puttineta, Puttiray, Putuhena, Puturuhu, Puyamna, Pynustan,
Q
Que, Queljoe, Quezon
R
Rachil, Rada, Radamussa, Radiena, Radjabaycolle, Radjaloa, Radjawane, Radjoelan, Rafael, Rafel, Rafupaira, Ragalomi, Rahabav, Rahabeat, Rahadad, Rahaded, Rahado, Rahael, Raha'il, Rahajan, Rahakbauw, Rahalob, Rahanar, Rahankey, Rahaor, Rahanbiran, Rahanra, Rahansikwer, Rahanten, Rahantoknam, Rahawarat, Rahawarin, Rahareng, Rahayaän, Rahalus, Rahangier, Rahangmetan, Rahankuren, Rahansamar, Rahanratu, Rahentus, Rahanwatty, Rain, Rainony, Raja Boean, Rajab, Rajawane, Ralahallo, Ralahalu, Rambers, Rambino, Ramchic, Ramon, Ramondo, Ramschie, Ranbalak, Raneld, Ranguly, Ranno, Ranolat, Raprap, Rarsina, Ratila, Ratissa, Ratsehaka, Ratsina, Ratte, Ratuadan, Ratuhalin, Ratukoten, Ratulohain, Ratulohoren, Raturomon, Ratuteher, Raude, Raoeboen, Ravales, Raviv, Rea, Reane, Reawaruw, Reasoa, Rebiltaban, Recy, Redonov, Reeyk, Reffialy, Refilely, Refilteman, Refra, Refualu, Refun, Refwalu, Refwutu, Regel, Regent, Rehatalanit, Rehalat, Rehatta, Rehiary, Rehiara, Reihara, Reilely, Reimas, Reinhard, Reinould, Reintjes, Reiper, Reitiwal, Reken, Relew, Relmasira, Remialy, Remkes, Remmona, Rendat, Ren-El, Renfan, Renfarak, Rengil, Rengirit, Renhoar, Renhoran, Renhoat, Renhuard, Reniban, Renleeuw, Renmaur, Renmeuw, Renolat, Renoult, Renrusun, Rentor, Rentua, Renuf, Renuw, Renvav, Renwarin, Renwer, Renwet, Renyaän/Renjaän, Renyut, Reras, Rerebain, Reressy, Rerinne, Rering, Reyaän, Rery, Resare, Resbal, Res-El, Reselwab, Residay, Resie, Resilowy, Resimery, Reslanut, Reslev, Resley, Resmal, Resmarth, Resmol, Respessy, Resubun, Resubunjaän, Resubunwarin, Ressel, Ressok, Restuny, Retuadan, Retraubun, Rettob, Reunussa, Revallo, Revo, Revualo, Rewaru, Rey, Reyez, Reyk, Reyth, Rheebok, Ria, Riamlias, Ribock, Richard, Rici, Ridtjab, Rieuwpassa, Rihna, Rihulay, Rijoly, Rikiwelas, Rikumahu, Rirlherta, Rinsampessy, Riri, Riry, Ririasa, Ririhatuela, Ririhena, Ririmasse, Ririmasu, Riripoy, Riry, Rirsouw, Risahondua, Risakotta, Risamassu, Risamena, Risambessy, Risampessy, Risapori, Risreuw, Risteruw, Ritananuku, Ritawaemahu, Ritho, Ritiauw, Rivai, Riyanda, Road, Roberth, Roberto, Röder, Rodja, Rodriguez, Roffe, Roge, Roirelmasira, Rolas, Rolobessy, Romean, Romalaha, Rombaello, Romeon, Rommer, Romera, Rometna, Romhery, Romkeny, Romlioni, Romlus, Romode, Romohoira, Romrainy, Romsery, Romumoij, Romtia, Romuty, Romwy, Roos, Rooy, Ropena, Rorafuy, Rorainy, Rorano, Rosen, Rosevelt, Rosfader, Rossi, Rostary, Rotasouw, Roteltap, Rotobessy, Roxas, Ruael, Ruban, Ruff, Rügebregt, Rugebreith, Ruhukail, Ruhulessin, Ruhulessy, Ruhupessy, Ruhunlela, Ruhunussa, Ruhupatty, Rukka, Ruimassa, Rumalatu, Rumailal (Rumaillo), Rumakelrat, Rumalaiselan, Rumalaselan, Rumalatea, Rumalewang, Rumaloine, Rumalutur, Rumamina, Rumamory, Rumappar, Rumaroeson, Rumasoal, Rumatoras, Rumthe, Rumata, Rumfaan, Rumaf, Rumaday, Rumadery, Rumahenga, Rumaherang, Rumakety, Rumakway, Rumalaiselan, Rumangun, Rumapusule, Rumarihu, Rumaruson, Rumasella, Rumatumerik, Rumbalifar, Rumbouw, Rumeon, Rumew, Rumfaan, Rumfaf, Rumfot, Rumlaän, Rumlawang, Rumagutawan, Rumatumia, Rumkedy, Rumles, Rumlus, Rumngevur, Rumonim, Rumphius, Rumpis, Rumpuin, Rumra, Rumsory, Rumthe, Rupiluw, Rupisiay, Ruslau, Russel, Ruspanah, Russyn, Rusten, Rutumalesi, Rutunalessy, Rumtutuly
S
Saämena, Sabandar, Sabar, Sabonno, Sadrak, Sadsuitubun, Safenussa, Sagena, Sahabudin, Sahanaya, Sahalessy, Sahar, Saharui, Sahertian, Sahetapy, Sahetumby, Sahilatua, Sahlan, Sahuburua, Sahulata, Sahuleka, Sahureka, Sahupalla, Sahusilawane, Said, Saidely, Saija (atau Tuasaija dari Nunusaku. baca: Saiya, Tuasaiya), Saihainenia, Saihitua, Sailapra, Sailele, Sailon, Saily, Saimima, Saimorsa, Sainafat, Saineran, Sainfalak, Sainlija (baca: Sainliya), Sainyakit, Saipelessy, Sairas, Sairdama, Sairduly, Sairkora, Sairlela, Sairlona, Sairlouth, Sairo, Sairpaly, Sairseta, Saiselar, Saitian, Sairtory, Saklil, Sakliressy, Salahalo, Salahay, Salaka, Salakory, Salamahu, Salambessy, Salambona, Salampessy, Salamena, Salamony, Salamor, Salasiwa, Salatalohi, Salawane, Saliama, Saleky, Salhuteru, Saliha, Salkery, Sallira, Salomon, Salmon, Salosso, Salouw, Salurilla, Samadara, Samafat, Samal, Samall atau Samallo, Samaleleway, Samanerey, Samar, Samadara, Samalay, Samasal, Samder, Sameaputty, Samen, Samkay, Samloy, Samly, Samollo, Sampson, Sampulawa, Sampra, Samson, Samual, Samuel, Samusamu, Sanahu, Sanaky, Sanders, Sandert, Sando, Sangaji, Santi, Santiago, Sapacoly, Sapalewa, Sapasuru, Sapia, Saptenno, Sapsuha, Sapsuka, Sapthu, Sapulette, Sapury, Sapya, Saulatu, Saquarella, Sarakh, Sardinson, Sarimolle, Sarioa, Sarkol, Sarloy, Sarmaly, Sarmanella, Sarusway, Sasabone, Sasake, Sasole, Saude, Saulissa, Sauruy, Savsavubun, Saya, Schaduw, Scharlig, Schenkuysen, Schreurs, Schrifen, Schroder, Sedubun/Sedoeboen, Seamiloy, Seane, Seay, Sehwaky, Seilano atau Selano, Seimahuira, Seimahuwa, Seipalla, Seipattiratu, Seipattiseun, Seir, Seite, Sekarone, Sekewael, Selanno, Selawa, Selatnaya, Seldjatem, Selgader, Selebes, Seleky, Selfenay, Selkioma, Sella, Selleck, Selra, Selsily, Seltubir, Seluhollo, Selvara, Selvuan, Sem'ula, Senor, Sepa, Septorday, Septory, Serandoma, Serbunan, Serhalawan, Serin, Seriven, Sermaf, Serpara, Serpiela, Serro, Serumena, Serusiay, Sersian, Sesson, Sesye, Setha, Setty, Seuw, Sikomena, Sewta, Shalom, Siad, Siahainenia, Siahaya, Siahaija, Siaila, Sialana, Siane, Sianressy, Siarukin, Sibers, Sichers, Siegers, Sienaya, Sieto, Sifata, Sigin, Sigiora, Sigmarlatu, Sihasale, Sikte, Sila, Silafona, Silahooij (baca: Silahoy), Silara, Silas, Silawane, Silawanebessy, Silano, Siletty, Sileuw, Silfanay, Silgaden, Silipory, Silkaty, Sillueta, Sillouw, Silooy, Silvera, Simaela, Simatouw, Simao, Simon, Simona, Simson, Sina, Sinamona, Sinatti, Sinay (atau Tuasinay), Singadji, Singerin, Sinia, Sinmiasa, Sintiory, Sinyendir, Siori, Siota, Sipahelut, Sipasulta, Sipiel, Sipolo, Siori, Sirdjoir, Sirken, Sirlay, Sirsobad, Sitanala, Sitania, Sitaniapessy, Siutta, Siwabessy, Siwalette, Sklaressy, Slarmanat, Slassa, Slubyanik, Snall, Snylau, Snyopwain, So, Soakakone, Soares, Sobal, Socnosiwy, Sodefa, Sodlieb, Soentpiet, Sogalrey, Sohilait, Sohk, Soin, Soindra, Sokolay, Solarbisain, Solehuwey, Soleman, Solemeda, Solemende, Solefucy, Solgarey, Solinav, Solissa, Solmeda, Solukh, Solsolay, Somae, Sombalatu, Somes, Somey, Songbes, Sonray, Sooch, Sooroe, Sopacua, Sopacuaperu, Sopaheluwakan, Sopamena, Sopaoia, Soparue, Soparve, Sopla, Soplatu, Soplanit, Soplantila, Soplely, Soplera, Soplero, Soploy, Soprali, Sorfay, Sorfory, Soriale, Soriton, Sorluri, Sormin, Sormudi, Sorsery, Soruday, Soselisa, Sotja, Souhally, Souhoka, Souhuken, Souhuwat, Souissa, Soukotta, Soukully, Soulinay, Soulisa, Solisa, Soulissa, Soumeru, Soumete, Soumokil, Soumory, Soumual, Soumulin, Sour, Souripet, Soyem, Spies,Sriatoon, Srue, Stanly, Stefanus, Stoker, Stom (baca Stoom), Suad, Sucelaw, Sula, Suiker, Suitella, Sukur, Suli, Sulilatu, Sumanik, Sumany, Sumreskossu, Suneth, Sunloy, Supulatu, Supusepa, Surey, Suribory, Suripatty, Surker, Surlia, Sutaner, Sutiray, Sutrahitu, Suttela, Suweileh, Syahailatua, Syaharanie, Syaranamual, Syatauw, Syauta, Syelau, Syeramwain,
T
Tabalessy, Tabavmolu, Tabelssy, Taberima, Taborat, Tackow, Tahalea, Tahalele, Tahamata, Tahanora, Tahapary, Tahiya, Tahitoe atau Tahitu, Tahoes, Tahnopal, Tahor, Taihuttu, Taihitu, Tail, Tairsobiani, Takahepis, Takarasel, Takarbessy, Takaria, Taker, Takndare, Talabessy, Talahatu, Talahaturuson, Talakua, Talaksoru, Talaksuru, Talanel, Talanilla, Talaohu, Talla, Tallane, Tallaut, Talaway, talapessy, Tamala, Tamaela, Tamalsir, Tamarmans, Tambalangi, Tamher, Tamonob, Tamtelahitu, Tanahatu, Tanahitumessing, Tanalepy, Tanalisan, Tanamal, Tanee, Tanalea, Tanalessy, Tanasale, Tanate, Tanesya, Tanic, Tanifan, Tanikwele, Taniwel, Tanlain, Tanrobak, Tansora, Tantoly, Tanwey, Tapiheru, Tapilatu, Tapilow, Tarantein, Tarawesi, Tarehy, Tarekar, Tarinathe, Tarumaselly, Tarusy, Tasaney, Tasidjawa, Tassane, Tataperuw, Tatipatta, Tatipikalawan, Tatuhey, Taulany, Tauran, Tauatanasse, Tawaerubun, Tayalla, Tayl, Tebiary, Tefara, Tehuayo, Tehubijuluw (baca:Tehubiyulu), Tehupeiory, Tehupelasury, Tehusiarana, Tehupuring, Tehusyarana, Tehuwayo, Teis, Telapary, Teky, Telepary, Teliaur, Tella, Telsuera, Temmar, Tenine, ten Cate, ten Have, Telussa, Tenlima, Temartenan, Tengens, Teniwut, Tentua, Tepal, Terinate, Teriraun, Terling, Terlir, Terloit, Termas, Termey, Termature, Terry, Terseman, Tertimelay, Tertroman, Terwielsa, Teslatu, Tesno, Tetelay, Tetelepta, Teterissa, Tethool, Tetikay, Tetlageni, Tetrapoik, Tety, Tevtuar, Tharob, The, Thebez, Thecher, Thedy, Theis, Thelessy, Themin, Thenager, Thenu, Theny, Theodorusz, Theofilla, Theorupu, Theovilus, Thernando, Theruty, Thesman, Thesno, Thetius, Theuw, Thiemailattu, Thienus, Thiesman, Thinar, Thio, Thiosubu, Thiotansen, Thobias, Thomas, Thorion, Thovian, Thto, Thung, Thyssen, Tjuparia, Tiahahu, Tianlean, Tianotak, Tibalea, Tibalimeten, Tielman, Tifof, Tigele, Tildjuir, Timahery, Timisela, Timotius, Tilukay, Tiotor, Tipalameten, Tipialy, Tipuria, Tira, Tirel, Tisera, Tistor, Titariuw, Titasen, Titawanno, Tiwery, Titahena, Titaheru, Titaley, Titapasanea, Titarsole, Titarsoley, Titasomi, Titawananno, Titihalawa, Titiheru, Titioka, Titirlobyloby, Titus, Tiven, Tiwery, Tjialfa, Tlingkery, Tobelo, Toberwaer, Toeparia, Tohalo, Toffoletti, Toffy, Tohatta, Toisuta, Tokan, Toker, Tokjaur, Tokmadoran, Tomadina, Tomagola, Tomahu, Tomahua, Tomaluweng, Tomasila, Tomasoa, Tomasouw, Tomasowa, Tomatala, Tomaula, Tomhissa, Tomia, Tomio, Tomoria, Tomyar, Tong-Hio, Tonikoe, Tonrate, Tooren, Toppora, Topurlay, Topurmera, Topurtawy, Toras, Toressy, Torlain, Tormyar, Torry, Tortet, Tosane, Tosil, Tound, Tousalwa, Touwe, Towait, Trando, Tromlakor, Tromlay, Trona, Ttehelu, Tuahattu, Tuahuns, Tuatfaru, Tubalawony, Tuahuns, Tuakora, Tualena, Tualeka, Tuanahu, Tuanahumury atau Nahumury, Tuanani, Tuanakotta, Tuankotta, Tuanaya, Tuanger, Tuapattinaya, Tuapetel, Tuarita, Tuarissa, Tuarlela, Tuasikal, Tuasaija dari Nunusaku atau Saija (baca:Saiya), Tuasamu, Tuasalamony, Tuasella, Tuasinay atau Sinay, Tuasuun, Tuatanassy, Tubalawony, Tuharea, Tuhalauruw, Tuhehaij, Tuhilatu,Tuhulele,Tuhuleruw, Tuhumena, Tuhumuri atau Tuhumury, Tuhuteru, Tuhusula, Tukyaur, Tulalesia atau Tulalessy, Tulaseket, Tuluheru, Tumansery, Tumober, Tumury, Tunjanan, Tunyluhulima, Tupalessy, Tupamahu, Tupan, Tupanno, Tupanwael, Tupasouw, Tupawael, Tupenalay, Tuquiha, Turben, Turgey, Turmua, Turubasa, Turuy, Turukay, Tusmain, Tuther, Tutkey, Tutuarima, Tutuhatunewa, Tutuiha, Tutupary, Tutupohu, Tutupoly, Tuval, Tuwanakotta, Tuwatanassy, Turkey, Tusyek, Tuurfon, Tyssenraad, „“
U
Ubleeuw, Ubra, Ubvan, Udigary, Udinera, Ukru, Uktolseya, Uktosya, Ulate, Ulayo, Ulahaiyanan, Ulmatty, Ulorlo, Ulter, Uluputty, Umagaf, Umasugi, Umhersuny, Unarapal, Unatenina, Unemlora, Unenor, Uneputty, Unilefta, Uniplaita, Unitly, Uniwaly, Unkelefta, Unmehopa, Unoapar, Unola, Unsia, Untajana, Untarolla, Unululla, Unwakoly, Uperessy, Upessy, Ur, Urath, Uray, Urayawa, Urbayani, Urbansini, Urdjel, Urel, Uren, Urilal, Urilette, Urlyoly, Ursepuny, Ursia, Uruilal, Urutmaan, Usemahu, Usman, Usmalay, Usmani atau Usmany, Uspessy, Uspitany, Usvinip, Utanno, Uwella, Uwen, Uvuuratuw, Uyara, Uze,
V
Valmores, van Afflen, van Amstel, Vanath, van Belouw, van Bergen, van Bokhove, van Bussel, van Capelle, van Caspel, van Delsen, van de Haare, van den Berg, van der End, van der Kloor, van der Meer, van der Muur, van der Sluis, van der Weden, van der Zee, van Deuw, van Diest, van Dijk (atau van Dyk), van Doorn, van Driel, van Enst, van Etesz, van Exel, van Gils, van Hallen, van Harling, van Hoek, van Hoogmoed, van Houten, van Irsel, van Joost, van Leun, van Motman, van Nieuwenhuizen, Vanon, van Puffelen, van Ringen, van Room, van Saker, van Strijland, van Suiker, van Sukker, van Surker, Vavuu, Vederubun, Veerman, Veenendaal, Verhagen, Versteegh, Vetegh, Victor, Vidlela, Vidor, Vijsel, Vinola, Visser, Vollebregt, Voly, von Bulow, von Emster, Voriume, Vorst, Vorth, Voth, Vovo, Vriese, Vun
W
Waäel, Waasar, Waas, Wa'atwahan, Waber, Waelaruno, Waemesse, Wagola, Waifly, Wailenzun, Wakang, Walagwaor, Wally, Wamona, Wangarwy, Wantaar, Warella, Warhoa, Wariunsora, Wacanno, Wael, Waeleruny, Waeperang, Waerisal, Wailissa, Wails, Wailussy, Wairata, Wairatta, Waisapy, Waisahalong, Wakan, Walaia, Wales, Walsen, Walten, Wamesse, Wance, Wanne, Waplau, Waplaw, Warbal, Warbel, Warella, Waricey, Warkey, Warkor, Wasia, Wasna, Watliter, Watloly, Watmanlussy, Watmersan, Watrimny, Watsira, Wattiheluw, Wattilete, Wattimanela, Watimena, Wattimena, Wattimury, Waulath, Wayerjuari, Weber, Wedilen, Wee, Weeflaar, Weheb, Wehfany, Welary, Welafubun, Weler, Weljansen, Wellem, Wellyken, Wemay, Wemaf, Wenehen, Wenger, Wenno, Wenus, Weridite, Werinkukly, Werinussa, Wesplat, Wessy, Wetamsair, Wewra, Wewza, Wifly, Wilfred, Willys, Wilyams, Wlena, Woersok, Woesing, Wohel, Woherhair, Wohir, Wokamauw, Woley, Wolff, Wolontery, Wompers, Wonatha, Wondola, Wonhery, Wonley, Wonmaly, Wonsera, Wontopur, Woolf, Woriun, Wotheisen, Wothouzen, Wuarbanaran, Wuarlela, Wuarmanuk, Wuisan, Wuarlijma, Wuctres, Wurletta, Wuters, Wutlanith
Z
Xamson, Xaverius (atau Zaverius)
Y
Yaban, Yabar, Yabarmasse, Yempormase, Yafur, Yahawadan, Yakob, Yaky, Yalmav, Yaluhun, Yambreswav, Yamla'ay, Yamrat, Yamvav, Yani, Yantel, Yanuby, Yanwarin, Yaranmassa, Yaran, Yarin, Yauply, Yauris, Yebassy, Yehelissa, Yehubebyanan, Yehuda, Yemnifan, Yenussy, Yerigair, Yerwuan, Yesaya, Yesayas, Yeuyanan, Yeviwra, Ynawarin, Yoel, Yohanes, Yohanis, Yokohael, Yoktery, Yolmen, Yonenain, Yongnaim, Yoor, Yoram, Yordan, Yoris, Yoseph, Yosieto, Yousaf, Yulianus, Yunus, Yusak, Yusuf
Z
Zainilessy, Zacharias, Zacheus, Zalkheus, Zamon, Zaverius, Zein, Zet, Zijlstra, Zoin, Zubedy, Zue, Zuley,
Abednego, Abel, Abarua/Abaroea, Abraham, Abrahams, Abrahamsz, Acher, Ademiar, Adeo, Adjahary, Adolf, Adonis, Adrian, Adrianz, Adrians, Adriaansz, Adrianus, Adtjas, Afaratu, Afdan, Affifudin, Afflu, Afitu, Aghogo, Agudjir, Agustinus, Agustis, Agustyen, Ahab, Ahad, Ahar, Ahiyate, Ahlaro, Ahnary, Ahudora, Ahver, Aihery, Ailerbitu, Ailerkora, Ainoli, Aipassa, Airory, Aitonam, Akasian, Akbar, Akel, Akerina, Akhir, Akiaar, Akiary, Akihary, Akipu, Aklafin, Akohillo, Akollo, Akse, Aktalora, Akyuwen (baca:Akiwen), Al, Albram, Al Chatib, Alain, Alakaman, Alamon, Alaslan, Alatubir, Alberthus, Albram, Aldama, Alexander, Alfanay, Alfaris, Alfons, Alicaris, Aliputty, Alkatiri, Alkoteri, Allo, Ally, Aloon (baca:Alon), Alopy, Aloumoly, Alputila, Altin, Alvarisi, Alviaro, Alwen, Alwer, Alwy, Alyeru, Alyona, Alyoha, Amahoru, Amamaran, Aman, Amahorseya, Amanapunyo, Amaral, Amarduan, Ambar, Amboki, Amergebi, Amesz, Ameth, Amorhosea, Amos, Ambrosilla, Amunnopunjo, Amuntoda, Anakotta, Anakotapary, Anamova, Anas, Andea, Andies, Andino, Andres, Andrias, Andries, Angelbert, Angels, Angganois, Anggoda, Angkotta, Angkotamony (baca:Angkotamoni), Angkotasan, Angky, Angwarmase, Anidla, Aninjola, Anjarang, Ansiga, Ansora, Anthonio, Anthony, Antormase, Apalem, Apalen, Apanath, Apang, Apeworen, Apitula, Apituley, Aponno, Apopits, Aprian, Aramuda, Arba, Arbaben, Arbol, Arends, Argueble, Aries, Aristarkus, Arjesam, Armando, Arnes, Arnold, Arlooy (baca:Arloy), Aronds, Aropa, Aroran, Artafella, Arts, Arun, Asbay, Aschab, Asohorty, Asry, Assegaf, Assel, Astan, Asthenu, Aswaly, Asyeram, Atapary, Atbar, Atiby, Atihuta, Attamimi, Aucheyeny, Augustyn, Aunalal, Auratu, Aurima, Aurmartin, Awear, Awirano, Ayal, Ayawaila, Ayhery, Ayhuan, Ayuba
B
Bachta, Baco, Bacory, Badelwair, Badmas, Baersady, Bager, Bahasoan, Bachmid, Bain, Bairatnissa, Bairo, Bakarbessy, Bakhwereez, Bakker, Bakridi, Ballan, Ballo, Bally, Balryan, Balsala, Balseran, Balthazar, Balvid, Bamatrao, Bämfer, Bandahera, Baora, Baragain, Baransano, Barao, Barek, Barendz, Bareto, Barfeny, Barger, Barkeij, Barlola, Barloy, Barmella, Barnabas, Barons, Baros, Barry, Bartolomeus, Barutressy, Barza, Basafin, Basalamah, Bayan, Basry, Bassay, Basteirn, Bastian, Batawi, Batceran, Batcori, Batdjedelik, Batfeny, Batfian, Batfin, Batfyor, Batho, Batidas, Batkunde, Batlajery, Batlayeri, Batlyel, Batlyeware, Batserin, Batsira, Batsyory, Battisina, Batto, Batwael, Batuwael, Batyefwal, Bazar, Bazari, Bazergan, Beay, Beffers, Beilohy, Beisilla, Bejarano, Belay, Belder, Belegur, Belen, Belena, Beljaky, Beljeur, Belmin, Belmondo, Belnard, Belseran, Belson, Belwain, Benlas, Benaino, Benamen, Benedijk, Beneto, Benjamin, Benson, Bento, Benyernakor, Berhitoe atau Berhitu, Bernadus, Bernhard, Bernard, Bernts, Bersaby, Bersalei, Beruat, Besan, Bessy, Betaubun, Betoky, Bianchi, Bicoli, Biet, Bilahmar, Bille, Bin Agiel, Binbaso, Binnendijk, Bin Sulaiman, Binsye, Bin Umar, Birahy, Bision, Blijlevens, Blukora, Bobero, Bobeto, Boca, Bochi, Boften, Boger, Bohoekoe Nam Radja, Boina, Boinsera, Boky, Bolisara, Bonara, Bonsalya, Boogart, Borges, Boritnaban, Borlak, Bormassa, Boroson, Borrel, Borolla, Borut, Bosko, Bothmir, Botter, Boufakar, Bouwens, Breekland, Bremeer, Bria, Bruhns, Bruigom, Buano, Buarlely, Buchaer, Bugal, Builder, Buiswarin, Bukop, Buloglatna, Buloroy, Bunjanan, Burnama, Bwariat, Buarnirun.
C
Caarsten, Caian, Callahan, Calvari, Camerling, Cao, Capobianco, Carelsz, Carliano, Carmiago, Carolus, Castera, Castillo, Castro, Cecene, Ceda, Chadiman, Chakenota, Chatib, Cheiongers, Chello, Chera, Chevais, Chostantinus, Chrisaldo, Christabel, Christen, Christiaan, Christo, Christoffel, Christopher, Chuleyevo, Cie, Claus, Cobis, Coendraad, Cohen, Collins, Cols, Coly, Comul, Conoras, Consina, Corputty, Corneille, Cornelis, Correa, Courbois, Coveka, Cramer, Crola, Cuana, Cupoano
D
da Costa, da Gomez, da Queljoe (atau de Quelju), Dahoklory, Damava, Dandel, Dando, Daniel, Daniels, Darany, Darato, Dario, Darisera, Darkay, Darmau, Darsantor, Dasfordate, Dasletty, Dasmasela, Dasola, da Silva, da Sousa, Dates, Dally, Dadiara, Datty, Dauole, David, Davidz, Dawan, Day, Dayan, Dayera, Deay, Debanche, Deil, de Barrito, de Bell, de Boer, de Bree, de Britto, de Brund, de Carvalho, de Eng, de Elie, de Feniks, de Flart, Defnada, de Fretes, de Gier, de Graaf, de Gruiter, de Haas, de Haart, de Houtman, Deis, de Jesus, de Jong (atau de Yong), de Joseph, de Kates, de Keyzer, de Klerek, de Kleric, de Kooc, de Kock, de Kroes, de la Luz, de la Rosa, de Leeuw, del Gado, del Viga, de Lima, Delly, de Lopez, de Lozari, de Ornay, Demataco, de Mesquitta, Demny, den Brave, Denwaklera, Deny, Deo, de Powes, Deraukin, Dercu, Deres, Derun, Derhaag, Deriksen, Derikson, Derlauw, Derlen, Derman, de Retna, Dery, de Rooij, de Rozary, de Silo, de Sily, de Sirat, de Soysa, Devenubun, de Vette, Devo, de Vreede, de Wanna, Dewis, de Zwaart, Dhia, Diasz (atau Dias), Diaz, di Crus, Digison, Dikroes, Dilago, Dilear, Dileer, Diller, Dino, Dinuth, Diover, Dirk, Dirklalean, Dirksz, Dirlyenune, Disera, Ditiomase, Dagang, Djafry, Djawa, Djakaria, Djamdjik, Djelagay, Djelau, Djengkel, Djervui, Djermor, Djerol, Djetul, Djibrael, Djilarpoin, Djonler, do Amaral, do Andres, Dobred, Dohasair, Dolhalewan, Domingus, Domlay, Dobbert, Dobertd, Dolaitery, Doles, Dolita, Dolkapi, Doludy, Dolwoy, Dominggos, Dompeipen, Dopiando, Doppert, Doren, Dorseis, dos Reis, dos Santos, Doter, Dousee, Drachman, Drees, Drimol, Drost, Duarmas, Dula, Dumatubun, Dumgair, Duparlira, Dwicaprie,
E
Ealpis, Edberth, Edward, Effelewn, Effroean (baca:Efruan), Efluar, Efraim, Egberth, Eideul, Eirumkuy, Eiwury, Ekram, El, Elake, Elaury, Eleujaan, Eleuwarin, Elier, Elmas, Elanor, Elath, El-Betan, Eliesen, Elkel, Elle, Ellias, Elfarin, Elminero, Elsiba, Elsoin, Elsunan, Eluwart, Elte, Elwarin, Ely, Elly, Ellys, Elyaan, Embisa, Emola, Emor, Empra, Emray, Engel, Engko, England, Engro, Enrico, Enos, Entamoin, Entaren, Entero, Enus, Eoch, Erbabley, Eremerd, Erlely, Erloor, Ernas, Eropley, Ersaprosy, Erwanno, Esomar, Esrev, Esron, Esserey, Essy, Eteva, Etha, Etiory, Etlegar, Etrial, Ette, Etwiory, Eugara, Evaay, Evamutan, Evert, Ewaldo, Eyale, Eykendorp, Ezauw
F
Fader, Fadersair, Fador, Faifet, Falaici, Falauf, Falera, Falermury, Falesco, Falikres, Fallen, Famas, Famney, Fanbrene, Fanumbi, Fanlay, Fangohoy, Faraknimella, Farly, Farneubun, Farsin, Fasse, Fatbinan, Fatfora, Fatlalona, Fatlira, Fatrua, Fatsey, Fatubun, Fauth, Febby, Febesal, Felara, Felay, Feldbrugge, Felndity, Fenes, Feninlambir, Fendjalang, Fenlop, Fenyapwain, Feoh, Fer, Ferlin, Ferdinandus, Fernandez, Fernando, Fernayan, Ferreira, Fasanlaw, Fesanrey, Fifaona, Fillips, Filmort, Firanty, Firley, Firloy, Fitron, Fiumdity, Flohr, Flontin, Flora, Floris, Flory, Fofid, Fol, Folatfindu, Foor, Foraly, Forfan, Forinti, Formes, Forno, Forwet, Fower, Frabes, Frainuny, Francis, Franciz, Frandescolli, Frans, Franciscus, Franssisco, Fransz, Frare, Freely, Freitas, Froim, Fuarisin, Fuller, Fun, Fursima, Futraun, Futural, Futuray,
G
Gabian, Gabriel, Gaflomi, Gafrin, Gahetto, Gahinsa, Gaite, Gaitian, Gamar, Gamgenora, Ganay, Ganobal, Ganor, Ganza, Garbim, Gardjalay, Gardjey, Garedja, Garera, Garium, Garlay, Garlora, Garpenassy, Garsiana, Garsina, Gasa, Gasko, Gaspar, Gasper, Gaspersz, Gassam, Gathal, Gato, Gelagoy, Gelfara, Genno, George, Geraldi, Geras, Geresi, Gerrits, Geslauw, Ghosaloi, Gigengack, Gill, Gisberthus, Gisedemo, Geassa, Gedoa, Geers, Gerrits, Gerson, Giay, Gilbert, Gimon, Ginzel, Gitler, Giop, Giovani, Givano, Gobuino, Godlieb, Godlief, Goeslaw, Gogerino, Gogus, Gohao, Gohir, Goain, Goleo, Golf, Goliho, Golle, Golorem, Gomies, Gommies (atau Gommis), Gonia, Gonimasela, Gonsalves, Gonzales, Gordan, Gorfan, Gosain, Gosem, Gosjen, Goszal, Gotterys, Goulaf, Graf, Granada, Grasselly, Greni, Griapon, Grisel, Grobbe, Guraici, Gudam, Gurgurem, Gurium, Guslao, Gustam, Gwedjor,
H
Habel, Habibu (atau Habibuw), Hadler, Hahijary, Haikutty, Hair, Hahury, Hakamuly, Hakapaä, Halamury, Halapiry, Halattu, Halawane, Halawet, Halirat, Hallatu, Haltere, Haliwela, Hallauw, Halos, Haluly, Haluna, Haluruk, Hamangau, Hambaly, Hameda, Hamel, Hamdun, Hammar, Han, Hanavi, Hanca, Hanegraaf, Hanorsian, Haprekkunarey, Haratilu, Harbel, Harbelubun, Hardenberg, Haris, Harlen, Harmen, Harmusial, Harnia, Hartala, Hartety, Hartog, Hartsteen, Hasbers, Haspers, Hassanussy, Hatalaibessy, Hatane, Hatapayo, Hataul, Hatharua, Hathelhela, Hatlessy, Hatsama, Hattu (atau Hatu),Hatuala, Hatuleli, Hatuluayo, Hatumena, Hatumessen, Hatuopar, Hatusupy, Hatusupit, Haulussy, Haumahu, Haumalaha, Haumase, Haurissa, Hauwert, Havelaar, Havterheus, Hawaä, Hayat, Hayer, Hayon, Heart, Heatubun, Helaha, Hehalatu, Hehalissa, Hehamahua, Hehamoni, Hehanussa (atau Hehanusa), Hehareuw, Heharu, Heideman, Heikoop, Heipary, Helaha, Heldernisse, Helermuri, Heleryoka, Helewend, Heljanan, Helma, Helnia, Helokil, Helola, Heluth, Helwed, Helweldery, Hemar, Hemas, Henamony, Henan, Henaulu, Hendrick, Hendriks, Hendriksz, Hendrikus, Hendry, Henera, Hengkessa, Hengst, Hengtz, Henriques, Herana, Herbawal, Herekly, Heremkuy, Herin, Heriola, Herling, Herluly, Herman, Hermanus, Hermarna, Hermeling, Hernauw, Herpiou, Herus, Hetharie, Hetharia, Hetharion, Hetharua, Hetiahubessy (atau Hitahubessy), Heumasse, Heumassy, Heuvelman, Heyer, Hgairtety, Hiamor, Hiariej, Hidioniki, Hilaul, Hiola, Hiteler, Hitalessy, Hitijahubessy (atau Hetiahubessy), Hitipeuw, Hitiyambessy, Hitrihon, Hitto, Hilaul, Hiskia, Hitalesiakwany, Hitirissa, Hiulruur, Hiwy, Hlacronarey, Hnyeur, Hoamoal, Hoffmeester, Hogendorp, Hokeyate, Holeino, Hong, Holatila, Holika, Holle, Hollereer, Holthuisen, Homalessy,Homase, Hommy, Hong, Honorsian, Hoor, Hoppus, Horaszon, Hordembun, Horeyaam, Horhoruw, Horosio, Horts, Horsael, Horsair, Horst, Horu, Hosea, Host, Hotjum, Huath, Hüffner, Huibers, Huik, Huily, Huka, Hukom, Hukumahu, Hukunala, Hulkiawar, Hully, Hulihulis, Huliselan, Huniake, Hunila, Huninhatu, Hunitetu, Hunsam, Hurasan, Hurlean, Hurry, Hursepuny, Hursina, Hursup, Hurta, Hurwiora, Husen, Husein, Hutubessy, Hutuely, Huwaa, Huwae, Hehahia
I
Ibkar, Icona, Ihalauw (atau Ihalahu), Ilella, Ilely, Ilery, Imasuly, Imea, Imkorle, Imlabla, Immink, Imoliana, Imsula, Imuly, Inanosa, Intopiana, Ipaenem, Ipol, Irapanussa, Iraratu, Irkey, Iriley, Irloy, Irmuply, Isaac, Iscandario, Ischa, Ishak, Iskiwar, Ismael, Isran, Istia, Isto, Italilpessy, Itamar, Itapaty, Itramury, Iwamony, Iwane, Iwar, Iyarmasse, Iyay, Iyon, Izaach, Izack
J
Jacob, Jacobs, Jacobus, Jadera, Jaflaun, Jaftoran, Jahya, Jallo, Jalmav, Jamangun, Jambormias, Jamco, Jamrewav, Jamsaref, Jan, Jansay, Jansen, Janser, Janwarin, Japanjatty, Jaolath, Jasso, Jeflely, Jekriel, Jellira, Jempormiasse, Jempormase, Jennia, Jerfatin, Jermias, Jeremias, Jeroos, Jesayas, Jethro, Jeviwra, Jheo, Jilpupin, Jimando, Jimenez, Jirlay, Jochems, Joel, Johan, Johands, Johansz, Johannes, Johannis, Jojano, Joktimera, Joltuwu, Jonain, Jonathan, Jones, Jongker, Jooce, Joostensz, Joris, Jorna, Joseph, Jotlely, Jozias, Juarsa, Julian, Julis, Jurben, Jurcales, Jurley, Justinus,
K
Kaary, Kabalessy, Kabilaha, Kabrahan, Kadmaer, Kadtabal, Kafroly, Kahaela, Kahyoru, Kaibobo, Kaidél, Kaihatu, Kaihena, Kailey, Kaillem, Kailola , Kailolo, Kailuhu, Kaimahrela, Kainama, Kaipatty, Kaiterlomin, Kaitjlapatay, Kaitjily, Kajihi, Kakerissa (atau Kakarissa), Kakiailatu, Kakay, Kakiay, Kakihena, Kakisina, Kalabory, Kaliky, Kallaij, Kalqutny, Kamclane, Kamerkay, Kamsy, Kamuala, Kamukalawae, Kanaitang, Kanawa, Kannety, Kanony, Kaplale, Kappuw, Kappy, Kapressy, Karafe, Karanelan, Karatem, Karatlauw, Kareis, Karel, Karelaw, Karels, Karesina, Karit, Kariuw, Karmezach, Karolis, Karoni, Karepesina, Karsten, Kartensz, Karual, Karuna, Kary, Karyoma, Kasale, Kasamilale, Kasihiw, Kasihuw, Kasmanus, Kassirsz, Kassiuw, Kastanta, Kastanya, Kastella, Kasten, Kastera, Kastero, Kastra, Kasturian, Katayane, Katipana, Kautjil, Kay, Kaya, Kayadoe atau Kayadu, Kayapa, Kayhatu, Kdise, Kedalil, Keddah, Kefbarin, Keikuhu, Keilalilota, Keisera, Kelanit, Kelderak, Keledar, Keliobas, Kelilauw, Kelirey, Keljasa, Keljombar, Kelmaskov, Kelrey, Keltoten, Kelwarany, Kelyaum, Kempa, Keppy, Karjapy, Kerthy, Keegel, Kerisoma, Kermite, Kerty, Kesaulya, Ketno, Keumasse, Key, Keyer, Khaliqy, Kharie, Kheral, Khoe, Khomaro, Khouw, Khongred, Khurnalla, Kifta, Kikalessy, Kikilaitetty, Kilanresy, Kilbaren, Kilkoda, Killay, Killy, Kilywe, Kilmas, Kilwalaga, Kilwouw, Kipuw, Kirans, Kiriwenno, Kirlelya, Kirwelak, Kisenrat, Kissya, Kivert, Klauw, Klavert, Kleden, Klerock, Kloer, Klopfleisch, Knatmera, Kniesmeijer, Knyarilay, Knyarpilta, Kobbloy, Koenoe(baca:Kunu), Kofit, Kohinsafun, Kohumarua, Kohunussa, Koimer, Koisine, Koknussa, Kolahatu, Kolahuwey, Kolakvera, Kolathena, Kolatveka, Kolelsy, Kolessy, Kolibunso, Kolohuwey, Kols, Komas, Komnaris, Komrey, Komsary, Konhud, Konoralma, Kooiman, Kooistra, Koraag, Koranelao, Korisen, Koritelu, Korlefura, Korlooy, Kormasella, Kornamne, Kornelis, Kornpauw, Korsely, Kortefura, Kortman, Koryesen, Korytelu, Koslout, Kostantin, Kosten, Kota, Kotadiny, Kotahatuhaha, Kotalawa, Kotarumalos, Kratat, Krawain, Krestian, Kriekhoff, Krisop, Krois, Kromes, Kronenberg, Kruytzer, Kuara, Kudmas, Kudusia, Kufla, Kuhuail, Kuhuparuw, Kuhuwael, Kuhurima, Kuhurupun, Kulaleen, Kumbansila, Kundre, Kurais, Kursam, Kusaly, Kusapy, Kustely, Kuswara, Kuvla, Kuypers, Kwakernaak, Kwalomine, Kwanander, Kwarmona,
L
Laäle, Labalen, Labery, Labobar, Labok, Ladisary, Lafina, Lafuur, Lakburlawal, Lagraduay, Laguhi, Lahale, Lahallo, Laian, Laicerewy, Laidillona, Laikyer, Lailossa, Lailro, Laimesian, Laimeheriwa, Laimena, Laimera, Laimuslo, Lainata, Lainsamputty, Laisina, Laisouw, Laitera, Laiterkuhy, Laitety, Laitjatamu, Laitupa, Lakavin, Lakawael, Lakburlawar, Lakes, Lakfo, Lakuteru, Lakwen, Lala'ar, Lalihitu, Lalopua, Lamany, Lamawitaq, Lambartir, Lambertus, Lamderts, Lameky, Lamera, Lamers, Lamere, Lamerkabel, Lampira, Lendisyem, Langer, Langoru, Lanith, Lanjkatyela, Laodendulukh, Lapia, Laplelo, Lappy, Laratmase, Larjela, Larjerau, Larmokas, Larope, Larser, Larsoba, Larwuy, Laryana, Lasaaly, Lasamahu, Lasano, Lasatira, Lasera, Lasiomina, Lassol, Lastory, Latarissa, Latekay,Lating, Latsira, Lattan, Latuael, Latuamury, Latuapraja, Latuasan, Latuary, Latubadina, Latuconsina, Latuconsinay, Latue, Latuharhary, Latuheru, Latuhihin, Latuihamallo, Latukaisupy, Latukau, Latukolam, Latukolan, Latulenawael, Latuny, Latupella, Latul, Latulanit, Latulola, Laturua, Latumaelissa, Latumaerissa, Latumahina, Latumairissa, Latumakulita, Latumalea, Latumanuwey, Latumanuseite, Latumapina, Latumeten, Latununuwe, Latupapua, Latupeirissa, Latupella, Latuperissa, Latupraja, Latuputty, Latusia, Lattu, Laturake, Laturette, Laturputty, Latus, Latuserimala, Latusina, Latusinay, Latusallo, Latuwael, Latusuay, Latutubaka, Lauhenapessy, Lauhvy, Laukon, Launuru, Laurens, Laurika, Lausepa, Lausiry, Lauterboom, Lavina, Lavuy, Lawalatta, Lawansuka, Lawery, Lay, Layabar, Lealessy, Leasa, Leansamputty, Leanwoar, Learity, Leasa, Leasiwal, Leatemia, Leatomu, Lebelauw, Lefmurmuri, Lefta, Leften, Lefteuw, Lefuga, Lefumonay, Lefuray, Legajir, Legrans, Leikawa, Leimeheriwa, Leis, Leitemia, Leihitu, Leimena, Leipary, Leirissa, Leisisel, Leiwakabesy, Leiwier, Leite, Leivitar, Lekahatu, Lekahena, Lekairua, Lekal, Lekalaet, Lekalisa, Lekan, Lekatompessy, Lekawael, Lekenila, Lekerupy, Lekiohapy, Lekiora, Lekipiouw, Lekitto, Lekky, Lekransy, Leksair, Leksona, Lelapary, Leleulya, Leleury, Leliak, Leliweary, Leliyemin, Lelsury, Lellola, Lellortery, Lemosol, Lenahatu, Lendersz, Lendert, Lenna, Lentana, Leohena, Leomuda, Leonadal, Leonard, Leonardus, Leonary, Leonlina, Lepertery, Lepith, Lermer, Lerrech, Lernaya, Lerrick, Lerik, Lesbassa, Lesbata/Lesbatta, Lescona, Lesel, Lesiasel, Lesiela, Lesilolo, Lesimanuaya, Lesirollo, Lesnussa, Lesomar, Lesputty, Lessian, Lessidi, Lessil, Lessiputty, Lessituny, Lessy, Lestaluhu, Lesteru, Lestuny, Lestussin, Leisubun, Letelay, Lethulur, Let-Lei, Letlet, Letlora, Letsoin, Letty, Letwar, Letwory, Leuhena, Leuhery, Leulier, Leundra, Leunufna, Leunura, Leurima, Leuwol, Levi atau Levy, Lewaherilla, Lewahopa, Lewankiky, Lewansorna, Lewantour, Lewaru, Leweheri, Lewenussa, Lewerissa, Lewery, Lewibaker, Lewier, Lewna, Lhaikelota, Lico, Lidiperu, Lieando, Lienatha, Liesay, Ligo, Liklikwatil, Likumahua, Liliefna, Liligoly, Lilihata, Lilisula, Lilinger, Lilipaly, Lilipory, Limaheluw, Limarloy, Limba, Limbers, Limehuwey, Limirubus, Limor, Linanséra, Lindray, Linson, Liptey, Lipury, Lirrey, Lisaholeth, Lisapaly, Lisnario, Listeru, Litaay, Litamahuputi, Litilohy, Litwart, Liufeto, Lobemato, Lobwaer, Loby, Lobya, Lodar, Lodarmase, Lodrigus, Loemalesil, Lohy, Loilar, Loimalitna, Loimehiapy, Loirouw, Loisa, Loisoklay, Loiurro, Loka, Lokarleky, Lokollo, Lokra, Lolinwafan, Lomera, Lomesliden, Londer, Londin, Longaris, Loomeyer, Looy, Lopes, Loppies, Lopuhaä, Lopulalan, Lopulissa, Lopumeten, Loran, Loreabelo, Lorenzo, Lores, Lorwens, Loropatty, Loros, Lorwens, Losepta, Loswetar, Lotsepta, Lotusyera, Louhenapessy, Louhanapessy, Louhatapessy, Louhattu, Louhery, Loukasi, Louirro, Louis, Loulolia, Loupatty, Loupias, Lourensz, Louth, Loutwaviokar, Louw, Lowaer, Loyra, Luamasse, Luanmasar, Luanubun, Lucas, Ludimera, Lufkey, Luhu, Luhukay, Luhulima, Lukmetiabla, Lukukay, Luis, Lukas, Lumamuly, Lumanon, Lumapooy, Lumatalale, Lumatenine, Lumoly, Lumona, Lumor, Lumuly, Lumyar, Lundberg, Lurika, Lusikooy, Lusnarnera, Luther, Luturdas, Luturlean, Luturmas, Luturkey, Luturya, Luturyali
M
Maäda’el, Maäil, Maähury, Maälette, Maänary, Maäsuly, Maätita, Matusea, Maätitaputty, Maätitawaer, Maätoke, Maäturwey, Maäwara, Machmara, Macora, Macsurella, Madelis, Madethen, Madrach, Madubun, Madura, Maelissa, Maerissa, Mahali, Ma'foloi, Mafinanik, Maghyn, Magista, Magistroy, Magoher, Mahakena, Mahoklory, Mahu, Mahubessy, Mahudin, Mahulete atau Mahulette, Mahupale, Mahwil, Maici, Maifor, Maigoda, Maiheuw, Maihoram, Maik, Mailera, Mailissa, Mailoa, Mailopuw, Mailuhu, Maimena, Mainake, Mainaky, Mainasse, Mainasy, Maintor, Maipau, Mairera, Mirima, Mairuhu, Maitale, Maitha, Maitimu, Maituni, Makahinda, Makalew, Makalaypessy, Makapuan, Makarawe, Makasenda, Makatey, Makatita, Makeralo, Makewe, Makooy, Malagwar, Malaihollo, Malaka, Malakauseya, Malaluhon, Malawat, Malawau(w), Male, Maleas, Malesi, Malinder, Malioy, Malirafin, Malirmasele, Malkus, Malloly, Mallur, Maloas, Maloka, Maloky, Malonsilly, Mamaga, Mamisa, Manaha, Manahera, Manait, Manakane, Manay, Mancino, Mandalise, Manderos, Mandessy, Mandry, Manduapessy, Mangar, Mangera, Mangidano, Manginsela, Manila, Manilet, Manintamahu, Manipa, Manina, Manlany, Manoppo, Mansanaris, Mansilety, Mantauw, Manthol, Mantouw, Mantulameten, Manuel, Manuhutu, Manufury, Manukelle, Manukiley, Manukily, Manupassa, Manuputti atau Manuputty, Manusama, Manusiwa, Manzari, Maollo, Mapussa, Mapusate, Maraje, Marangkey, Marantika, Marantha, Marasabessy, Marcus, Mardia, Mardjan, Marer, Mareray, Maressy, Maretray, Marian, Marguly, Mariaveny, Marino, Maris, Marlay, Marolan, Maromon, Marloune, Marlovolin, Maros, Marsela, Marthens, Martora, Maruapey, Maryanan, Marlissa, Marmusial, Maromon, Marshall, Marsolo, Marthen, Marthinus, Marthius, Maruanaja atau Maruanaya, Maraunuela, Marwa, Maryate, Masado, Masbait, Masbaitubun, Masella, Masesua, Masiglat, Masloman, Masnifit, Maspaitella, Masriat, Masrikat, Masrukhan, Massa, Massen, Mas'ud, Matahelumual, Matahurilla, Matakena, Matakupan, Matalatta, Matalatua, Matanassy, Matapere, Matatula, Matauseya, Materay, Matena, Matero, Matheis, Matheos, Matheus, Matinahoruw, Matitahmeten, Matimau, Matmey, Matinahoru, Matital, Matitaputty, Matloa, Matly, Matruthe, Matrutty, Mattale, Mattinahotuw, Matuahitimahu, Matulesia, Matualessy atau Matulessy, Matusea, Matuanakotta, Matumona, Matulty, Maturan, Maturbongs, Matuwalatupauw, Matwear, Mauauth, Mauberg, Maudara, Mauhema, Maulanny, Maulias, Mauressy, Maurits, Maussa, Mautheis, Mauweng, Mawara, Mawetarsz, Mayahy, Mayano, Mayaut, Mayers, Mayor, Mawa, Meckel, Mehedila, Mehen, Mehiwarleky, Mehmorlay, Mehmory, Meifarth, Meikdely, Meilenzun, Melaira, Meliezer, Melmambessy, Melsadalim, Melsasail, Melwaer, Menahem, Mendes, Mendoza, Menora, Merdio, Merweer, Mesack, Mesdila, Mesfer, Mesliden, Mesloy, Messa, Metalmely, Metaloby, Metanleru, Metekohij, Metekohy, Metehelemual, Metiary, Metihary, Metiora, Metjikit, Metrian, Meturan, Meute, Meyano, Meyer, Mezack, Michael, Milasintia, Mina, Minaelt, Minanlarat, Minaely, Mioch, Miog, Mirlauw, Miru, Mirulewan, Missy, Moeri, Moers, Mofun, Moksen, Molana, Moll, Mollé, Molly, Momou, Monaten, Mondjil, Moneay, Moniharapon, Monipola, Monny, Montefalcon, Mora, Moreo, Mores, Morette, Morgan, Morios, Morsen, Moryaan, Mosez, Mosse, Mouren, Mouw, Mbouw, Mozes, Mual, Muges, Mulud, Mularen, Mulder, Muller, Munster, Muriolkossu, Murjani, Musaad, Musi, Musila, Muskita, Muskitta, Mustamu, Mustany, Mutlay, Muya, Musly,
N
Nafali, Naflery, Nahaklay, Nahakleky, Nahumarury, Nahumuri atau Nahumury (atau Tuanahumury), Nahumarusy, Nahusuly, Nahusona, Nahuway, Naim, Nalhonam, Nampasnea, Namserna, Namuru, Nanariain, Nendissa, Nanlessy, Nanlohy, Nanulaitta, Nanuru, Nanusella, Naraya, Narayaman, Nares, Naressy, Narmo, Naroly, Narua, Narwadan, Narwawan, Naryemin, Nasela, Naskay, Nasarany, Natan, Natar, Natasian, Natjikit, Natlayer, Natten, Natro, Nauwe, Navan, Nebar, Nederoepoen, Nettana, Nicolaas, Nicolay, Niker, Nitakessy, Nitalessy, Nelson, Nife, Nikodemus, Nindatu, Ninkeula, Nisaf, Nital, Nendissa, Nengkuela, Nengkuelya, Nererain, Nerwel, Nesar, Neva, Neyte, Ngelyaratan, Ngabalin, Ngaderman, Ngaja, Ngamel/Ngamelubun, Nifmaskossu, Nicijuluw (baca:Nikiyulu), Nirahua, Nisdoam, Nivaan, Noach, Noble, Nokpay, Nonmafa, Norimarna, Norwens, Notty, Nova, Novira, Noya (atau Noija, baca: Noiya), Nugracia, Nuhuyanan, Nukuhehe, Nuniary, Nunlehu, Nunuetta, Nunumete, Nurlatu, Nurlette, Nurtanio, Nurue, Nusaly, Nussy, Nusatjasi, Nusawakan, Nyawikuhy (baca: Niawikuhi) Nuriata
O
Obhetan, Octavians, Oefy, Oersepuny, Ofan, Ohello, Ohoilean, Ohoiledjaan, Ohoiledwarin, Ohoimar, Ohoiner, Ohoira, Ohoirenan, Ohoitavun, Ohoiulun (baca: ohoi-ulun), Ohoiwirin, Ohoitenan, Ohoiyuf, Ohorella, Ohman, Oikuasta, Oilira, Oita, Oktosea, Okra, Oladasi, Olamando, Olczweski, Olinger, Olislager, Oliver, Olivier, Oliviera, Olkteseja, Omaratan, Omega, Onaola, Onardo, Onarely, Onarloy, Ondy, Ongels, Ongirwalu, Ongkers, Onoly, Oosterhuis, Oppier atau Opir, Oraile, Oranje, Oraplawal, Oraplean, Oratmangun, Orindalim, Orno, Orun, Ory, Oryoin, Oshaer, Osleky, Ospara, Oszaer, Otmudy, Otta, Oudshoorn, Oybur, Owandity
P
Paaijs atau Paays, Paca, Pahar, Paija, Paihra, Pairhy, Paisina, Pakaila, Pakaless, Pakay, Pakkel, Pakniany, Paknianmewan, Palain, Palajo, Palapessy, Palpialy, Palencar, Paliaky, Palias, Palica, Palijama atau Palyama, Palijate, Palipus, Palisoa, Palpia, Pamounda, Panco, Panjaito, Panpalares, Papilaya (atau Papilaja), Parera, Parety, Parewang, Pariama, Pariela, Parihala, Parinama, Parintah, Parinussa, Pariuri atau Pariury, Parjer, Paron, Parura, Pary, Passahary, Pasalbessy, Pasanea, Paselima atau Passelima, Pasinau, Pasla, Passa, Passal, Passau, Passumain, Patawaria, Patehaduan, Patjanan, Patras, Patrouw, Pattalala, Pattawala, Patti, Pattianakota, Pattiapon, Pattiata, Pattiiha, Pattihahuan, Pattiheuwean, Pattikairatu, Pattikawa, Pattileamonia, Pattilekasapia, Pattileraonia, Pattileuw, Pattilima, Pattilouw, Pattimahu, Pattimaipauw, Pattimukay, Pattinama, Pattinasarani atau Pattinasarany atau Pattinaserany, Pattinaya, Pattinussa, Pattipawaej, Pattipeilohi atau Pattipeilohy atau Pattipilohy, Pattipeiluhu, Pattirajawane, Pattirane, Pattirousamal, Pattiruhu, Pattisahusiwa, Pattisamalo, Pattisapacoly, Pattiselanno, Pattiserliun, Pattiasina, Pattisinay, Pattisia, Pattisina, Patsina, Pattiwael, Pattiwaelapia atau Pattiwaellapia, Pattimura, Pattiusen, Pattotmen, Patty, Pattynama, Paturia, Paul, Paulain, Paulus, Paulusz, Paunno, Payara, Pay, Payapo,Payer, Payessy, Pea atau Peea, Peca, Pehino, Peilouw, Peimahul, Peisina, Pelamonia, Pelapelapon, Pelapory, Pelasula, Pelaury, Peletimu, Pellata, Pellaupessy, Pello, Pelman, Pelmelay, Pelu, Pelupessy, Penny, Pentura, Pentury, Penu, Perdijk, Peres, Perez, Perkaly, Perklay, Perley, Perloy, Persulessy, Pertafun, Pertuack, Perulu, Peseletehahan, Pesireron, Pesiwarissa, Pesilette, Pessi atau Pessy, Pesoelima atau Pesolima, Pesurnay, Pesuwarissa, Peta atau Petta, Petrof, Petrusz, Peuohaq, Peweloy, Peyzer, Phillips, Philippus, Pical, Picanussa, Picarima, Picasouw, Picaul, Picaulima atau Piculima, Picauria, Piél, Pieter atau Pieters, Pieterst, Pietersz, Pieris, Pieritsz, Pikason, Pilando, Pinoa, Piris, Piries, Pirsouw, Pisarahu, Pitna, Pitoty, Pitries, Pocerattu, Pocomase, Pohirey, Pohwain, Poipessy, Pokar, Pokomasse, Pokrena, Polari, Polhaupessy, Pollatu, Polanunu(Polnunu), Polnaya, Polpoke, Polsiary, Polway, Polyn, Pomeo, Poniskory, Pony, Popla, Pooroe, Porce, Porfchy, Porkily, Porlary, Porloy, Pormes, Porsche, Porsiana, Porsisa, Porudara, Porulery, Porwaila, Porway, Postema, Postma, Potoruw, Prans, Pronk, Proprey, Prossy, Proym, Pruat, Puiledway, Puimera, Pulumahuny, Pupella, Purimahua, Putinela, Putiheruw, Putirulan, Puttileihalat, Puttineta, Puttiray, Putuhena, Puturuhu, Puyamna, Pynustan,
Q
Que, Queljoe, Quezon
R
Rachil, Rada, Radamussa, Radiena, Radjabaycolle, Radjaloa, Radjawane, Radjoelan, Rafael, Rafel, Rafupaira, Ragalomi, Rahabav, Rahabeat, Rahadad, Rahaded, Rahado, Rahael, Raha'il, Rahajan, Rahakbauw, Rahalob, Rahanar, Rahankey, Rahaor, Rahanbiran, Rahanra, Rahansikwer, Rahanten, Rahantoknam, Rahawarat, Rahawarin, Rahareng, Rahayaän, Rahalus, Rahangier, Rahangmetan, Rahankuren, Rahansamar, Rahanratu, Rahentus, Rahanwatty, Rain, Rainony, Raja Boean, Rajab, Rajawane, Ralahallo, Ralahalu, Rambers, Rambino, Ramchic, Ramon, Ramondo, Ramschie, Ranbalak, Raneld, Ranguly, Ranno, Ranolat, Raprap, Rarsina, Ratila, Ratissa, Ratsehaka, Ratsina, Ratte, Ratuadan, Ratuhalin, Ratukoten, Ratulohain, Ratulohoren, Raturomon, Ratuteher, Raude, Raoeboen, Ravales, Raviv, Rea, Reane, Reawaruw, Reasoa, Rebiltaban, Recy, Redonov, Reeyk, Reffialy, Refilely, Refilteman, Refra, Refualu, Refun, Refwalu, Refwutu, Regel, Regent, Rehatalanit, Rehalat, Rehatta, Rehiary, Rehiara, Reihara, Reilely, Reimas, Reinhard, Reinould, Reintjes, Reiper, Reitiwal, Reken, Relew, Relmasira, Remialy, Remkes, Remmona, Rendat, Ren-El, Renfan, Renfarak, Rengil, Rengirit, Renhoar, Renhoran, Renhoat, Renhuard, Reniban, Renleeuw, Renmaur, Renmeuw, Renolat, Renoult, Renrusun, Rentor, Rentua, Renuf, Renuw, Renvav, Renwarin, Renwer, Renwet, Renyaän/Renjaän, Renyut, Reras, Rerebain, Reressy, Rerinne, Rering, Reyaän, Rery, Resare, Resbal, Res-El, Reselwab, Residay, Resie, Resilowy, Resimery, Reslanut, Reslev, Resley, Resmal, Resmarth, Resmol, Respessy, Resubun, Resubunjaän, Resubunwarin, Ressel, Ressok, Restuny, Retuadan, Retraubun, Rettob, Reunussa, Revallo, Revo, Revualo, Rewaru, Rey, Reyez, Reyk, Reyth, Rheebok, Ria, Riamlias, Ribock, Richard, Rici, Ridtjab, Rieuwpassa, Rihna, Rihulay, Rijoly, Rikiwelas, Rikumahu, Rirlherta, Rinsampessy, Riri, Riry, Ririasa, Ririhatuela, Ririhena, Ririmasse, Ririmasu, Riripoy, Riry, Rirsouw, Risahondua, Risakotta, Risamassu, Risamena, Risambessy, Risampessy, Risapori, Risreuw, Risteruw, Ritananuku, Ritawaemahu, Ritho, Ritiauw, Rivai, Riyanda, Road, Roberth, Roberto, Röder, Rodja, Rodriguez, Roffe, Roge, Roirelmasira, Rolas, Rolobessy, Romean, Romalaha, Rombaello, Romeon, Rommer, Romera, Rometna, Romhery, Romkeny, Romlioni, Romlus, Romode, Romohoira, Romrainy, Romsery, Romumoij, Romtia, Romuty, Romwy, Roos, Rooy, Ropena, Rorafuy, Rorainy, Rorano, Rosen, Rosevelt, Rosfader, Rossi, Rostary, Rotasouw, Roteltap, Rotobessy, Roxas, Ruael, Ruban, Ruff, Rügebregt, Rugebreith, Ruhukail, Ruhulessin, Ruhulessy, Ruhupessy, Ruhunlela, Ruhunussa, Ruhupatty, Rukka, Ruimassa, Rumalatu, Rumailal (Rumaillo), Rumakelrat, Rumalaiselan, Rumalaselan, Rumalatea, Rumalewang, Rumaloine, Rumalutur, Rumamina, Rumamory, Rumappar, Rumaroeson, Rumasoal, Rumatoras, Rumthe, Rumata, Rumfaan, Rumaf, Rumaday, Rumadery, Rumahenga, Rumaherang, Rumakety, Rumakway, Rumalaiselan, Rumangun, Rumapusule, Rumarihu, Rumaruson, Rumasella, Rumatumerik, Rumbalifar, Rumbouw, Rumeon, Rumew, Rumfaan, Rumfaf, Rumfot, Rumlaän, Rumlawang, Rumagutawan, Rumatumia, Rumkedy, Rumles, Rumlus, Rumngevur, Rumonim, Rumphius, Rumpis, Rumpuin, Rumra, Rumsory, Rumthe, Rupiluw, Rupisiay, Ruslau, Russel, Ruspanah, Russyn, Rusten, Rutumalesi, Rutunalessy, Rumtutuly
S
Saämena, Sabandar, Sabar, Sabonno, Sadrak, Sadsuitubun, Safenussa, Sagena, Sahabudin, Sahanaya, Sahalessy, Sahar, Saharui, Sahertian, Sahetapy, Sahetumby, Sahilatua, Sahlan, Sahuburua, Sahulata, Sahuleka, Sahureka, Sahupalla, Sahusilawane, Said, Saidely, Saija (atau Tuasaija dari Nunusaku. baca: Saiya, Tuasaiya), Saihainenia, Saihitua, Sailapra, Sailele, Sailon, Saily, Saimima, Saimorsa, Sainafat, Saineran, Sainfalak, Sainlija (baca: Sainliya), Sainyakit, Saipelessy, Sairas, Sairdama, Sairduly, Sairkora, Sairlela, Sairlona, Sairlouth, Sairo, Sairpaly, Sairseta, Saiselar, Saitian, Sairtory, Saklil, Sakliressy, Salahalo, Salahay, Salaka, Salakory, Salamahu, Salambessy, Salambona, Salampessy, Salamena, Salamony, Salamor, Salasiwa, Salatalohi, Salawane, Saliama, Saleky, Salhuteru, Saliha, Salkery, Sallira, Salomon, Salmon, Salosso, Salouw, Salurilla, Samadara, Samafat, Samal, Samall atau Samallo, Samaleleway, Samanerey, Samar, Samadara, Samalay, Samasal, Samder, Sameaputty, Samen, Samkay, Samloy, Samly, Samollo, Sampson, Sampulawa, Sampra, Samson, Samual, Samuel, Samusamu, Sanahu, Sanaky, Sanders, Sandert, Sando, Sangaji, Santi, Santiago, Sapacoly, Sapalewa, Sapasuru, Sapia, Saptenno, Sapsuha, Sapsuka, Sapthu, Sapulette, Sapury, Sapya, Saulatu, Saquarella, Sarakh, Sardinson, Sarimolle, Sarioa, Sarkol, Sarloy, Sarmaly, Sarmanella, Sarusway, Sasabone, Sasake, Sasole, Saude, Saulissa, Sauruy, Savsavubun, Saya, Schaduw, Scharlig, Schenkuysen, Schreurs, Schrifen, Schroder, Sedubun/Sedoeboen, Seamiloy, Seane, Seay, Sehwaky, Seilano atau Selano, Seimahuira, Seimahuwa, Seipalla, Seipattiratu, Seipattiseun, Seir, Seite, Sekarone, Sekewael, Selanno, Selawa, Selatnaya, Seldjatem, Selgader, Selebes, Seleky, Selfenay, Selkioma, Sella, Selleck, Selra, Selsily, Seltubir, Seluhollo, Selvara, Selvuan, Sem'ula, Senor, Sepa, Septorday, Septory, Serandoma, Serbunan, Serhalawan, Serin, Seriven, Sermaf, Serpara, Serpiela, Serro, Serumena, Serusiay, Sersian, Sesson, Sesye, Setha, Setty, Seuw, Sikomena, Sewta, Shalom, Siad, Siahainenia, Siahaya, Siahaija, Siaila, Sialana, Siane, Sianressy, Siarukin, Sibers, Sichers, Siegers, Sienaya, Sieto, Sifata, Sigin, Sigiora, Sigmarlatu, Sihasale, Sikte, Sila, Silafona, Silahooij (baca: Silahoy), Silara, Silas, Silawane, Silawanebessy, Silano, Siletty, Sileuw, Silfanay, Silgaden, Silipory, Silkaty, Sillueta, Sillouw, Silooy, Silvera, Simaela, Simatouw, Simao, Simon, Simona, Simson, Sina, Sinamona, Sinatti, Sinay (atau Tuasinay), Singadji, Singerin, Sinia, Sinmiasa, Sintiory, Sinyendir, Siori, Siota, Sipahelut, Sipasulta, Sipiel, Sipolo, Siori, Sirdjoir, Sirken, Sirlay, Sirsobad, Sitanala, Sitania, Sitaniapessy, Siutta, Siwabessy, Siwalette, Sklaressy, Slarmanat, Slassa, Slubyanik, Snall, Snylau, Snyopwain, So, Soakakone, Soares, Sobal, Socnosiwy, Sodefa, Sodlieb, Soentpiet, Sogalrey, Sohilait, Sohk, Soin, Soindra, Sokolay, Solarbisain, Solehuwey, Soleman, Solemeda, Solemende, Solefucy, Solgarey, Solinav, Solissa, Solmeda, Solukh, Solsolay, Somae, Sombalatu, Somes, Somey, Songbes, Sonray, Sooch, Sooroe, Sopacua, Sopacuaperu, Sopaheluwakan, Sopamena, Sopaoia, Soparue, Soparve, Sopla, Soplatu, Soplanit, Soplantila, Soplely, Soplera, Soplero, Soploy, Soprali, Sorfay, Sorfory, Soriale, Soriton, Sorluri, Sormin, Sormudi, Sorsery, Soruday, Soselisa, Sotja, Souhally, Souhoka, Souhuken, Souhuwat, Souissa, Soukotta, Soukully, Soulinay, Soulisa, Solisa, Soulissa, Soumeru, Soumete, Soumokil, Soumory, Soumual, Soumulin, Sour, Souripet, Soyem, Spies,Sriatoon, Srue, Stanly, Stefanus, Stoker, Stom (baca Stoom), Suad, Sucelaw, Sula, Suiker, Suitella, Sukur, Suli, Sulilatu, Sumanik, Sumany, Sumreskossu, Suneth, Sunloy, Supulatu, Supusepa, Surey, Suribory, Suripatty, Surker, Surlia, Sutaner, Sutiray, Sutrahitu, Suttela, Suweileh, Syahailatua, Syaharanie, Syaranamual, Syatauw, Syauta, Syelau, Syeramwain,
T
Tabalessy, Tabavmolu, Tabelssy, Taberima, Taborat, Tackow, Tahalea, Tahalele, Tahamata, Tahanora, Tahapary, Tahiya, Tahitoe atau Tahitu, Tahoes, Tahnopal, Tahor, Taihuttu, Taihitu, Tail, Tairsobiani, Takahepis, Takarasel, Takarbessy, Takaria, Taker, Takndare, Talabessy, Talahatu, Talahaturuson, Talakua, Talaksoru, Talaksuru, Talanel, Talanilla, Talaohu, Talla, Tallane, Tallaut, Talaway, talapessy, Tamala, Tamaela, Tamalsir, Tamarmans, Tambalangi, Tamher, Tamonob, Tamtelahitu, Tanahatu, Tanahitumessing, Tanalepy, Tanalisan, Tanamal, Tanee, Tanalea, Tanalessy, Tanasale, Tanate, Tanesya, Tanic, Tanifan, Tanikwele, Taniwel, Tanlain, Tanrobak, Tansora, Tantoly, Tanwey, Tapiheru, Tapilatu, Tapilow, Tarantein, Tarawesi, Tarehy, Tarekar, Tarinathe, Tarumaselly, Tarusy, Tasaney, Tasidjawa, Tassane, Tataperuw, Tatipatta, Tatipikalawan, Tatuhey, Taulany, Tauran, Tauatanasse, Tawaerubun, Tayalla, Tayl, Tebiary, Tefara, Tehuayo, Tehubijuluw (baca:Tehubiyulu), Tehupeiory, Tehupelasury, Tehusiarana, Tehupuring, Tehusyarana, Tehuwayo, Teis, Telapary, Teky, Telepary, Teliaur, Tella, Telsuera, Temmar, Tenine, ten Cate, ten Have, Telussa, Tenlima, Temartenan, Tengens, Teniwut, Tentua, Tepal, Terinate, Teriraun, Terling, Terlir, Terloit, Termas, Termey, Termature, Terry, Terseman, Tertimelay, Tertroman, Terwielsa, Teslatu, Tesno, Tetelay, Tetelepta, Teterissa, Tethool, Tetikay, Tetlageni, Tetrapoik, Tety, Tevtuar, Tharob, The, Thebez, Thecher, Thedy, Theis, Thelessy, Themin, Thenager, Thenu, Theny, Theodorusz, Theofilla, Theorupu, Theovilus, Thernando, Theruty, Thesman, Thesno, Thetius, Theuw, Thiemailattu, Thienus, Thiesman, Thinar, Thio, Thiosubu, Thiotansen, Thobias, Thomas, Thorion, Thovian, Thto, Thung, Thyssen, Tjuparia, Tiahahu, Tianlean, Tianotak, Tibalea, Tibalimeten, Tielman, Tifof, Tigele, Tildjuir, Timahery, Timisela, Timotius, Tilukay, Tiotor, Tipalameten, Tipialy, Tipuria, Tira, Tirel, Tisera, Tistor, Titariuw, Titasen, Titawanno, Tiwery, Titahena, Titaheru, Titaley, Titapasanea, Titarsole, Titarsoley, Titasomi, Titawananno, Titihalawa, Titiheru, Titioka, Titirlobyloby, Titus, Tiven, Tiwery, Tjialfa, Tlingkery, Tobelo, Toberwaer, Toeparia, Tohalo, Toffoletti, Toffy, Tohatta, Toisuta, Tokan, Toker, Tokjaur, Tokmadoran, Tomadina, Tomagola, Tomahu, Tomahua, Tomaluweng, Tomasila, Tomasoa, Tomasouw, Tomasowa, Tomatala, Tomaula, Tomhissa, Tomia, Tomio, Tomoria, Tomyar, Tong-Hio, Tonikoe, Tonrate, Tooren, Toppora, Topurlay, Topurmera, Topurtawy, Toras, Toressy, Torlain, Tormyar, Torry, Tortet, Tosane, Tosil, Tound, Tousalwa, Touwe, Towait, Trando, Tromlakor, Tromlay, Trona, Ttehelu, Tuahattu, Tuahuns, Tuatfaru, Tubalawony, Tuahuns, Tuakora, Tualena, Tualeka, Tuanahu, Tuanahumury atau Nahumury, Tuanani, Tuanakotta, Tuankotta, Tuanaya, Tuanger, Tuapattinaya, Tuapetel, Tuarita, Tuarissa, Tuarlela, Tuasikal, Tuasaija dari Nunusaku atau Saija (baca:Saiya), Tuasamu, Tuasalamony, Tuasella, Tuasinay atau Sinay, Tuasuun, Tuatanassy, Tubalawony, Tuharea, Tuhalauruw, Tuhehaij, Tuhilatu,Tuhulele,Tuhuleruw, Tuhumena, Tuhumuri atau Tuhumury, Tuhuteru, Tuhusula, Tukyaur, Tulalesia atau Tulalessy, Tulaseket, Tuluheru, Tumansery, Tumober, Tumury, Tunjanan, Tunyluhulima, Tupalessy, Tupamahu, Tupan, Tupanno, Tupanwael, Tupasouw, Tupawael, Tupenalay, Tuquiha, Turben, Turgey, Turmua, Turubasa, Turuy, Turukay, Tusmain, Tuther, Tutkey, Tutuarima, Tutuhatunewa, Tutuiha, Tutupary, Tutupohu, Tutupoly, Tuval, Tuwanakotta, Tuwatanassy, Turkey, Tusyek, Tuurfon, Tyssenraad, „“
U
Ubleeuw, Ubra, Ubvan, Udigary, Udinera, Ukru, Uktolseya, Uktosya, Ulate, Ulayo, Ulahaiyanan, Ulmatty, Ulorlo, Ulter, Uluputty, Umagaf, Umasugi, Umhersuny, Unarapal, Unatenina, Unemlora, Unenor, Uneputty, Unilefta, Uniplaita, Unitly, Uniwaly, Unkelefta, Unmehopa, Unoapar, Unola, Unsia, Untajana, Untarolla, Unululla, Unwakoly, Uperessy, Upessy, Ur, Urath, Uray, Urayawa, Urbayani, Urbansini, Urdjel, Urel, Uren, Urilal, Urilette, Urlyoly, Ursepuny, Ursia, Uruilal, Urutmaan, Usemahu, Usman, Usmalay, Usmani atau Usmany, Uspessy, Uspitany, Usvinip, Utanno, Uwella, Uwen, Uvuuratuw, Uyara, Uze,
V
Valmores, van Afflen, van Amstel, Vanath, van Belouw, van Bergen, van Bokhove, van Bussel, van Capelle, van Caspel, van Delsen, van de Haare, van den Berg, van der End, van der Kloor, van der Meer, van der Muur, van der Sluis, van der Weden, van der Zee, van Deuw, van Diest, van Dijk (atau van Dyk), van Doorn, van Driel, van Enst, van Etesz, van Exel, van Gils, van Hallen, van Harling, van Hoek, van Hoogmoed, van Houten, van Irsel, van Joost, van Leun, van Motman, van Nieuwenhuizen, Vanon, van Puffelen, van Ringen, van Room, van Saker, van Strijland, van Suiker, van Sukker, van Surker, Vavuu, Vederubun, Veerman, Veenendaal, Verhagen, Versteegh, Vetegh, Victor, Vidlela, Vidor, Vijsel, Vinola, Visser, Vollebregt, Voly, von Bulow, von Emster, Voriume, Vorst, Vorth, Voth, Vovo, Vriese, Vun
W
Waäel, Waasar, Waas, Wa'atwahan, Waber, Waelaruno, Waemesse, Wagola, Waifly, Wailenzun, Wakang, Walagwaor, Wally, Wamona, Wangarwy, Wantaar, Warella, Warhoa, Wariunsora, Wacanno, Wael, Waeleruny, Waeperang, Waerisal, Wailissa, Wails, Wailussy, Wairata, Wairatta, Waisapy, Waisahalong, Wakan, Walaia, Wales, Walsen, Walten, Wamesse, Wance, Wanne, Waplau, Waplaw, Warbal, Warbel, Warella, Waricey, Warkey, Warkor, Wasia, Wasna, Watliter, Watloly, Watmanlussy, Watmersan, Watrimny, Watsira, Wattiheluw, Wattilete, Wattimanela, Watimena, Wattimena, Wattimury, Waulath, Wayerjuari, Weber, Wedilen, Wee, Weeflaar, Weheb, Wehfany, Welary, Welafubun, Weler, Weljansen, Wellem, Wellyken, Wemay, Wemaf, Wenehen, Wenger, Wenno, Wenus, Weridite, Werinkukly, Werinussa, Wesplat, Wessy, Wetamsair, Wewra, Wewza, Wifly, Wilfred, Willys, Wilyams, Wlena, Woersok, Woesing, Wohel, Woherhair, Wohir, Wokamauw, Woley, Wolff, Wolontery, Wompers, Wonatha, Wondola, Wonhery, Wonley, Wonmaly, Wonsera, Wontopur, Woolf, Woriun, Wotheisen, Wothouzen, Wuarbanaran, Wuarlela, Wuarmanuk, Wuisan, Wuarlijma, Wuctres, Wurletta, Wuters, Wutlanith
Z
Xamson, Xaverius (atau Zaverius)
Y
Yaban, Yabar, Yabarmasse, Yempormase, Yafur, Yahawadan, Yakob, Yaky, Yalmav, Yaluhun, Yambreswav, Yamla'ay, Yamrat, Yamvav, Yani, Yantel, Yanuby, Yanwarin, Yaranmassa, Yaran, Yarin, Yauply, Yauris, Yebassy, Yehelissa, Yehubebyanan, Yehuda, Yemnifan, Yenussy, Yerigair, Yerwuan, Yesaya, Yesayas, Yeuyanan, Yeviwra, Ynawarin, Yoel, Yohanes, Yohanis, Yokohael, Yoktery, Yolmen, Yonenain, Yongnaim, Yoor, Yoram, Yordan, Yoris, Yoseph, Yosieto, Yousaf, Yulianus, Yunus, Yusak, Yusuf
Z
Zainilessy, Zacharias, Zacheus, Zalkheus, Zamon, Zaverius, Zein, Zet, Zijlstra, Zoin, Zubedy, Zue, Zuley,
Subscribe to:
Posts (Atom)